Bab 45 – Pernikahan Bian
Tak ada hal
yang lebih membuat Anna bahagia selain tinggal di rumah keluarga Boni. Tapi hal
ini tidak berarti di rumah Ayahnya tidak menyenangkan, hanya saja Anna rindu
masakan rumahan dan mertuanya, Devi selalu membuat masakan rumahan yang
memanjakan lidah Anna. Sedikit berbeda dengan Tania yang super sibuk dan selalu
mengandalkan pelayan di rumah untuk memasak.
“Ini puding
kesukaan Suamimu,” ucap Devi sambil memotongkan puding yang Anna bawakan
untuknya. “Dulu waktu masih TK kalo belum ada puding coklat di kulkas, belum
mau makan dia,” lanjut Devi yang hanya bisa di jawab dengan tawa oleh Boni yang
membenarkan apa yang ibunya katakan.
Anna
tersenyum mendengarnya, Anna tak menyangka Boni adalah orang yang sulit makan.
“Nambah
ya,” ucap Devi yang langsung mengambilkan capcai seafood buatannya lagi untuk
Anna.
“Kalo
kekenyangan jadi ngantuk Bu,” ucap Anna sambil mengelus perutnya yang sudah
kenyang.
“Ya nginep
aja disini!” seru Devi semangat.
Anna
mengangguk sambil tersenyum lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Boni sejenak
sebelum kembali lanjut makan.
“Anna kapan
terakhir mens?” tanya Devi yang tak sabar menggendong cucu.
Anna dan
Boni seketika terdiam lalu mulai berhenti mengunyah. Sudah hampir 3 bulan
mereka menikah dan sejak bulan madu mereka sudah tak pernah membeli pembalut
ketika belanja bulanan.
“G-gak
ngitung banget Bu, t-tapi terakhir mens itu sebelum nikah. Terus pas bulan madu
itu udah kelar mens, sampai sekarang belum dapet lagi,” jawab Anna ragu.
“Heh! Harus
di periksa!” ucap Devi antara panik, khawatir dan senang. Berharap jika Anna
hamil.
Boni
mengangguk, Boni jelas khawatir terlebih ia juga tau jika Anna pernah keguguran
sebelumnya. Ia takut jika ada masalah pada keseharan organ reproduksi Anna
secara tiba-tiba. Tapi Boni juga berharap jika Anna hamil.
“Besok
periksa ya…” ucap Boni sambil menggenggam tangan Anna.
Anna
mengangguk patuh.
“Ibu suruh
Mbak beli test pack ya,” ucap Devi yang benar-benar antusias.
***
“Belum
tidur?” tanya Boni yang juga sulit tidur seperti Anna.
Anna
tersenyum lalu memeluk suaminya. “Iya, khawatir.”
“Sama aku
juga, tapi aku berharap kamu hamil.” Anna mengangguk setuju dengan harapan
suaminya. “Aku takut kalo kamu sakit lagi,” cemas Boni lalu mendekap Anna.
Anna
menghela nafas ia juga khawatir pada hal yang sama. Hingga hampir dini hari
mereka sama-sama masih terjaga. “Sayang apa aku test pack sekarang ya?” tanya
Anna yang sudah khawatir dan tidak sabar.
Tanpa pikir
panjang Boni langsung mengangguk. Anna langsung bangun dan Boni langsung keluar
kamar mencarikan wadah kecil untuk menampung air seni istrinya. Boni langsung
mengendap-endap berlari ke kamarnya lagi sebelum ada yang melihatnya.
“Kok
ngos-ngosan gitu?” tanya Anna.
“Keburu
ketauan nanti, repot kalo ketauan jadi banyak tanya,” jawab Boni lalu
menyalakan lampu dan kembali tiduran menunggu Anna yang masuk kamar mandi.
Boni yang
semula tiduran kini bangun kembali dan jadi semakin cemas menunggu Anna keluar
dari kamar mandi. Boni terus menguatkan hatinya dan menyakinkan dirinya jika
hasilnya positif maupun negatif ia akan menghadapinya bersama dengan Anna.
Kling! Boni
langsung terlonjak kaget melihat pesan masuk ke ponselnya yang mengacaukan
fokusnya. Pesan dari Azam, sepupunya masuk ke ponselnya. Tak berselang lama
setelah Boni membaca pesan dari Azam, sepupunya itu langsung menelfonnya.
“Kak Boni!”
sapa Azam dengan ceria. “Cie pengantin baru begadang mulu nih!” goda Azam.
“Apa? Aku
mau tidur ini,” saut Boni agar Azam langsung fokus pada masalah yang perlu di
sampaikan padanya.
“Hehe iya,
ini aku mau ngajakin scuba diving, udah lama gak nyelem nih,” ajak Azam yang
memang senang berpetualang.
“Haih… ga
bisa, sibuk aku kan ada proyek bikin game. Ini juga mau program hamil juga,”
ucap Boni sambil geleng-geleng kepala.
“Yahhh…”
“Udah ya,
aku di cari istriku!” putus Boni tepat ketika Anna keluar kamar mandi.
“Siapa?”
tanya Anna lalu memeluk Boni.
“Azam
ngajak mantai, diving,” jawab Boni lalu membalas pelukan Anna.
