BLANTERORBITv102

Bab 04 – Boni

Rabu, 06 September 2023

Erwin sampai di desa sesuai alamat milik Miranda. Ia juga sudah memastikan beberapa kali ke berbagai instansi tempatnya menemukan alamat mantan istrinya itu. Namun untuk yang kesekian kalinya ia akan selalu menemukan jika rumah yang di tinggali mantan istrinya itu sudah kosong dan di sewakan kembali.

Erwin tersenyum getir melihat sisa box hadiahnya yang terbakar di sekitar tempat sampah di depan rumah. Ia menyesal sudah begitu buruk pada Miranda dan kedua putrinya. Erwin tau posisinya dalam politik saat ini memang kurang baik dan strategis. Jika ia ketahuan memiliki istri dan anak sebelum dengan pernikahannya yang sekarang juga akan memperburuk kondisinya.

Tapi Erwin sudah tidak mengejar jabatan lagi. Rumah tangganya bersama Tania begitu rumit, terlebih Tania juga tak bisa memberi keturunan. Sudah beberapa tahun ini Erwin terus mencari Miranda. Ia ingin bertemu anak-anaknya dan menebus kesalahannya, tidak lebih dari itu.

“Sudah pindah Pak, kemarin baru aja pindah. Anaknya si Anna kan juga sekarang sekolah di kota. Mungkin ikut pindah ke kota juga,” ucap pemilik kontrakan yang mengira Erwin datang untuk menyewa rumahnya.

“Oh ya?!” kaget Erwin yang baru menerima kabar soal Anna.

“Iya, dapet beasiswa Griffin Scholarship katanya. Dulu sempat syukuran, anak saya juga mau masuk kesana tapi ga keterima,” jawab si pemilik kontrakan yang malah sekalian curhat pada Erwin.

Erwin meringis mendengarnya lalu mengangguk dan buru-buru pamit. Sekarang ia tau kemana harus mencari anaknya. Erwin begitu senang mendapat kabar putri sulungnya yang mendapat beasiswa. Pencariannya akan jauh lebih mudah sekarang.

Jika Miranda tak mengganti namanya dan akte kelahiran kedua putrinya. Pasti ia akan lebih mudah menemukan Anna sekarang.

***

“Anna! Dicari Bian!” panggil Boni yang baru masuk kedalam kelas elit karena kekayaan orang tuanya yang tiba-tiba meningkat.

“Iya sebentar!” saut Anna lalu merapikan barang-barangnya.

“Lu tu bisa agak cepet ga sih kalo di cari Bian?” tanya Boni yang muak selalu menunggu Anna setiap Bian menyuruhnya memanggil Anna yang status ekonominya jauh di bawah keluarganya.

Anna menatap Boni bingung, Anna merasa sudah jauh lebih cepat dan sigap daripada sebelumnya. Anna juga merasa tak berbuat salah apapun pada Boni hingga Boni berhak berkata begitu ketus padanya.

“Lu tu sengaja apa gimana sih? Lu tau gak tiap gue disuruh-suruh ama Bian manggilin elu malunya bukan main. Elu sadar gak kalo lu cuma gembel yang dapet sedekah dari keluarga Griffin? Lu makn hari makin ngelunjak!”

Anna hanya bisa diam sambil memalingkan wajahnya begitu kaget dengan perkataan Boni yang begitu menyinggungnya. Anna kembali duduk lalu mengambil ponselnya.

“Udah kamu pergi aja, aku udah bilang sama Bian. Maaf bikin kamu malu, toh aku juga gak nyuruh kamu buat nungguin aku.” Anna coba membela dirinya meskipun matanya sudah berkaca-kaca.

“Lu sadar gak, kalo lu keras kepala dan sok jual mahal imbasnya ke orang-orang yang disuruh Bian! Kenapa sih lu nyebelin banget jadi cewek. Ga bisa liat kehidupan orang lain tenang, udah miskin, keras kepala, gak tau diri. Di baikin dikit pasti langsung ngelunjak, pantes kalo gak ada yang suka sama lo!” ketus Boni sembari menempeleng kepala Anna.

Beberapa orang di kelas Anna hanya melihat dan mendengarkan ucapan Boni dan seolah mengamini apa yang ia katakan. Mereka juga benci pada Anna yang berasal dari kelas bawah lalu langsung memotong arus dan mendekati Bian. Sementara mereka yang dari keluarga terpandang tak bisa dekat dengan Bian, jangankan dekat sebatas menyapa saja sulit rasanya.

“Kenapa? Nangis lu?” Boni kembali memukul kepala Anna dengan buku paket yang ada di sampingnya.

