Bab 14 – Boling
Eve ikut
Jefri, Artur dan Maxim menghabiskan waktu sembari membicarakan Bian di tempat
bermain boling di mall. Eve senang mendapat sambutan begitu hangat dari
teman-teman Bian. Mereka juga mengajak pasangan masing-masing jadi Eve bisa lebih
nyaman berbincang bersama mereka.
“Bian gak
sedingin itu kok, dia cuma kayak gitu kalo belum akrab aja.”
Eve
mengangguk mencoba memahami Bian dari cerita Maxim.
“Kalian
udah ketemu berapa kali?” tanya Jefri.
Eve
terdiam, mengerutkan keningnya menghitung jumlah pertemuannya bersama Bian.
“Baru 3 kali sih yang resmi,” ucap Eve.
“Masih
belum deket itu,” saut Artur lalu bangkit dari duduknya mendekat pacarnya untuk
kembali bermain boling.
Maxim dan
Jefri mengangguk setuju, sementara Eve hanya meringis mendengarnya.
“Oi! OKB
kesini juga nih!” sapa Jefri sembari menarik Boni untuk ikut bersamanya secara
paksa.
Boni kurang
suka dekat-dekat dengan Jefri dan yang lainnya. Ia sudah muak disuruh-suruh di
sekolah dan di pandang rendah di tiap pertemuan. Boni hanya ingin menikmati
akhir pekannya dengan tenang. Tempat boling ini juga miliknya dan ia jadi
merasa tidak nyaman di tempatnya sendiri.
Tapi belum
sempat Jefri dan gengnya mengganggu Boni tiba-tiba Bian dan Anna lewat dengan
santainya memesan eskrim di dekat tempat boling. Semua orang langsung diam dan
tampak canggung melihat Bian yang membawa belanjaan sembari menggenggam tangan
Anna. Semua coba mengalihkan pandangan tapi sial Eve sudah melihat Bian dan
Anna duluan.
Keterkejutan
dan ketegangan di antara mereka semakin menjadi ketika Anna membawa dompet dan
ponsel Bian sambil membayar eskrim yang ia pesan. Begitu Anna menerima
eskrimnya, Bian juga langsung membuka mulut minta di suapi dan keduanya tak
terlihat membeli eskrim lagi. Benar-benar hanya satu eskrim yang di bagi dua
saja.
“Kak Bian!”
panggil Eve sedikit berteriak lalu berlari mendekat pada Bian.
Bian
menoleh bersamaan dengan Anna. Bian mengeratkan genggaman tangannya dengan Anna
sambil mengerutkan keningnya. Bian tampak tidak suka bertemu Eve disaat seperti
ini.
“Bi…” lirih
Anna sembari mencoba melepaskan genggaman tangan Bian.
“Hai, aku
Anna. Aku teman sekolah Bian,” ucap Anna sembari mengulurkan tangan untuk
berkenalan dengan Eve.
Eve
tersenyum getir. “Eve,” jawab Eve singkat memperkenalkan diri.
Bian
kembali menggenggam tangan Anna namun Anna langsung menampiknya.
“Kak Bian
ngapain disini?” tanya Eve yang sudah begitu sesak melihat calon suaminya jalan
dengan wanita lain.
“Hai Bian!”
sapa Jefri seiring dengan teman-teman yang lain ikut melambaikan tangan pada
Bian.
Bian
menatap Anna seolah meminta ijin, Anna tersenyum lalu mengangguk pelan memberi
ijin. Eve menatap Anna dengan curiga dan penuh selidik.
“Aku tidak
tau kalian mengundang lalat juga,” sindir Bian pada Boni yang duduk dalam meja
yang sama dengan teman-temannya sembari meletakkan belanjaannya di meja.
Anna
mengambil belanjaannya di atas meja bersiap ikut pergi seperti Boni yang di
usir. Tapi Bian langsung menahannya.
“Tidak aku
bercanda,” ucap Bian lalu meringis seolah takut pada Anna atas perkataan
ketusnya barusan.
Eve
benar-benar merasa sesak melihat perlakuan Bian yang begitu berbeda pada Anna.
Bahkan saat duduk Bian juga terlihat beberapa kali merangkul Anna meskipun ia
juga buru-buru menjaga sikapnya.
“Kak Bian,
Kak Anna ini siapamu?” tanya Eve terus terang.
Suasana
seketika jadi hening dan mencekam. Boni yang tak ada sangkut pautnya juga ikut
deg-degan menunggu Bian buka suara. Tapi dari itu semua Boni merasa tidak enak
hati dengan Anna karena apapun jawabannya Anna tetap menjadi korban.
“Kan tadi
sudah kujawab, aku temannya Bian,” jawab Anna mewakili Bian.
Eve
menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. “Siapa nama margamu? Aku bahkan tidak
melihatmu menghadiri pesta…”
“Eve, kamu
mau tau apa?” tanya Bian dengan dingin dan pandangan yang tajam.
“Kak Bian
udah kasih tau ke Kak Anna kan kalo kita dijodohin secara resmi?” tanya Eve
berusaha menyudutkan Anna.
Anna
tersenyum lalu mengangguk, Eve benar-benar kesal dengan Anna yang terus berani
menjawabnya. Eve kesal keramahannya selama ini membuat orang-orang kelas bawah
merasa setara dengannya. Tapi Eve harus bersabar dan menahan diri sekarang ini,
Bian adalah miliknya dan bagi Eve, Anna adalah perusak hubungannya.
