Bab 55 – Teman Baru
Vincent
memandangi teman-teman barunya dengan angkuh. Ia mendongakkan kepalanya dan
mengerutkan keningnya seolah kesal dengan semua yang ada di sekolahannya.
Pengasuhnya dan sopir yang melihat tingkah Vincent hanya bisa menahan
senyumnya. Mereka tau betapa bersemangatnya Vincent ketika tau jika hari ini
adalah hari pertamanya sekolah, lalu dengan wajah juga tingkahnya yang berusaha
menahan wibawanya itu benar-benar mirip sekali dengan Bian.
Semua
tampak begitu ceria bermain dan mengenal warna dengan plastisin. Ada juga yang
bermain bola seperti anak-anak yang sudah masuk TK A. Vincent naik ke atas
perosotan menatap teman-teman kelasnya yang begitu cengeng dan mudah menangis. Vincent
benar-benar memandang rendah anak-anak lain yang seusia dengannya. Tak satupun
yang sesuai dengan apa yang ia inginkan.
“Kalo mau
jadi temanku, aku bisa beliin semua orang bola satu-satu. Gak usah berebut,”
gumam Vincent yang melihat anak TK A yang bermain bola.
Setelah itu
Vincent berseluncur di perosotan Vincent berjalan masuk. Ia ingin bermain
dengan teman-temannya yang lain tapi sepertinya mereka semua terlalu cengeng.
Apalagi beberapa masih di temani ibunya. Vincent kembali duduk di luar lalu
mendekat ke anak-anak kelas TK A, ia ingin ikut bermain juga tapi ia malu dan
bingung harus bilang apa.
“Woi!” sapa
Gio dengan senyum sumringahnya karena bolanya menggelinding ke arah Vincent.
“Tendang kesini!” teriak Gio sembari melambaikan tangannya.
Vincent
menendangnya, tapi tendangannya tak cukup jauh untuk di jangkau anak-anak TK A
jadi Gio kembali berlari ke arahnya untuk mengambil bolanya.
“Ayo main
sama aku! Nanti aku beliin bola!” bentak Vincent pada Gio.
Gio
mengerutkan keningnya. “Kamu mau main juga?” tanya Gio lalu mempersilahkan
Vincent untuk ikut bermain menggantikannya.
Vincent
ragu untuk bergabung tapi Gio sudah menyodorkan bola yang ia bawa pada Vincent.
Vincent coba mengikuti bolanya hanya sebatas di giring dan bergantian menendang
satu sama lain saling mengoper. Awalnya seru, tapi lama-lama Vincent menyadari
jika Gio tak lagi ada dalam lingkaran bola tadi.
Gio sudah
asik bermain bersama anak-anak perempuan berpura-pura sedang memasak dan jadi
pembeli. Vincent kembali mendekatinya, Vincent bingung kenapa Gio mudah sekali
dapat teman. Vincent hanya menatapnya di kejauhan ini kali pertamanya ada yang
mengajak main dan ini kali pertamanya juga melihat anak kecil lain yang bisa
begitu mudah mencari teman baru.
Dia
keren, batin
Vincent.
“Vincent…”
panggil guru yang mengajar kelas Vincent dan langsung menggandeng tangannya.
Vincent
mengikutinya sementara Gio langsung melambaikan tangan padanya dengan senyum
cerianya. Gio tiba-tiba mengintip ke kelas Vincent lalu kembali tersenyum dan
berlari ke kelasnya begitu Vincent melihatnya. Vincent masih duduk sendiri tak
memiliki teman di kanan kirinya dan Gio hanya ingin memastikan saja.
Hingga
pulang sekolah Gio masih berusaha menyapa Vincent dan ingin mengajaknya
berkenalan. Tapi Vincent sudah masuk kedalam mobilnya dan Gio hanya bisa
melambaikan tangannya saja. Gio hanya merasa iba jika Vincent tak punya teman
dan terus menyendiri. Apalagi orang tuanya sudah memberitau jika Gio harus
punya banyak teman.
***
“Mama, tadi
aku punya teman yang suka diam. Kayak gak punya teman gitu,” ucap Gio yang
langsung melaporkan kegiatan hariannya pada mamanya.
