Bab 58 – Berpisah
Eve
menangis pergi meninggalkan keluarga kecilnya malam itu. Tak ada tempat yang
ingin ia tuju selain vilanya yang begitu jauh di Raja Ampat. Eve menaiki
penerbangan menuju vilanya sendirian. Tak ada yang lebih menyakitkan baginya selain
memutuskan perceraiannya ini. Belum lagi tepat keesokan harinya Andy kembali
membuat kehebohan dengan mengumbar kedekatannya dulu pada NBC untuk melakukan
wawancara exclusive.
Eve
benar-benar di hantam dari segala sisi. Suami yang tak mencintainya,
hubungannya yang buruk dengan putranya sendiri, orang tuanya yang jadi
membencinya, karirnya yang berantakan, dan semua meninggalkannya begitu saja.
Untuk pertama kalinya juga Eve merasa iri pada Anna dan mengakui jika ia iri
pada apa yang di miliki perempuan sederhana yang lemah itu.
“Eve…”
panggil Felix yang datang mencari Eve setelah beberapa hari kabar pemberitaan
soal Eve mencuat dimana-mana dan Eve yang hilang begitu saja.
Eve
terlonjak kaget mendengar ada yang mencarinya. Eve langsung membuka pintu
kamarnya dan mendapati Felix yang berdiri di depan pintu kamarnya. Eve sedikit
kecewa, ia berharap jika Bian yang datang menemuinya bukan Felix.
“Aku hanya
ingin memastikan kamu baik-baik saja…” ucap Felix canggung.
Eve menatap
Felix sejenak lalu kembali masuk ke kamarnya. Felix diam menunggu Eve membuka
pintu kembali. Cukup lama, berjam-jam Felix menunggu di depan pintu dan Eve
lebih memilih untuk diam di kamarnya.
“Eve, apa
masalah ini karena aku?” tanya Felix setelah lama diam.
“Kamu masih
disana?” tanya Eve.
“Aku mau
disini nemenin kamu sampai kamu happy lagi. Sampai kamu gak sedih lagi.”
“Kenapa?”
“Aku merasa
bersalah…”
“Ini bukan
kesalahanmu, kalo kamu salah aku juga sudah memaafkanmu. Pulanglah, aku
baik-baik saja.”
Felix diam
Eve juga kembali diam. Felix hanya ingin terus bersama Eve cinta pertamanya
yang selalu membuatnya berdebar hanya dengan melihat rambut dan punggungnya
saat disekolah dulu. Eve yang ceria dengan aura positifnya, Eve yang selalu
ceria dan penuh dengan kegembiraan.
“Aku
menyukaimu dari dulu, kamu inget vlog yang aku tunjukin ke kamu waktu kita
berkuda? Aku berharap kita bisa kayak gitu. Aku memikirkan bagaimana kalau kita
hidup sebagai pasangan dan punya anak? Tapi kamu udah nikah, kamu juga langsung
pergi waktu itu. Jadi aku mikir kamu benci aku dan jijik sama pembicaraan waktu
itu.”
Eve menatap
pintu begitu mendengarkan ucapan Felix. Ia merasa semuanya begitu runyam
sekarang, tapi setidaknya ia jadi mengerti kalau Felix tidak menyukai Anna.
“Aku senang
bisa menghabiskan waktu denganmu, aku belajar, aku bekerja keras selama ini
sampai aku jadi dokter. Aku berharap bisa sedikit layak untuk bersanding
denganmu,” ucap Felix mengutarakan perasaannya. “Dulu aku cuma anak cupu, kutu
buku miskin, kamu bersinar begitu terang. Aku berpikir sudah cukup kuat dan
kaya buat kamu. Tapi suamimu Bian Griffin, dia sudah lebih dari di atas awan.
Aku hanya bisa jadi fansmu dan terus begitu. Sampai hari dimana kita ketemu,
aku senang dan merasa beruntung kita bisa menghabiskan waktu bersama.”
Eve
memegangi gagang pintu kamarnya perasaannya begitu campur aduk mendengar
pengakuan Felix.
