Bab 20 – Hamil
"dasp98 dasp world Hidden Gem Author"
Bian masih terlelap
ketika Anna sudah bangun dan sudah muntah-muntah pagi ini hingga terkulai lemas
di depan kamar mandi.
“Bi…”
panggil Anna yang sudah begitu lemas.
Bian
mengerutkan keningnya karena merasa ada yang memanggilnya. Ini masih terlalu
pagi untuk ia bangun. Namun saat ia menyentuh bantal di sampingnya dan tak
merasakan keberadaan Anna sama sekali Bian langsung terjaga.
“Anna!”
panggil Bian panik lalu memakai celana pendeknya dan berlari mencari Anna.
“Bi…”
panggil Anna lagi dengan lirih dari kamar mandi.
“Ya ampun!
Sayang!” Bian langsung menggenong Anna ke kamar lalu buru-buru mengambilkan air
untuknya. “Aku panggil dokter ya,” ucap Bian panik.
Anna hanya
diam terkulai lemas di atas tempat tidur setelah minum.
“Apa kamu
salah makan ya? Tapi kita kan makan apa-apa bareng, aduh! Ini kamu kenapa
sih?!” Bian benar-benar panik dan uring-uringan begitu bangun tidur melihat
Anna yang muntah-muntah hingga lemas.
Kepanikan
Bian semakin menjadi ketika dokter yang biasanya menangani keluarganya mendadak
susah ia hubungi.
“Sombong
banget gila!” omel Bian lalu mondar mandir dengan panik sambil terus mencoba
menelfon sampai akhirnya ia duduk dan mulai browsing mencari tau
penyakit apa yang cocok dengan Anna yang tiba-tiba mual di pagi hari.
(Hasil
browsing Bian)
Namun
begitu muncul hasil pencariannya di internet Bian jadi semakin panik. “Sayang
kalo kamu kena tumor otak gimana ini?” tanya Bian khawatir.
“Hah?!”
jerit Anna kaget lalu meraih ponsel Bian.
Bian
memeluk Anna lalu berusaha tenang.
“Gak lah
Bi!” ucap Anna yang sebenarnya juga takut jika ia punya penyakit serius. “Asam
lambung doang paling kayak kamu.”
Bian
menatap Anna cemas. “Kita ke klinik aja yuk,” ajak Bian lalu pergi ke kamar
mandi untuk cuci muka dan bersiap-siap sebelum Anna menjawab apapun.
Anna bangun
lalu mencari obat lambung yang biasa Bian minum sebelum ia bersiap-siap.
Setelah meminumnya Anna langsung memakai celana panjang dan hoodienya.
Kepalanya terasa sangat pusing sekarang.
“Ayo
Sayang!” ajak Bian yang langsung menggendong Anna di depan tanpa pikir panjang
setelah melihat kekasihnya itu begitu lemas.
“Bi tapi
hari ini…”
“Gapapa
ijin dulu sehari,” sela Bian lalu menekan tombol lift.
“Bi aku bisa
jalan sendiri,” ucap Anna lembut.
“Gak! Aku
gendong aja!”
Anna hanya
bisa pasrah. Jika biasanya Bian menggunakan sedan sportnya kali ini ia memilih
menggunakan mobil Alphardnya agar Anna bisa tiduran dan lebih nyaman sepanjang
perjalanan. Bian sudah mulai memikirkan untuk memakai supir pribadi sekarang
karena Anna yang sakit dan ia tak bisa menemaninya di samping Anna karena harus
menyetir.
Sebenarnya
Anna sudah jauh lebih nyaman dan merasa lebih baik sekarang. Tapi Bian tetap
panik. Bagitu sampai di klinik dan Anna mendapat pemeriksaan Bian masih saja
terlihat cemas. Kakinya tidak bisa diam dan terus bergerak tidak tenang. Apa
lagi pemeriksaan yang Anna lakukan lebih dari sekedar menempelkan seteoskop dan
tensi saja.
