Bab 68 – Cincin
Malam ini
Anna dan anak-anaknya menginap di rumah keluarga Griffin. Gio dan Vincent tidur
sekamar sementara Hana juga memaksa ingin ikut bergabung dengan kakak-kakaknya.
Jadi Bian kembali mengeluarkan tempat tidur lama milik Vincent kembali dan
meletakkannya di kamar Vincent agar Hana bisa tidur sekamar dengan Kakaknya.
Untuk
pertama kalinya setelah sekian lama menanti, malam ini pula Bian dan Anna
kembali tidur di ranjang yang sama. Tak perlu khawatir jika mereka akan
bercinta untuk melepas rindu, karena nyatanya Bian membiarkan pintu penghubung
di kamarnya dengan kamar vincent untuk tetap terbuka agar mudah mengecek
kondisi anak-anaknya.
Bian
memeluk Anna dengan begitu protektif di atas ranjangnya. Bian merasa hangat dan
nyaman bersama Anna yang kembali dapat kembali padanya. Tak ada yang lebih
membuat Bian bahagia selain bisa menghabiskan malamnya bersama Anna.
“Minggu
depan aku bakal ke Swis buat bujuk Ibu lagi,” ucap Bian lembut pada Anna.
Anna
mengangguk. “Aku ada di apartement nunggu kamu pulang,” ucap Anna lembut lalu
mengecup pipi Bian.
Bian
tersenyum lalu mengecup kening Anna sejenak. “Aku sayang banget sama kamu,
susah aku kalo kamu gak sama aku lagi. Aku ga tau harus apa kalo ga ada kamu
Na.” Suara Bian terdengar begitu bergetar dan rapuh.
“Aku juga
sayang kamu Bi, tapi aku gak mau maksain kehendak.”
“Makannya
aku bakal berusaha keras!”
Anna
mengangguk lalu memejamkan mata dan memunggungi Bian. Bian memeluknya,
mengeratkan pelukannya sembari menciumi bahu dan leher Anna dengan lembut.
***
Bian
menciumi Anna dengan lembut pagi ini untuk membangunkan ibu dua anak itu. “Pagi
Sayang,” sapa Bian lembut begitu Anna membuka matanya.
“Jam berapa
ini Bi?” tanya Anna begitu bangun dan membalas ciuman Bian.
“Jam 8.
Tapi gak usah panik, Gio sama Vincent udah ke sekolah. Hana main sama pengasuh
di rumah. Kamu bisa santai,” ucap Bian lembut pada Anna sembari membaringkan
kepalanya di dada Anna yang sintal karena masih menyususi.
Anna
menghela nafas lega namun tetap bangun dan bersiap mengawali paginya.
“Mau
kemana?” tanya Bian yang terdengar manja.
“Mau
nenenin Hana lah,” jawab Anna yang masuk ke kamar mandi untuk cuci muka dan
sikat gigi.
Bian
mengikuti Anna sembari memeluknya dari belakang. “Neneninnya di kamar aja, gak
usah keluar-keluar.”
“Bian…”
tegur Anna.
“Anna…”
rengek Bian manja. “Aku udah lama gak sama kamu, gak manja sama kamu.”
Anna
tertawa pelan, Bian masih sama seperti dulu. Bian masih bayi besar yang
ketergantungan padanya. Manja dan selalu butuh perhatiannya.
“Nanti aku
pulang,” ucap Anna lembut.
Bian
mengangguk lalu mempererat pelukannya. “Aku pindah juga ke apartemen gapapa,”
ucap Bian memaksa ingin terus bersama Anna.
Anna
kembali tertawa mendengar ucapan Bian.
“Aku pesen
mobil Rol Royce buat kamu, warna pink. Kamu masih suka warna pink kan?”
Anna
mengangguk. “Gak usah beliin mobil mahal-mahal Bi. Hemat kan udah punya anak,
jangan boros-boros.”
Bian
cemberut. “Ya masak kamu pergi pakek motor. Bahaya anak-anakku.”
“Anakmu?
Vincent kan ada supir…”
“Hana? Gio?
Kasian kalo naik motor. Mobilmu juga jelek udah lama. Gapapa, ini kan
kebutuhan.”
“Kenapa gak
Brio aja?”
“Gak, kayak
gembel. Emang aku cowok apaan, biarin istriku pakek mobil kek gitu,” cerca Bian
yang langsung mengclaim Anna sebagai istrinya.
“Kapan
turun mobilnya?” tanya Anna sembari kembali ke kamar.
“Harusnya
minggu ini.” Bian berjalan keluar untuk membawa Hana ke kamarnya. “Anak cewek
Papa yang cantik dan pintar,” ucap Bian sembari menggendong dan menciumi Hana.
“Ama!
Enen!” seru Hana begitu melihat Mamanya.
