BLANTERORBITv102

Bab 03 – Apartemen Bian

Rabu, 06 September 2023

Anna kembali terjebak di apartemen Bian. Jika sebelumnya Bian mengatakan teman-temannya memiliki acara sendiri, itu bukan kebohongan. Tapi itu bukan berarti Bian akan benar-benar fokus pada Anna dan mau berpacaran sebagaimana semestinya. Bian sibuk bermain game hampir seharian dan Anna sama sekali tak di ijinkan melakukan apapun selain memperhatikannya bermain game.

“Sayang laper,” ucap Anna setelah terbangun dari tidurnya karena terlalu bosan melihat game yang Bian mainkan.

“Oke kita beli makan,” jawab Bian lalu mengambil ponselnya untuk membeli makanan delivery.

Jujur saja Anna lebih suka ketika melayani Bian diatas ranjang daripada menemaninya bermain game yang begitu membosankan ini. Bukannya Anna mesum atau hiper sex, tapi ia merasa Bian lebih mudah ia kendalikan dan jadi memiliki waktu untuk dirinya sendiri ketika kebutuhan Bian terpenuhi. Ia juga jadi bisa banyak meminta kebebasan pada Bian setelah mereka bercinta.

“Bian, kamu gak bosen kayak gini terus?” tanya Anna setelah keluar dari kamar mandi untuk cuci muka.

Bian menggeleng dengan tampang polosnya lalu kembali menepuk sofa di sampingnya, sebagai isyarat agar Anna duduk di sampingnya lagi.

“Kamu kenapa sih bisa kayak gini?” tanya Anna ambigu, meskipun seharusnya Bian paham apa maksudnya.

“Apanya yang kayak gini?” tanya Bian ingin pertanyaan Anna lebih tegas kemana arahnya.

“Ya kayak gini, labil… kadang kamu galak sampe aku takut, kadang baik banget, terus manja kayak gini. Kamu kenapa bisa kayak gini?” Anna mempertegas pertanyaannya.

Bian terdiam cukup lama sembari menatap langit-langit apartemennya lalu memejamkan matanya dan menggeleng. “Aku juga ga tau. Kamu capek ya ngadepin aku?” Bian malah membalikkan pertanyaan.

Anna menghela nafas, ia ingin mengangguk dan berteriak pada Bian meluapkan segala kekesalannya. Namun begitu ia menatap Bian yang tampak murung Anna hanya bisa menggeleng lalu memeluk Bian.

“Aku cuma sering sendirian aja, mungkin aku jadi bingung harus gimana buat jagain kamu biar ada di sampingku terus.” Bian mulai jujur meskipun ia juga tidak yakin dengan apa yang ia rasakan.

Bian belum pernah merasa seterikat ini pada perempuan lain selain Anna. Mungkin memang Anna bukan pacar pertamanya, tapi Anna adalah gadis pertama yang membuatnya bisa segila dan seposesif ini. Bian tak pernah sekeras ini mengikat orang lain untuk terus bersamanya, tapi ini bukan berarti orang-orang itu tak cukup baik untuknya. Tapi Bian merasa Anna memperlakukannya dengan cara yang berbeda.

Anna tau batasan dan bisa dengan tegas mengaturnya. Meskipun memang Anna harus mengumpulkan keberanian yang banyak untuk itu. Tapi Anna tau kemana arah yang ingin ia tuju, Anna gadis yang menarik. Ambisius, tegas, namun keibuan dan tetap lemah lembut. Sulit mendefinisikan Anna. Selain itu Anna juga selalu patuh pada Bian meskipun tetap saja ada sedikit perlawanan sebelum kepatuhannya datang.

“Kamu kan kaya, boong banget kalo kamu ngerasa sendirian. Pasti banyak yang mau sama kamu,” ucap Anna yang ingat betapa banyak gadis yang mengantri untuk Bian.

“Iya tapi mereka ada maunya,” jawab Bian lalu menghela nafasnya. “Kita nikah aja yuk! Kamu belakangan ini banyak komplain,” putus Bian tiba-tiba yang bisa dengan entengnya secara spontan mengajak menikah.