“Kamu tau
gak aku jual mobilku biar berita kita gak di up lagi, aku takut sekali kalo
kamu terus tersudut. Aku khawatir soal rumah tanggamu, anakmu, reputasi
keluargamu. Aku terus bertanya-tanya gimana keadaanmu setelah semua masalah
yang ada di media. Aku memikirkan apa kita bisa bersenang-senang lagi. Apa kita
bisa pergi jalan-jalan lagi? Kamu tau gak aku takut kuda, aku belajar naik kuda
biar bisa ngikutin hobimu.”
Eve membuka
pintu kamarnya, Felix langsung bangun dari duduknya dengan senyum sumringahnya.
“A-aku bawa
ramen instan! Ayo makan!” ajak Felix mengalihkan pembicaraan.
Eve
tersenyum lalu mengangguk dan tertawa sambil memeluk Felix.
“Ayo kita
bersenang-senang, ayo kita hadapi semuanya. Aku bisa bersembunyi kalo kamu gak
mau semua ketauan, aku bisa singkirin Andy kalo kamu mau. Gunakan aku Eve, aku
ada di pihakmu. Selamanya aku akan ada di pihakmu. Menangislah, marahlah,
tertawalah, aku akan terus bersamamu. Aku akan bekerja lebih keras lagi agar
bisa sebanding denganmu,” ucap Felix sambil mengeratkan pelukannya pada Eve
yang membuatnya kembali menangis.
***
Bian
mengerahkan orangnya untuk mencari Andy dan Lusi istrinya. Bian begitu muak
pada Andy yang terus menjual kisahnya yang semakin hari semakin kurang ajar
menyebar ceritanya dengan Eve. Bian marah pada Eve yang merusak makam anak
pertamanya, tapi setelah ia bicara pada Anna dan memutuskan untuk memperbaiki
semuanya sebisanya saja. Bian sudah tidak marah lagi.
Bian memang
tak mencintai Eve sebesar ia mencintai Anna. Tapi melihat Eve yang terus di
sudutkan ia begitu benci akan hal itu juga. Eve masih menjadi istrinya,
setidaknya pengadilan belum memutuskan jika mereka resmi bercerai. Selain itu
Bian juga tak mau jika Vincent menanggung malu atau jadi bahan bullyan atas
kasus ini.
“Bunuh,
mulutnya sudah terlalu berani melewati batasan,” ucap Bian begitu melihat Andy
dan Lusi yang sedang hamil ada di hadapannya bersimpuh memohon ampun padanya.
“Harusnya kamu tau berurusan dengan siapa sebelum membuat kekacauan ini,”
lanjut Bian lalu menjauh dari Andy dan Lusi yang sudah terlalu berlebihan
padanya.
Bian juga
langsung memerintahkan timnya untuk menghapus semua berita soal Eve dan hanya
menyisakan soal berita tentang pernikahannya dan kelahiran Vincent saja. Bian
juga melakukan banned otomatis pada seluruh sosial media yang berani
menyinggung soal Eve.
“Kenapa
harus sejauh ini?” tanya Melania yang sedikit kecewa dengan apa yang Bian
lakukan.
“Eve ibunya
Vincent, mau bagaimanapun dia sudah sangat berjasa untuk kehidupanku dan
anakku. Aku tidak bisa membalas cintanya dengan baik, jadi aku ingin
memperbaiki namanya,” jawab Bian yang sadar akan kesalahannya.
“Lalu
setelah ini apa?”
“Aku akan
bercerai, membiarkannya hidup seperti dulu dan aku juga akan memulai hidupku
lagi bersama Vincent.”
“Apa kamu
masih suka Anna?”
Bian
mengangguk. “Tapi aku tidak ingin memaksakan diri lagi,” jawab Bian lalu
bersiap menjemput Vincent di sekolah.
Melania
hanya diam memandangi Bian yang pergi meninggalkannya untuk menjemput cucunya.
Melania memandangi taman belakang yang masih dalam proses perbaikan. Bunga
belum tumbuh dengan baik di tengahnya. Ia menyadari hidupnya terlalu singkat
untuk terus mengatur Bian dan membuatnya terkekang.
“Anna…”
gumam Melania sembari menatap taman belakang yang jelas ia tau ada apa disana.