Bian
mendengus pelan. “Jika hanya itu yang ingin kau katakan aku mau pergi,” ucap
Bian lalu bangkit dari duduknya membawa belanjaannya lagi juga menggandeng Anna
yang terus di sudutkan.
“Kak Bian,
kamu belum jawab aku,” tahan Eve.
“Apa lagi?
Anna sudah menjawabmu kurang apa lagi?”
“Aku ingin
jawabanmu, jawaban yang keluar dari mulutmu sendiri!” Eve berkeras.
Bian
menghela nafas kesal dengan sikap Eve yang kekanak-kanakan dan membuatnya
merasa tidak nyaman. “Anna pac…”
“Bian…”
lirih Anna sembari menggoyangkan tangan Bian.
“Aku mau
pulang, kalian ini mengganggu akhir pekanku saja!” omel Bian mengalihkan
pembicaraan sembari menggandeng Anna yang lebih terkesan menyeretnya.
“Tanggal
berapa sekarang?” tanya Jefri.
“Tanggal
16,” saut Artur.
Semua
langsung mengangguk, seolah sudah tau kegiatan apa yang biasa Bian lakukan di
tanggal ini. Eve bangkit dari duduknya nafasnya sudah begitu sesak, kepalanya
juga terasa berputar hingga ia merasa mual setelah melihat Bian yang lebih
mementingkan Anna daripada dirinya. Bahkan Bian tak menjawab pertanyaannya
dengan lantang, selantang saat ia mengalihkan pembicaraan.
***
Untuk
pertama kali dalam hidup Eve, ia muntah di mobilnya sendiri ketika dalam
perjalanan pulang. Begitu ia sampai di rumahnya ia juga buru-buru berlari ke
kamar mandi yang ada di dekat garasi. Memuntahkan semua isi perutnya begitu mual
dan muak melihat kebohongan Bian hingga tubuhnya gemetar.
Pelayan di
rumah berlarian mendekati Eve berusaha membantunya. Ada yang membawakan handuk
kimono, ada juga yang sudah siap dengan air hangat dan minyak kayu putih. Namun
Eve memilih langsung pergi ke kamarnya dan mengurung diri disana setelah
melepas pakaiannya dan mengenakan handuk kimononya.
“Kak Bian…”
lirih Eve yang mulai menangis.
Saat itu
juga Eve sadar perjodohan kali ini tidak akan mudah. Bahkan ketika ia
kesana-kemari menanyakan soal Bian mencari tau soal calonnya itu. Bian ternyata
disibukkan dengan wanita lain. Sikap dingin dan cuek Bian juga ternyata bukan
karena ia tak dekat dengannya, tapi karena ada hati lain yang harus ia jaga. Tapi
kenapa Bian mau dengan perjodohan ini, Eve tidak paham.
Eve hanya
bisa menangis, lalu ia bangun dan buru-buru ke toilet lagi untuk muntah
kesekian kalinya. Gerdnya kambuh seketika, tenggorokannya panas, dadanya juga
terasa sesak setelah memuntahkan asam lambungnya yang terasa pahit dan
menjijikkan. Ini sangat menyakitkan, baik untuk hatinya yang tengah kasmaran
atau untuk badannya secara harfiah.
Eve
memandangi wajahnya dengan matanya yang berkaca-kaca setelah selesai muntah di
depan cermin. Penampilannya berantakan, ia mengusap wajahnya dengan air lalu
merapikan rambutnya. Ia cantik, jauh lebih cantik dari Anna yang pucat dan
terlihat banyak memar di bahu, leher hingga dadanya, pikir Eve.
Namun saat
ia merapikan rambutnya, seketika ia menyadari jika perempuan berambut hitam
natural yang Bian maksud sebagai seleranya adalah Anna. Eve terdiam begitu
kaget dan terpukul. Bian mencoba merubahnya menjadi Anna, meskipun Bian tak
memaksa dan Eve yang melakukannya atas kemauannya sendiri.
Tiba-tiba
Eve merasa pusing dan beputar. Badannya gemetar mengingat cincin berlian yang
melingkar dengan indah di jemari Anna dan sebuah cincin polos yang ada pada
jemari Bian barusan. Eve menolak jawaban Anna yang mengatakan jika ia dan Bian
hanya teman sekolah biasa. Eve kembali menangis tersedu-sedu. Lalu saat ia
membuka ponselnya dan melihat postingan Bian terbaru juga beberapa postingan
lain yang masuk kedalam high light instagramnya. Eve mulai menyadari jika Bian
nyaris selalu membeli sesuatu dalam ukuran besar atau porsi berdua, meskipun
tak pernah menunjukkan dengan siapa ia pergi.
“Akhirnya
hadiahku yang agung! Iga panggang!” ucap Bian yang menyoroti iga yang
sedang di panggang di dapurnya yang bahkan belum tersaji. “Enggak, kamu aja
sayurnya capek aku jadi kambing mulu!” lanjut Bian yang menyoroti panci
berisi sop daging dan terlihat jelas jika ia tak sendiri dan sedang bicara
dengan orang lain.
Eve
membelalakkan matanya. Namun saat ia hendak melihat postingan Bian lagi, ia
sudah menghapusnya dan mengganti dengan foto iga panggangnya dengan stiker hati
yang terlihat alay dan jauh dari kata berkelas. Saat Eve melihat high light
berjudul Makanan milik Bian juga beberapa kali ia terdengar bicara
dengan suara yang ceria dan asyik.
Eve sudah
menebak jika Bian bersama Anna, tapi ia terus coba menyangkalnya karena
menganggap Anna tak sebanding dengan dirinya apalagi Bian. [Next]