“Hus! Ngawur kamu! Aku belum mau nikah! Masih banyak mimpi yang belum aku raih, Bi.” Anna menepuk punggung Bian.

Bian tersenyum lalu melepas pelukannya dari Anna. Bian tau mimpi Anna, meskipun itu hanya sebatas mimpi sepele baginya yang sudah terlahir sebagai seorang pewaris perusahaan Griffin group. Namun mendengar cita-cita dan mimpi indah Anna tetap membuatnya senang, meskipun tak sedikitpun ia ingin mengabulkan apalagi membiarkan Anna mengabulkannya sendiri. Bian hanya suka melihat wajah Anna yang ceria dan penuh semangat saja.

“Aku masih pengen kerja, nabung, bikin rumah buat Ibu sama adekku.”

“Aku beliin deh, kamu gak usah nabung, gak usah kerja. Udah jadi istriku aja, tinggal ngangkang muasin aku, nemenin aku, suapin aku…”

“Bukannya biasanya udah gitu?!” sela Anna kesal.

“Nah iya! Itu udah latihan, tinggal praktek fullnya biar bisa hamil. Jadi kamu bisa fokus ngurus anak-anak kita sama ngurus aku doang,” ucap Bian memutuskan seenaknya.

“Nyebelin kamu ih!” komplain Anna.

Bian menghela nafas lalu mengambil ponselnya dan kling! Anna mendapat transferan mendadak dari Bian.

“Bi, ngapain transfer aku?” tanya Anna bingung dan heran dengan kekasihnya yang akan selalu mengerjakan sesuatu semaunya sendiri.

“Uang jajanmu dari aku, biar kamu gak kepikiran kerja lagi. Bisa-bisanya kamu mikir kerja sama nabung, padahal aku udah mikir mau punya anak berapa sama namanya siapa.”

“Ya siapa suruh kamu mikir gituan? Kan belum tentu kamu nikahnya sama aku juga.”

“Ya tapi aku maunya nikah sama kamu. Kalo kamu nikah sama yang lain aku bakar cowokmu!”

Anna menghela nafas dan hanya bisa geleng-geleng kepala saja. “Kamu ni suka banget ngawur ya, Bi.”

Bian tertawa melihat Anna yang frustasi menghadapinya. Bian selalu suka dengan segala perubahan ekspresi Anna. Meskipun sebenarnya apapun yang Anna lakukan selalu membuat Bian jatuh hati.

***

Melania Griffin, ibu Bian sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dari seluruh perusahaan Griffin dan Griffin group. Wanita bertangan besi dan hati sedingin es yang begitu tegas dan lincah dalam berbisnis setelah menggantikan mendiang suaminya Pitter Griffin. Wanita tangguh yang akan menghalalkan segala cara untuk memperkuat bisnisnya dan wanita ia tengah mempersiapkan Bian untuk menggantikannya kelak.

Tentunya untuk hal yang ia inginkan itu begitu sejalan dengan apa yang ia lakukan sekarang. Mendekati putri tunggal dari calon kandidat kuat calon presiden selanjutnya yang akan ia sokong demi melindungi segala yang ia miliki. Sedikit pengorbanan untuk mendapat keuntungan maksimal akan ia lakukan meskipun Bian yang jadi taruhannya kali ini.

“Ah benar, aku juga tidak terburu-buru dalam menjodohkan Bian dengan Eve. Bian masih SMA, Eve juga masih perlu menyelesaikan pendidikannya juga.” Harold begitu gugup membahas perjodohan putrinya kali ini.

Harold tak ingin mengorbankan putrinya untuk memenuhi hasrat politiknya yang begitu haus akan jabatan. Tapi tak dapat Harold pungkiri juga jika menikahkan Eve dengan Bian juga bukan pilihan yang buruk. Jabatannya hanya bertahan 5-10 tahun, kekayaannya juga tidak akan bisa melampaui kekayaan milik keluarga Griffin.

