Bab 61 – Pengakuan
Anna
pelan-pelan memindahkan pakaian milik anak-anaknya juga pakaiannya ke
apartemennya. Anna juga memesan banyak peralatan memasak baru dan mengisi
bumbu-bumbu dapur juga kotak obat. Boni tak lagi bicara dengannya dan hanya sebatas
anak-anak saja. Menunggu hasil tes lebih lama daripada yang Anna bayangkan.
Hubungan
Boni dan Bela juga sudah kandas begitu Anna tau semuanya. Tapi rasanya hanya
sebatas putus saja tetap tak bisa menyembuhkan rasa sakit karena pengkhianatan
yang Boni lakukan. Terlebih Boni bilang jika ia berpacaran dengan Bela sejak
Anna masih hamil juga.
Sampai
akhirnya hari yang sudah di tunggu-tunggu tiba. Surat keterangan dari dokter
terkait pemeriksaan kesehatan Boni muncul. Keluarga Anna dan Boni sama-sama
sedang berkumpul hari itu di rumah sekaligus merayakan ulang tahin Gio yang ke
6 sebelum akhirnya masuk SD.
Semua
menginap seperti biasanya dan Anna sudah tampak sangat kecewa dengan hasil
pemeriksaan suaminya yang positif terpapar sifilis. Anna mengumpulkan seluruh
keluarga besar setelah Gio pergi bersama Lidia ke minimarket.
“Ibu, Ayah.
Boni minta maaf, Boni kena Sifilis.”
Semua orang
benar-benar terkejut mendengar pengakuan Boni.
“Kok
bisa?!” tanya Devi yang benar-benar kaget dengan apa yang di katakan putranya.
“B-Boni
punya selingkuhan waktu Anna lagi hamil…”
Devi
langsung menangis histeris begitu mendengar pengakuan putranya. Anna
menundukkan kepalanya dan menangis dalam diam.
“T-terus
Anna gimana? Anak-anak gimana?!” tanya Erwin tak kalah kagetnya dengan orang
tua Boni.
“Boni udah
lama gak intim sama Anna, Yah. Semoga Anna sama anak-anak gapapa.”
Erwin hanya
bisa geleng-geleng kepala sembari mengusap wajahnya. Anna menghela nafas lalu
menghubungi Lidia memintanya membawa Gio pulang ke rumah orang tuanya.
“Aku ga
bisa sama suamiku lagi, aku butuh waktu buat berpikir dan menenangkan diri,”
ucap Anna lalu masuk ke kamar dan mengambil kopernya juga menggendong Hana yang
terlelap.
Semua
benar-benar syok dan terpukul dengan pengakuan Boni yang begitu mendadak.
Kehidupan Anna dan Boni yang begitu harmonis dan indah selama ini ternyata
menyimpan duri yang begitu besar di dalamnya. Erwin dan Tania jelas dengan
senang hati mengambil Anna dan kedua cucunya kembali. Sementara Boni diamuk
habis-habisan oleh orang tuanya yang kecewa karena perbuatannya.
***
“Mama
kenapa sedih? Papa gak ikut kesini?” tanya Gio yang tidur bersama Mama dan
adiknya.
Anna
tersenyum lalu menggeleng. “Papa lagi ada urusan, jadi ga bisa kesini,” jawab
Anna lembut.
Gio
mengangguk lalu memeluk Mamanya sejenak sebelum mencium adiknya yang sedang
nenen.
“Aku senang
bisa bikin acara ulang tahun, terimakasih ya Mama,” ucap Gio lalu mencium
mamanya.
“Iya
Sayang, sama-sama. Maaf ya pestanya gak bisa besar,” lirih Anna.
Gio
mengangguk. “Tidak papa, besok kan kita gantinya kasih jajan buat teman-teman
di sekolah. Aku senang berbagi, aku gak sabar berbagi besok!” ucap Gio yang
begitu ceria.
Anna
tersenyum lalu mengangguk. “Kak, kalo kita rumahnya pindah mau gak?” tanya Anna
lembut.
“Pindah
dimana?”
“Mama punya
apartemen bagus, hadiah dari Papanya Vincent.”
“Wah! Aku
mau!” seru Gio semangat.
“Nanti Mama
siapin semuanya dulu ya, terus kita pindah kesana,” ucap Anna lembut lalu
mengecup kening Gio.
“Nanti
Vincent bisa main kesana juga dong?” tanya Gio antusias.
