Bab 48 – Kotak Merah
Anna terus
teringat pada Bian. Jujur Anna jadi sangat khawatir padanya. Anna sendiri juga
merasa aneh dengan dana investasi yang Eve berikan. Anna yakin mendanai lima
ratus juta bukanlah angka yang besar bagi Bian dan Eve. Mungkin besar bagi Eve,
tapi tidak bagi Bian. Anna ingat kali pertama ia mendapat uang jajan dari Bian
ketika masih SMA saja sudah di angka seratus juta.
Anna kira
itu sekalian untuk kehidupannya bersama Bian juga, seperti memasak dan sewa
apartemen. Ternyata gedung apartemen sudah jadi milik Bian dan uang makan dan
perawatan tempat tinggal ada sendiri. Itu benar-benar milik Anna, meskipun
setelahnya uang itu juga harus di bayar dengan segala kewarasan dan cedera
fisik yang Anna hadapi.
“Kalo aku
mau, negara ini juga bisa ku beli!” ucapan jumawa Bian yang masih terlintas di
pikiran Anna.
Anna
tersenyum sendiri, menertawakan dirinya yang tak mempercayai ucapan Bian. Namun
benar nyatanya sekarang jalan-jalan tol yang mereka lalui adalah milik keluarga
Bian. Banyak gedung dan pabrik besar juga milik keluarganya. Mall dan
perusahaan game kecil seperti milik Boni bukan tandingan Bian.
“Dapet
undangan baby showernya si Eve, mau dateng gak?” tanya Boni sambil
menunjukkan undangan yang ia terima.
Anna
mengangguk sambil tersenyum lalu memeluk Boni. “Kangen,” ucap Anna lalu mencium
pipi suaminya dengan lembut.
Boni
tersenyum lalu membalas ciuman istrinya itu, lalu memperhatikan jika belakangan
ini Anna jadi lebih sering ngos-ngosan di tambah dengan intensitas kontraksi
yang semakin sering. “Kontraksi lagi?” tanya Boni khawatir.
Anna
mengangguk pelan lalu menggenggam tangan Boni dengan erat.
“Aku
khawatir kalo kamu kenapa-napa,” ucap Boni lalu menuntun Anna ke kamar.
“Enggak,
dokter bilang masih 10 harian lagi kan,” Anna berusaha menenangkan suaminya
agar tidak terlalu khawatir.
“Aku bisa
bilang ke Eve kalo kita ga bisa dateng,” ucap Boni lembut sembari memijit kaki
Anna setelah ia tiduran dan dalam posisi nyaman.
Anna
akhirnya mengangguk. Jujur beberapa waktu ini ia juga sudah sering mengalami
kontraksi palsu dan membuatnya cukup panik. Perkiraan hari kelahirannya juga
mungkin salah atau bisa lebih cepat juga.
“Masih
sakit?” tanya Boni khawatir.
Anna
mengangguk lalu sambil mengelus perutnya. Peluhnya sudah bercucuran dan Anna
juga sudah mengatur nafasnya berkali-kali.
“Kita ke
rumah sakit,” putus Boni yang langsung mengambil koper persiapan melahirkan
yang sudah di siapkan sejak jauh-jauh hari. Boni juga langsung menyiapkan
mobilnya dan buru-buru membawa Anna ke rumah sakit di bantu pembantu dan supir
di rumah yang mulai bekerja setelah acara baby shower kemarin.
***
Kabar Anna
yang melahirkan lebih awal ini terdengar sampai ke telinga Bian. Harapan Bian
untuk kembali bertemu Anna langsung pupus. Bian kembali memasukkan segala map
berisi surat-surat berharga untuk Anna kembali ia sembunyikan. Bian hanya bisa
berdoa agar Anna baik-baik saja dan selalu di beri keselamatan. Bian tak bisa
banyak membantu. Pergerakannya terus di awasi dan ada Eve yang benar-benar
harus ia jaga hatinya.