Eve bisa memiliki kehidupan yang indah dan terjamin bersama Bian, belum lagi nanti saat Eve bisa melahirkan keturunan keluarga Griffin. Pasti posisinya akan semakin kuat potensi untuk menguasai kekayaan keluarga Griffin juga pasti akan semakin terbuka.

“Aku tidak datang untuk memberikan banyak pilihan,” ucap Melania lalu menyunggingkan senyumnya. “Elektabilitasmu juga bisa bergeser sewaktu-waktu, ku harap itu tidak membuatku kecewa,” lanjut Melania lalu mengaduk teh dalam cangkirnya.

“Ak…”

“Bian adalah pemegang tongkat estafet selanjutanya. Disini Bianku memiliki kesempatan untuk memilih dan menolak atau menghancurkan sesuatu. Dia begitu mirip denganku sampai aku merinding di buatnya,” ucap Melania lalu kembali tersenyum sembari mengelus bahunya sendiri.

Harold langsung menundukkan kepalanya. “Baik Nyonya. Saya berjanji semuanya akan berjalan sebagaimana yang sudah kita rencanakan,” ucap Harold yang sudah menerima banyak posisi politik karena kedekatannya dan tawaran kerja sama yang ia lakukan dengan keluarga Griffin.

Melania bangkit dari duduknya sembari memandang rendah Harold yang sudah membuatnya kesal dengan mencoba jual mahal soal putrinya. Terlebih karena Eve yang mulai sibuk dan jadi sorotan sebagai aktivis pemerhati lingkungan dan kemanusiaan. Melania begitu kesal dengan cara Harold yang memandang Eve terlalu tinggi dan menganggap Bian tak sebanding dengannya.

Melania melangkah pergi kembali dengan kesibukan bisnisnya untuk mengatur segala hal terlebih sebentar lagi musim politik dan ia perlu banyak mengeluarkan modal untuk memiliki pion-pion untuk melindungi bisnisnya. Melania menatap tabletnya, melihat laporan terkait kedekatan Wiliam dan segala progresnya yang selalu baik.

“Sepertinya gadis ini cukup bagus sebagai teman baru Bian,” gumam Melania yang melihat kedekatan Wiliam bersama Anna yang sedang belajar bersama di perpustakaan juga di kantin yang sedang menikmati sayuran. “Bian menemukan mainan baru, biarkan saja dia bermain-main sebentar.”

***

Bian memandangi Anna yang sedang membereskan meja makan setelah mereka selesai makan siang. Anna terlihat begitu sexy dan menggoda kali ini. Kaos putihnya yang tak sengaja ketumpahan soda membuat Anna terpaksa ganti baju dengan daster rumahannya. Ini hanya daster pendek biasa meskipun memang ia akui ketika ia mengenakannya, ia terlihat jauh lebih sexy dan menggoda.

“Kamu sengaja ya pakek baju sexy gitu?” tanya Bian yang begitu mudah terpancing.

“Enggak, bajuku tinggal ini,” jawab Anna singkat lalu mencuci tangannya.

“Halah ngaku aja!”

“Ngaku gimana, Bi? Orang aku lagi mens kok, buat apa coba sengaja pakek ginian?”

Bian mengusap wajahnya dengan kesal. Ia sudah merindukan himpitan penuh kenikmatan dari surga milik Anna. Anna yang paham apa keinginan Wiliam langsung tertawa terbahak-bahak.

“Kok mens segala sih! Aku kan pengen kamu!” kesal Bian.

Anna makin terbahak-bahak, namun tak selang lama ia terdiam dan mendesir kesakitan karena kram perut.

“Sukurin!” ketus Bian namun tetap menolong Anna dan menggendongnya ke kamar.

“Makasih, Sayang…” lirih Anna lalu meringkuk kesakitan sambil memegangi perutnya.

“Kamu kalo mens kesakitan mulu, aku kasian. Besok aku hamilin aja ya biar ga sakit gini…”

“Bian!” 




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.