“Wah! Terus
kakak temenin gak?” tanya Anna sambil memeluk Gio.
Gio
langsung mengangguk sembari mengacungkan jempolnya. “Tadi dia di jemput mobil
bagus sekali. Tapi dia masih di play ground.”
“Oh berarti
adek kelasnya Gio ya?” tanya Anna.
“Adek
kelas?”
Anna
mengangguk. “Jadi Gio kan TK A dia play ground jadi itu kayak adeknya Gio di sekolahan,”
jelas Anna yang langsung di angguki Gio.
“Yes! Yes!
Yes! Adekku jadi banyak!” seru Gio yang begitu girang.
***
Pagi-pagi
Gio sudah datang membawa dua buah pisang. Bagi Gio yang begitu menyukai pisang
bagi Gio siapapun yang ia beri pisangnya berarti dia orang istimewa bagi Gio.
Hari ini Gio ingin memberi pisangnya pada Vincent. Gio ingin mengclaim Vincent
sebagai adiknya.
Anna jelas
tau apa yang akan Gio lakukan tapi ia juga tak bisa melarangnya. Anna suka
anaknya memiliki banyak teman dan memiliki kehidupan sosial yang baik akan
berdampak positif pada tumbuh kembang Gio kelak. Apa lagi Gio termasuk anak
yang mudah bergaul.
“Ini nanti
buat adekku,” ucap Gio dengan ceria membawa dua buah pisang di kedua genggaman
tangannya.
“Adeknya
namanya siapa?” tanya Anna sembari mengecup pipi Gio dengan gemas.
“Belum tau,
belum tanya,” jawab Gio yang sepontan membuat Anna dan Boni tertawa.
Gio
meringis mendengar mama papanya yang tertawa lalu ia turun dari mobil. Ini
masih hari keduanya di sekolah. Biasanya Anna akan mengantar hingga Gio bertemu
gurunya tapi hari ini berbeda Gio berjalan sendirian lalu berlari masuk kedalam
lalu kembali keluar mencari Vincent.
Vincent
belum datang jadi Gio memutuskan untuk menunggu di luar sampai sebuah mobil
Roll Royce berwarna hitam datang. Vincent turun dari mobil di temani papanya
tapi Gio langsung mendekat tanpa rasa takut.
“Ini!” ucap
Gio yang langsung memberi Vincent pisangnya.
Vincent
menerimanya dengan bingung lalu menatap papanya. Bian mengangkat kedua alisnya
lalu tersenyum. Bian senang Vincent memiliki teman baru.
“Ayo!” ajak
Gio yang langsung menggandeng Vincent masuk ke kelas dengan ceria. “Kamu
namanya siapa?” tanya Gio.
“Vincent.”
“Kalo aku
Gio, Kakak Gio,” ucap Gio yang langsung minta di panggil Kakak.
Vincent
mengangguk dengan pasrah. Padahal hari ini ia ingin memasang wajah angkuhnya
lagi tapi ada Gio yang begitu ceria dan langsung mau jadi temannya. Vincent
jadi merasa sangat bahagia. Bian yang melihatnya juga senang karena merasa
tidak gagal mendidik Vincent. Tapi tak berapa lama senyum Bian pudar ketika
melihat Gio keluar dari kelas Vincent dan pindah ke kelas TK A.
Bian juga
langsung melihat Vincent yang sedih karena Gio pergi setelah sempat menemaninya
sebentar di kelasnya. Tapi karena hal itu pula Bian jadi penasaran siapa Gio
yang sebenarnya.
“Ah Gio,
dia memang ceria dan suka berteman. Putra keluarga El-baz,” ucap kepala sekolah
yang menemui Bian.
“El-baz…”
ulang Bian dengan senyum sumringahnya lalu mengangguk.
Bian tak
menyangka jika semudah itu ia bertemu dengan anak dari mantan kekasihnya itu.
Tak ada hal yang lebih membuatnya bahagia selain bisa bertemu dengan Gio dan
membuka kesempatan untuk bertemu dengan Anna.
“Tiga bulan
lagi, buat pesta ulang tahun. Aku ingin mengundang semua murid di sekolah ini,”
ucap Bian pada asistennya di perjalanan pulang.