“Sayang
banget ya Kak Anna ga bisa dateng,” ucap Eve pada Bian yang seharian tiba-tiba
diam.
Bian
mengangguk lalu berjalan ke taman belakang. Berdiam diri di sana sendirian
seperti biasanya. Sementara Eve hanya bisa pasrah lalu masuk ke ruang kerja
Bian. Mengecek ponselnya juga laptop yang baru selesai ia gunakan.
Semua
normal, tak ada hal yang bian sembunyikan. Sampai Eve iseng membuka sebuah
kotak berwarna merah hati di laci bagian bawah. Sulit bagi Eve menjangkaunya,
mengingat Eve membukanya dengan menarik handle lacinya dengan kakinya.
Eve turun
kebawah duduk bersimpuh di lantai dengan hati-hati. Lalu Eve mengeluarkan kotak
berwarna merah hati tersebut. Ia melihat beberapa berkas surat berharga, Eve
maklum karena sebelumnya Bian sudah cerita jika ia ingin memberikan konpensasi
pada Anna. Tak masalah bagi Eve membiarkan Bian menghadiahi mobil dan apartemen
pada Anna, toh itu juga murah.
Namun
ketika Eve melihat foto yang ada di bawah tumpukan surat berharga itu. Fakta
baru beserta masalah baru lagi datang kali ini. Ia langsung di sambut dengan
foto Anna dan Bian yang terlihat bahagia dalam balutan gaun pernikahan dan jas
putihnya. Bian terlihat bagitu bahagia memeluk Anna dan hampir di setiap foto
terlihat penuh cinta, begitu pula dengan Anna.
Begitu
banyak foto Anna dan Bian yang ada disana. Mulai saat Anna dan Bian sedang
merayakan hari jadi mereka yang ke 2. Anna tampak cantik dengan gaun merah dan
lipstik merahnya, memamerkan chees cake dengan dua buah lilin di atasnya. Lalu
ada foto Anna yang sembab dengan senyum bahagianya memeluk Bian yang sama
sembabnya memamerkan cincin di jari manisnya.
Tak satupun
foto yang menunjukkan Bian murung. Selalu ceria dengan tawa yang begitu lepas,
penuh cinta dan kekonyolan yang ada. Bian bahkan menyimpan botol parfum usang
yang jelas milik Anna. Bian tak pernah melupakan Anna. Bahkan ketika Eve
mengingat cincin yang melingkar di jari Bian, itu masih cincin yang sama
seperti yang ia kenakan saat bersama Anna dulu.
Dada Eve
terasa begitu sesak. Lebih sesak lagi ketika ia melihat ada sebuah testpack
dengan stiker hati dan sebuah foto USG juga catatan kesehatan beserta resep
obat yang di jadikan satu dalam sebuah kartu ucapan bertuliskan Anakku
tersayang yang selalu kami cintai sepenuh hati sampai kapanpun.
Eve
langsung merapikan semuanya dan memasukkan kembali kedalam laci. Eve langsung
menangis di kamar sendirian. Hatinya benar-benar hancur. Sampai ia teringat
pada Andi, pengawalnya yang akan selalu ada untuknya.
“Andi! Aku
sakit hati…” tangis Eve begitu Andi mengangkat telfonnya.
***
Andi
langsung bersiap pergi meninggalkan istrinya yang baru saja keguguran dan
tengah butuh kehadirannya. Andi tau ini pilihan yang sulit. Tapi ia sudah
terlanjur berjanji pada Eve dan Andi merasa tidak tega dengan tangisan Eve yang
mengadu padanya.
“Aku harus
bertugas, hanya sebentar. Aku janji akan segera pulang,” ucap Andi meyakinkan
istrinya lalu mengecup keningnya dengan lembut.
Lusi
mengangguk lalu tersenyum simpul. “Hati-hati…” lirih Lusi berusaha tegar karena
paham ini adalah resikonya menjadi istri seorang abdi negara.