0
Home  ›  BIANNA  ›  Chapter

Bab 67 – Meminta Restu

Beli Karya

Bab 67 – Meminta Restu-1

Sepanjang hari di sekolah Gio asik dengan teman-temannya. Gio tak tampak menyambut Vincent atau mau bertemu dengannya. Pertama kali dalam hidupnya Gio marah pada Vincent mengingat kemarin ia masih belum meminta maaf pada Mamanya. Gio tidak pergi menemui Vincent, tidak juga mau menanggapinya ketika Vincent mendekatinya.

“Kak Gio kenapa marah sama aku?” tanya Vincent setelah hampir seharian tak di ajak bicara oleh Gio.

“Kamu nakal sama Mamaku!” jawab Gio tegas lalu duduk di bangkunya.

Vincent memalingkan wajahnya menahan tangisnya karena ia kehilangan satu-satunya sahabatnya. Vincent benar-benar menyesali perbuatannya kemarin. Hanya karena ia ingin membela Mamanya sekarang ia jadi kehilangan sahabatnya, kemarin ia juga hampir kehilangan papanya. Vincent benar-benar takut jika ia kehilangan semuanya karena mempertahankan mamanya yang terus membencinya dan terus mengusirnya.

Vincent berlari ke kelasnya sambil menangis. Perasaannya kacau dan hancur karena Gio yang tak mau lagi berteman dengannya. Guru yang mengajar kelas Vincent mencoba menenangkannya, Vincent memang bisa diam tapi ia tetep sedih karena Gio tak mau berteman dengannya lagi karena kemarahannya kemarin.

“Aku pengen berteman sama Kakak Gio lagi!” adu Vincent pada pengasuhnya yang datang menjemputnya.

“Loh bukannya sudah berteman sama Kakak Gio?”

Vincent menggeleng. “Kakakku marah, jadi tidak mau berteman lagi.”

“Marah kenapa?”

“Aku nakal sama Mama Anna.”

Pengasuh Vincent menahan senyumnya lalu mengelus punggung Vincent. “Nanti kita minta maaf sama Mama Anna kalo gitu biar Kakak Gio gak marah ya,” bujuk pengasuh Vincent.

Vincent mengangguk dengan patuh, Vincent hanya mau patuh dengan sesuatu yang menyangkut soal pertemanannya saja sejauh ini. Begitu sampai di rumah Vincent langsung ganti baju dan bersiap pergi lagi. Vincent ingin mengajak Papanya juga tapi hari ini Papanya tidak di rumah, mungkin belum pulang kerja. Tapi yang jelas Vincent ingin menemui Anna dan Gio untuk memperbaiki hubungannya.

***

Anna pergi bersama Bian dan kedua anaknya pulang ke rumah orang tuanya. Kali ini Bian ingin meminta restu dengan baik dan benar untuk memiliki Anna seutuhnya. Ia ingin memperbaiki semuanya sebelum keluarga Anna berpikir untuk mencarikan Anna pasangan.

Erwin menatap Bian dari atas kebawah, seolah pandangannya dapat menelisik seberapa jujur dan bersungguh-sungguhnya Bian pada hubungannya bersama Anna. Anna pergi ke dapur menyiapkan makan siang yang akan ia santap bersama dengan Bian dan keluarganya. Anna sengaja enggan menemani Bian agar ia bisa mengobrol empat mata dan meyakinkan ayahnya sebelum menikahinya.

Baca juga Epilog

“Apa keluargamu bisa nerima Anna? Kalo anakku cuma kamu ajak kumpul kebo sama nekat-nekatan mending gak usah.” Erwin begitu tegas pada Bian.

“Aku bakal tetap menikahi Anna dengan atau tanpa restu dari keluargaku. Tapi yang jelas aku akan berusaha keras buat kasih yang terbaik buat Anna, Om. Aku mau nebus semua kesalahanku sama Anna, aku janji bakal bahagiain Anna.”

“Bahagia gimana? Aku masih inget semua kejadiannya seolah semua baru kejadian kemarin. Jangan ngawur!”

Bian menatap tajam mata calon mertuanya itu dengan penuh kesungguhan. “Kasih Bian kesempatan Om, Bian bakal serius sama Anna. Bian janji gak akan bikin Anna sedih atau sakit. Bian juga janji buat nerima anak-anak dan segala kekurangan yang ada.”

Erwin diam lalu masuk menemui istrinya yang sudah menyiapkan makan siang tanpa memberi respon atas kesungguhan Bian. Anna menatap Bian lalu tersenyum lembut, mencoba untuk menghibur Bian sebelum mempersilahkannya untuk makan bersama dengan keluarganya.

Bian makan lebih awal dari Anna, sementara Anna mengurus anak-anaknya. Erwin jadi cukup skeptis dengan apa yang Bian yang berkata akan menjaga Anna. Tapi begitu Bian selesai makan, ia langsung mengambil alih untuk mengawasi Hana dan mengalihkan perhatiannya sembari berjalan-jalan di taman belakang untuk melihat ikan.