“Mual?”
tanya dokter memastikan.
Anna
mengangguk.
“Haidnya
gimana? Telat lancar?” tanya dokter kembali memastikan.
Anna diam
sejenak mengingat kapan terakhir ia haid. “T-telat sih…” lirih Anna ragu.
Dokter
mengambil sebuah gelas kecil dan test pack lalu memberikannya pada Anna. “Di
cek dulu ya,” ucap dokter.
Anna
menatap Bian sebelum masuk ke kamar mandi.
“Anna ga
sakit parah kan, dok?” tanya Bian dengan suara bergetar dan terlihat sangat
khawatir.
Dokter
tertawa mendengar pertanyaan Bian. Dari semua anak muda yang berkasus sepertinya
datang bersama pasangannya biasanya akan bertanya hamil atau tidak. Tapi
Bian malah mengkhawatirkan kesehatan pasangannya.
“Kemungkinan
hamil,” jawab Dokter.
Bian yang
semula murung dan khawatir langsung tersenyum sumringah. Tak lama Anna kembali
setelah beberapa menit di kamar mandi bersama seorang perawat yang menemaninya.
“Gimana?”
tanya Bian sembari menggenggam tangan Anna.
Anna hanya
diam sembari menatap dokter.
“Positif,”
ucap dokter lalu meminta Anna untuk berbaring sekali lagi untuk melakukan USG.
***
Melania
kembali mendapat laporan dari anak buahnya yang mengawasi Bian dan Anna
belakangan. Mulai dari kegilaan Bian saat berkendara bernyanyi bersama Anna,
jalan-jalan, sampai mencoba gaun pengantin, dan bertingkah layaknya pasangan
baru. Melania benar-benar kesal pada Anna yang semakin hari semakin sulit di
pisahkan dari Bian.
“Mereka
ingin menikah?” tanya Melania memastikan sembari menunjuk foto Anna dan Bian
yang mesra dengan gaun pernikahannya.
“Tidak
Nyonya, mereka hanya mencoba saja, lalu keduanya pergi lagi.”
Melania
mengerutkan keningnya. Ia heran dengan apa yang Bian dan Anna pikirkan dan
tengah mereka rencanakan untuk kedepannya. Tapi di lihat dari Bian yang sudah
berani pergi ke rumah Eve, ia jadi merasa ragu jika Bian akan serius pada Anna.
Melania
memandang foto Anna dan Bian yang terlihat murung setelah pulang sekolah. Ia
tak mengerti apakah itu pertanda baik atau buruk, tapi yang jelas Melania
berfirasat jika Bian dan Anna sedang membuat kenangan indah sebelum mereka
menyudahi hubungannya.
“Biarkan
mereka dulu,” ucap Melania lalu bersiap pergi menghadiri pencalonan presiden
yang akan datang.
***
Bian
memanggil salah dua orang pembantu di rumahnya untuk datang ke apartemen dan
membersihkan kekacauan disana. Bian ingin memanjakan Anna yang sedang
mengandung buah cintanya. Bian hanya ingin menemani Anna dan mengabaikan semua
ajakan teman-temannya bahkan mengabaikan ponselnya yang terus berdering.
“Sayang,”
panggil Bian yang membawa salmon panggang untuk Anna ke kamar.
“Bi, aku
belum selera buat makan,” lirih Anna yang masih merasa mual.
“Bukan buat
kamu, buat anakku,” ucap Bian lalu mengecup kening Anna dengan lembut.
Anna
menghela nafas lalu duduk bersandar di tempat tidurnya. Bian langsung bersiap
menyuapinya dengan hati-hati.
“Aku aja yang
suapin, kamu kan masih gak enak badan,” ucap Bian yang begitu antusias
memanjakan Anna. “Enak banget kan?” tanya Bian yang menolak untuk menerima
penolakan.