Anna memegang kepalanya sembari menatap Boni dengan airmata yang sudah berlinangan. Bian memang kasar dan sering ketus padanya. Tapi bahkan Bian tak pernah memukulnya dan sengaja mempermalukannya begini.

Sorry, kepalamu keras banget ku kira gak kerasa!” ucap Boni lalu keluar dari kelas Anna. “Bian!” kaget Boni yang melihat Bian datang sendiri untuk mencari Anna.

Boni sudah langsung keringat dingin khawatir jika apa yang ia lakukan tadi pada Anna terlebih semua orang juga melihat apa yang ia lakukan. Boni begitu merasa menyesal sekarang, padahal ia hanya perlu menunggu Anna sebentar dan tak perlu marah hingga meluapkan segala kekesalannya. Toh jika Boni pikir kembali meskipun Anna menyebalkan tapi ia juga tak cukup kuat untuk melawan Bian hingga mau jadi pesuruhnya.

“Kamu kenapa?” tanya Bian yang melihat Anna berlinangan airmata dengan khawatir dan emosi yang sudah langsung tersulut.

Semua orang langsung hening begitu Bian bertanya pada Anna. Semua deg-degan menunggu jawaban Anna yang punya kesempatan emas untuk menghancurkan Boni.

“Perutku masih sakit, Bi. Keram lagi,” jawab Anna menutupi apa yang Boni lakukan sembari menggenggam tangan Bian menariknya untuk duduk bersamanya.

“Ish! Kamu sih disuruh minum obat ngeyel!” omel Bian yang mengkhawatirkan Anna.

Anna mengangguk lalu memejamkan matanya sebelum ia jatuh pingsan karena kepalanya yang terasa begitu pusing setelah Boni memukulnya dengan keras barusan.

***

Boni benar-benar di hantui rasa bersalah dan rasa takut atas pembalasan Bian. Entah apa yang akan Bian lakukan nantinya jika tau Boni memukul dan memaki Anna. Belum lagi ia hanya seorang OKB yang masuk kedalam sekolah elit ini.

Boni melihat di kejauhan masih banyak orang yang mengerubungi UKS. Mungkin memang Anna tidak melapor pada Bian, tapi ia juga tak bisa memastikan kalau tak ada penjilat lain yang akan melapor pada Bian. Jefri teman satu geng Bian menatapnya dengan senyum yang sudah tersungging di sudut bibirnya. Jefri sudah tau jika Boni adalah tersangka utama saat ini.

Tapi Bian masih belum melakukan pergerakan apapun. Bahkan setelah Anna siuman sekalipun, masih belum ada tanda-tanda jika Bian akan menghajarnya atau hal lain yang lebih mengerikan. Bian masih diam dan anteng-anteng saja menemani Anna hingga bel masuk berbunyi.

Boni seketika di jauhi teman-temannya. Tak ada yang mau berurusan dan terkena masalah dengan Bian jika dekat-dekat dengan Boni. Mereka memang ingin dekat dengan Bian dan masuk kedalam lingkaran pertemanannya tapi tidak dengan memanfaatkan kejadian ini yang mungkin malah membawa dampak buruk.

“Ijin ke toilet, Pak!” ucap Boni mencari kesempatan untuk pergi ke UKS menemui Anna.

Anna masih terbaring lemah lalu menatap Boni yang membuka tirai di UKS.

“Kamu gak usah khawatir Boni, aku gak bakal ngaduin kamu ke Bian. Aku juga udah bilang ke Bian buat gak suruh kamu buat manggilin aku. Aku janji Bian gak bakal ganggu kamu lagi, maaf ya ngerepotin kamu,” lirih Anna lalu memalingkan wajahnya.

Boni terdiam begitu kaget dengan apa yang Anna katakan. Anna bisa saja mengadukannya, Anna juga bisa memanfaatkan posisinya yang begitu strategis untuk menghancurkan hidup orang lain. Tapi Anna memilih tidak.

“Kenapa?” hanya kata-kata itu yang bisa meluncur dari mulut Boni.

“Bentar lagi kita lulus, kamu pengen banget jadi atlet basket. Aku gak mau perjalananmu sia-sia cuma karena aku.”

Boni merasa begitu tertampar dengan jawaban Anna. Anna jauh lebih baik daripada yang ia kira. Ia benar-benar tak menyangka Anna memilih untuk melindunginya disaat banyak orang yang ingin menjatuhkannya sejatuh-jatuhnya.

“Maaf…”

“Sana balik ke kelas,” usir Anna yang tak mau berlama-lama bersama Boni lalu meringkuk sambil memegangi selimutnya.

Boni berjalan keluar dari UKS menuju kelasnya. Ia merasa begitu malu sekarang. Anna bahkan masih memikirkan nasipnya disaat banyak orang berharap ia akan hancur dan terpuruk. 




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.