Hana terlihat begitu akrab dan nyaman bersama Bian. Gio juga selesai makan langsung menempel pada Bian seperti dulu saat bersama Boni. Sudah tak ada jarak dan kesungkanan di antara keduanya. Seolah memang ayah dan anak yang saling menyayangi.

“Kalo kamu mau sama Bian, Ayah gak ngelarang,” ucap Erwin pada Anna setelah merasa Bian tak bisa mendengar pembicaraannya lagi dengan Anna.

***

Vincent pulang dengan perasaan hampa setelah menunggu lama dan mendapati jika Gio dan keluarganya tak kunjung pulang. Vincent merasa sedih ucapan mamanya juga masih terngiang di telinganya. Vincent jadi semakin rendah diri dan merasa jika ia seburuk itu. Di sepanjang jalan pulang ia terus terlihat sedih. Sampai di rumah ia juga masih sedih.

Sampai menjelang sore, neneknya pulang. Jamuan makan malam tersaji cukup lengkap. Vincent duduk menemani neneknya karena tak ada orang yang bisa ia ikuti selain neneknya yang dingin itu.

“Apa aku ganggu?” tanya Vincent karena neneknya tak mengajaknya bicara.

Baca juga Bab 74 – Hamil

Melania menatapnya sejenak lalu menggeleng. Vincent kembali diam sembari berusaha naik dan duduk di tempat tidur neneknya.

“Papamu…” ucap Melania yang mendengar suara Bian yang baru datang.

Vincent langsung berlari keluar menemui papanya. Tapi betapa bahagianya Vincent ketika melihat papanya datang bersama Gio dan keluarganya juga. Hana langsung berusaha turun dari gendongan Bian hendak memeluk Vincent. Tak ada yang lebih membahagiakan Vincent selain mengetahui jika ia masih punya kesempatan memperbaiki semuanya.

“Mama Anna aku minta maaf ya kemarin marah-marah, nakal…” ucap Vincent dengan suara bergetar dan mata yang sudah berkaca-kaca.

Anna langsung memeluk Vincent dan menciuminya. “Iya Sayang, jangan di ulangi lagi ya…” jawab Anna lembut.

“Tuh! Jangan nakal sama Mama lagi!” ucap Gio yang langsung di angguki Vincent.

Melania memandang dari lantai 2 menatap betapa hangat interaksi Anna dan Vincent yang penuh kasih sayang. Tak berapa lama Vincent dan Gio sudah bermain bersama seperti biasa dan seorang pengasuh yang mengambil alih untuk menjaga Hana selama Anna dan Bian menemui Melania.

“Apa aku boleh menikah dengan Anna?” tanya Bian sebelum makan malam di mulai dan anak-anak datang kesana.

Melania menghela nafasnya. “Besok aku kembali ke Swis,” ucapnya dingin dan sama sekali enggan membahas soal niatan Bian untuk menikah dengan Anna.

“Aku hanya mencintai Anna. Vincent juga menyayanginya. Kenapa sulit sekali bagi Ibu untuk memberiku restu dan melihatku bahagia?” cecar Bian.

Melania beranjak dari duduknya lalu pergi ke kamarnya tanpa bicara sedikitpun. Bian dan Anna jadi merasa serba salah sekarang. Bian kesal pada respon Ibunya sementara Anna sudah tak kaget dengan penolakan pada dirinya.

“Bi…” lirih Anna.

Bian yang semula hendak beranjak dari duduknya untuk mengejar ibunya kembali duduk. “Aku bakal berusaha buat hubungan kita, aku bakal bener-bener perjuangin.”

“Tadi Ayah bilang kalo aku mau sama kamu, aku boleh sama kamu. Aku mau, tapi kalo Ibu tidak merestui aku tidak memaksa. Tidak ada yang perlu di paksa. Menjadi teman baikmu seperti biasanya bagiku…”

“Tidak! Aku mau jadi suamimu bukan temanmu!” bentak Bian yang masih ingin berjuang.

***

Melania melepas cincin pemberian Pitter Griffin, ayah Bian yang selama ini selalu melingkar di jari manisnya. Cincin berlian pertama yang di hadiahkan Pitter padanya setelah kehidupannya membaik. Melania meletakkannya di dalam sebuah kotak cincin dan meletakkannya di atas meja laci tempat tidurnya. Lengkap dengan surat yang sudah ia tulis.

Harusnya besok ia pergi, tapi malam ini ia memutuskan untuk pergi lebih awal. Melania melewati Bian begitu saja. Ia menatap Anna yang terlihat begitu takut padanya. Tak berapa lama ia mengalihkan pandangannya pada Vincent dan Gio yang sedang bermain bersama dengan Hana juga tentunya.

“Loh mau kemana Nenekku?” tanya Vincent yang langsung berlari ke arah Melania dan langsung memeluknya.

“Nenek pergi dulu ya,” pamit Melania yang jauh lebih hangat dan penyayang ketika bersama Vincent.

74
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share