Anna
tersenyum mendengar pertanyaan Bian. “Bi, biasanya orang tanya masakannya enak
apa enggak, kamu tanyanya enak banget kan. Nah aku kalo gak doyan jawab apa?”
tanya Anna.
Bian
meringis. “Kata dokter, salmon bagus buat kamu sama dedek bayinya,” ucap Bian
lalu mengecup kening Anna dengan lembut.
“Kamu juga
makan,” ucap Anna lembut sembari menerima suapan dari Bian.
Bian
mengangguk lalu makan untuk dirinya sendiri. “Adek kalo pengen sesuatu bilang
aja ya, Papa turutin semuanya,” ucap Bian sembari mengelus perut Anna dan
kembali menyuapinya.
Anna
tersenyum mendengar Bian yang begitu menyayanginya juga antusias akan
kehamilannya.
“Aku bakal
minta buat balik nama apartemen ini buat kamu, hadiah dari aku. Sama mobil
Alphard yang tadi juga,” ucap Bian lembut.
“Jangan,
aku gak enak nerima banyak hadiah mahal dari kamu terus,” tolak Anna dengan
lembut.
“Gapapa
hadiah buat anakku,” ucap Bian memaksa.
“Diakan
belum lahir,” ucap Anna sembari mengelus tangan Bian yang memegangi perutnya.
“Yaudah
pokoknya buat kamu, soalnya kamu udah mau hamil anakku,” ucap Bian kekeh
memaksa.
Anna
tersenyum lalu menghela nafas membiarkan Bian dengan pemikirannya sendiri.
“Habis ini
kamu istirahat ya, jangan banyak pikiran,” ucap Bian lembut sembari mengecup
kening Anna dengan lembut.
Anna
mengangguk pelan lalu menyalakan TV yang tak sengaja memutar siaran berita yang
menampilkan Harold Lawrence yang akan maju sebagai calon presiden. Bian
langsung mengecek ponselnya dan sudah mendapat begitu banyak pesan untuk
bersiap menghadiri acara makan siang bersama ibunya.
“Sayang…”
“Aku mau
istirahat disini saja,” sela Anna yang tau jika Bian akan kesulitan untuk
berpamitan dengannya.
Bian
memeluk Anna dengan erat lalu membungkukkan badannya untuk mengecup perutnya
dengan lembut.
“Aku janji
bakal cepat pulang,” ucap Bian lembut sembari kembali memeluk Anna.
Anna
mengangguk paham lalu mengecup bibir Bian. “Nanti beliin apel ya, aku tiba-tiba
pengen apel.”
Bian
langsung mengangguk dengan cepat. “Cuma apel?” tanya Bian memastikan.
“Kondom?”
tawar Anna.
“Untuk
apa?” tanya Bian kaget karena belakangan sudah jarang repot-repot menggunakan
kondom.
“Apa kamu
sudah tidak ingin bercinta lagi?” tanya Anna membalikkan pertanyaan Bian.
Bian
tertawa lalu tersenyum sumringah. “Mau lah!” jawab Bian semangat. “Tapi kalo
kamu fit aja,” ucap Bian lalu mengecup kening Anna.
Anna tersenyum
lalu mengangguk dan membiarkan Bian bersiap-siap sendiri.
“Gak usah
nganter ke pintu,” ucap Bian yang melihat Anna bersiap bangun.
Anna
kembali tiduran sembari meraih ponselnya melihat pengumuman dan beberapa tugas
sekolah yang bisa ia kerjakan di rumah untuk mengejar ketertinggalannya di
sekolah hari ini. Namun tiba-tiba ia mendapat pesan dari Boni.
“Aku
udah copy tugas ama catetan biar kamu gak ketinggalan, aku taruh di lacimu,” tulis pesan dari Boni.
Anna tersenyum melihatnya, mungkin Boni di suruh Bian lagi pikir Anna.