Anna
langsung mengangguk dan kembali tersenyum. Anna benar-benar tak tega melihat
wajah polos dan ceria anaknya akan berubah jadi pemurung dan penuh kesedihan
karena keegoisan suaminya. Anna tak ingin menyakiti hati anak-anaknya, tapi disisi
lain kepercayaannya sudah di ciderai. Anna ingin kembali dan memperbaiki
semuanya, tapi di sisi lain hatinya sudah tak bisa menerima semuanya.
***
Bian
memikirkan untuk pindah ke Swis bersama Vincent setelah putranya lulus TK
nanti. Bian tak pernah dapat kabar soal rumah tangga Anna selain kabar bahagia
dan harmonis soal hubungannya dengan Boni. Harapan Bian untuk mendekati Anna
juga perlahan pupus dan Bian sangat memerlukan waktu untuk menyembuhkan rasa
sakit hatinya.
“Kalo kita
pindah apa aku bisa ketemu Kakak Gio?” tanya Vincent sambil bersiap tidur di
samping Bian.
Bian
mengangguk sambil tersenyum. “Bisa kalo libur, kalo bikin acara ulang tahun.
Nanti kita undang Kak Gio.”
“Mama
gimana?” tanya Vincent yang masih belum tau jika orang tuanya sudah bercerai.
“Aku harus bilang Mama kalo mau pergi jauh, nanti kasian Mama cariin aku
bingung,” ucap Vincent lalu memeluk papanya.
“Papa sama
Mama sudah bercerai, sudah gak bareng lagi. Jadi Mama gak bakal cariin kita,”
ucap Bian sambil berusaha tersenyum dan terlihat baik-baik saja.
“Hah?!
Kenapa?” tanya Vincent kaget.
“Em…masalah
orang dewasa…”
“Apa karena
aku?” tanya Vincent merasa bersalah dengan mata berkaca-kaca.
“Bukan!
Yahh…Papa sama Mama udah gak cocok lagi. Vin gak salah apa-apa.”
Vincent
tetap menangis dan merasa bersalah. Perasaan Vincent begitu campur aduk, ia
sedih, bingung, merasa bersalah, semuanya jadi satu. Masalah sekompleks dan
serumit ini yang coba ia mengerti dan telaah di usianya yang baru genap 6
tahun.
Gio
satu-satunya teman dan sahabatnya sibuk dengan kehidupan barunya bersama adik
barunya. Sekarang mamanya yang selalu ia harapkan bisa pulang dan kembali
bersama seperti keluarga Gio juga memilih meninggalkannya. Vincent merasa jadi
anak paling sedih dan ditinggalkan. Hanya Papanya yang tak meninggalkannya dan
sekarang Vincent jadi takut jika Papanya juga meninggalkannya.
“Kenapa
kita tidak bisa bareng sama Mama? Kenapa kita tidak bisa seperti keluarganya
Kak Gio?” tanya Vincent disela tangisnya yang mengungkapkan kecemburuan dan
rasa irinya pada Gio.
***
Berbeda
dari hari yang biasanya pagi ini Gio menyambut Vincent. Jika Gio menyambut
Vincent di pagi hari sudah jelas pasti akan ada sesuatu yang di sampaikan Gio
padanya. Gio tak sabar memberitau Vincent soal tempat tinggal barunya yang
lebih keren dari sebelumnya yang ia sebut sebagai tempat menenangkan diri.
“Iya aku
mau pindah sama Mamaku,” ucap Gio yang mendatangi Vincent di mobilnya.
Bian yang
mendengar ucapan Gio langsung membelalakkan matanya kaget. Kemana lagi Anna
akan pergi, pikir Bian.
“Jauh
tidak?” tanya Vincent.
“Tidak,
kata Mama, Papamu tau tempatnya dimana.”
“Wah keren
pasti!”
Bian
mengerutkan keningnya. Dimana tempat yang ia tau yang akan di tinggali Anna?
pikir Bian bertanya-tanya.
“Nanti kalo
semuanya sudah siap kita main kesana ya, Hana juga sudah bisa duduk.”
Gio terus
bercerita sementara Vincent mengikutinya sambil mendengarkan dengan seksama.
Rasanya Bian ingin ikut menguping dan masuk dalam circle pertemanan Gio
dan Vincent jika obrolannya semenarik itu. Tapi jelas Bian akan sangat mencolok
jika nekat ikut kesana.
“Kenapa
tidak nanti saja?”
“Nanti aku
masih di rumah Opaku, Mama masih sibuk jadi kita nanti tidak bisa main kayak
dulu itu loh.”
Vincent
mengangguk saja nurut dengan apa yang Gio katakan.