Anna
langsung bersiap menyusui Hana sementara Bian memperhatikannya dengan begitu
takjub. Bukan karena Bian merindukan payudara sintal milik Anna tapi melihat
betapa lembut dan penuh kasih sayangnya Anna pada anak-anaknya. Anna juga
beberapa kali menciumi Hana sembari mengobrol dengannya.
“Yah malah
bobo si adek, gimana ini gak jadi pulang dong,” ucap Anna sembari menidurkan
Hana.
“Gak usah
buru-buru pulang gapapa,” ucap Bian lalu mencium pipi Hana lembut
berterimakasih pada Hana yang sukses menahan mamanya untuk tinggal lebih lama.
Semua
pelayan di rumah langsung dapat melihat perubahan Bian yang begitu signifikan.
Bian terlihat sangat ceria, manja, dan hangat ketika bersama Anna. Begitu jauh
berbeda ketika ia sendirian atau bersama Vincent. Bahkan saat Bian masih
bersama Eve sekalipun ia tak pernah dalam kondisi sebaik ini.
“Aaa…” ucap
Anna menyuapi Bian yang menikmati sarapan sembari menonton acara TV pagi
bersamanya.
“Nanti aku
mau di masakin sop dong Na,” pinta Bian dengan lembut sembari mengunyah makanan
di mulutnya.
Anna
mengangguk. “Iya, nanti di masakin sop.”
Bian
menciumi tangan Anna dengan lembut. Bian terlihat begitu menyayangi Anna, semua
orang rasanya dapat melihat betapa besar perasaan Bian pada Anna hanya dengan
melihat tatapan mata Bian pada Anna saja. Anna juga terlihat begitu hangat dan
penuh kasih sayang pada Bian.
“Tuan,
surat-surat saya letakkan di meja kerja Nyonya,” lapor kepala pelayan pada
Bian.
Bian
mengangguk lalu bangun dari sofa. Sementara Anna memberikan mangkuknya yang
sudah kosong pada kepala pelayan dan masuk ke kamar untuk mandi dan Bian pergi
ke ruang kerja ibunya. kewajibannya masih harus berjalan.
Bian duduk
bersiap membaca beberapa surat yang perlu ia baca. Sampai ia tak sengaja
melihat banyaknya kertas note yang belum di buang dari tempat sampah ibunya.
Bian langsung berlari ke kamar orang tuanya dan mendapati sebuah kotak cincin
dan kartu ucapan yang ada di samping laci tempat tidur ibunya.
“Untuk
menantuku Anna Seymour – Melania Griffin.” Hanya kalimat singkat itu yang ada pada
selembar kartu ucapan kecil itu.
Bian
tersenyum senang. Setelah penantian sekian lama dan ketegangan selama ini untuk
meluluhkan hati Ibunya akhirnya usaha Bian membuahkan hasil. Bian langsung
berlari mencari Anna.
Bian
berlari ke kamar, Anna sudah tak di sana. Anna sedang di dapur bersama beberapa
pelayan yang menemaninya untuk memasakkan sup sesuai permintaan Bian.
“Anna!”
seru Bian yang kesana-kemari mencari Anna.
“Iya!
Sebentar…” saut Anna yang langsung berlari menemui Bian yang memanggilnya.
Bian
langsung memeluk erat Anna dengan tangis harunya begitu melihat Anna yang
keluar dari dapur rumahnya.
“B-Bi…ada
apa?” tanya Anna kaget dan khawatir karena Bian begitu emosional kali ini.
“A-aku masih disini, gak pergi kemana-mana…” tebak Anna yang mengira jika Bian
menangis dan begitu erat memeluknya karena ketakutannya untuk sendirian seperti
dulu.
“Ini liat!”
seru Bian sembari menunjukkan apa yang ia temukan dari kamar ibunya.
Anna
membelalakkan matanya tak percaya, seketika itu juga airmatanya langsung
mengalir begitu saja. Setelah sekian lama, setelah banyak pengorbanan dan rasa
sakit. Akhirnya apa yang sudah Anna dan Bian tunggu datang juga.
Beberapa
pelayan datang mendekat khawatir jika ada sesuatu yang terjadi pada Bian maupun
Anna, atau mungkin Hana yang kenapa-napa. Tapi mereka malah di suguhi Bian dan
Anna yang sedang berpelukan dengan begitu erat sambil menangis haru.
“Aku nunggu
lama sekali, lama sekali buat nunggu hari ini,” ucap Bian di sela-sela
tangisnya di sertai tawa bahagianya.
Anna
tersenyum sambil mengangguk. Ia juga menantikan hal yang sama seperti Bian.
Bian langsung memasukkan cincin milik Ibunya ke jadi manis Anna yang kosong.
Keduanya kembali berpelukan dengan erat.