“Tinggal
nunggu dulu,” ucap Anna lalu kembali ke kamar mandi bersama Boni.
Boni
memandangi testpack yang di letakkan di dalam cup kecil berisi urin itu dengan
begitu serius. Anna juga terus menggenggam tangannya.
“Muncul
Na!” pekik Boni yang heboh melihat garis merah yang mulai muncul.
“Bentar
tunggu lagi,” ucap Anna yang benar saja tak berapa lama muncul satu garis merah
lagi.
“Hamil!”
pekik Boni dan Anna heboh lalu langsung berpelukan dengan erat.
Boni
benar-benar senang hingga menangis, begitu pula dengan Anna. Keduanya menangis
sambil saling berpelukan. Anna benar-benar bahagia begitu pula dengan Boni.
Meskipun kehamilannya kali ini Anna sama sekali tak merasakan tanda-tandanya
sama sekali. Berbeda pada kehamilannya yang pertama saat masih bersama Bian.
***
Pagi hari
Anna dan Boni sama sembabnya, matanya sama-sama bengkak hingga kedua orang tua
Boni khawatir jika Anna dan Boni bertengkar. Tapi keduanya langsung menepis hal
tersebut dan bersikap mesra seperti biasanya.
“Semalem
kan penasaran banget, Yah. Jadi kita pakek test packnya. Katanya akuratnya kalo
pagi, tapi semalem di coba positif. Kita udah nangis seneng duluan,” ucap Boni
menjelaskan. Lalu menunjukkan hasil test pack semalam.
Keluarga
Boni benar-benar antusias dan senang bukan main. Selesai sarapan Mano yang
harusnya meeting minta di tunda dulu. Ia ingin ikut menemani Anna periksa juga.
Sesuatu yang tak pernah Anna dapatkan ketika bersama Bian.
Keluarga
Boni begitu menyayangi Anna. Semua memperhatikan penjelasan dokter terkait
kesehatan Anna dan janinnya. Boni juga langsung mengabari orang tua Anna soal
kehamilannya. Tak ada yang perlu di sembunyikan, bahkan saat di rumah sekalipun
Boni masih tetap mengijinkan Anna berkegiatan normal dan daripada mengekang
Anna di rumah layaknya tahanan. Boni lebih suka pulang kerja lebih awal dan
makan siang di rumah bersama istrinya.
***
“Kamu
pengen dateng gak?” tanya Boni sambil menunjukkan undangan pernikahan Bian dan
Eve pada Anna.
Anna
tersenyum sambil menghela nafas mendengar pertanyaan suaminya.
“Gak usah
dateng ya, aku khawatir si Bian ngereog lagi kayak dulu. Kasian anakku kalo
kenapa-napa,” ucap Boni sambil mengelus perut Anna dengan lembut lalu
berjongkok untuk mencium perut Anna.
Anna
mengangguk. “Aku juga khawatir itu, masih trauma banget. Oh iya jangan lupa
balikin hpnya. Aku titip salam aja buat Eve,” ucap Anna lembut. “Nanti aku
nebeng aja mau nginep di rumah Ayahku, kangen sama Lidia,” lanjut Anna lalu
ikut bersiap bersama suaminya.
“Sayang
nanti bawain boxer sama piamaku juga ya, kita nginep di rumah Ayah aja,” ucap
Boni yang langsung di angguki Anna.
Rencananya
Anna hanya ingin menginap malam ini dan membawa tas kecil saja, kini berubah
jadi membawa koper kecil karena ingin meninggalkan beberapa setel pakaian Boni
di rumahnya juga. Anna juga membawakan beberapa obat-obatannya, seperti vitamin
dan minyak telon berjaga-jaga jika ia pusing.
“Loh kok
bawa koper,” sambut Erwin ketika Anna dan Boni datang.
“Iya mau
ninggalin baju Suamiku disini jadi kalo nginep biar ga bawa apa-apa lagi gitu,”
jawab Anna lalu masuk ke kamarnya.
Tania dan
Erwin sudah tampak rapi untuk menghadiri undangan kali ini. Lidia sama seperti
Anna yang tak mau ikut. Mereka sudah memiliki rencana lain untuk menonton drama
korea bersama.
“Kalo mau
kemana-mana kabarin ya,” ucap Boni sambil mendekap Anna.
Anna
mengangguk lalu mencium bibir Boni sekilas sebelum Boni pergi bersama Tania dan
Erwin dalam satu mobil.
***
Bian
berdiri bersama Eve manyalimi tamunya yang terus berdatangan tiada habisnya.
Bian terus menunggu Anna, mengawasinya dari podium tempatnya berdiri bersama
Eve. Ia melihat orang tua Boni datang, tapi mereka tak datang bersama dengan
Boni dan Anna. Bian masih terus menunggu dengan cemas.
Ini lebih
membuatnya gugup daripada saat ia mengucap janji sucinya. Sampai ia melihat di
kejauhan Boni datang bersama keluarga Anna. Bian semakin mempertajam
penglihatannya, ia mencari dimana pujaan hatinya. Sampai giliran Boni dan
keluarga Anna naik ke podium.
“Ini,
titipan dari Anna, salam buat Eve katanya,” ucap Boni sambil mengembalikan
ponsel pemberian Bian pada Eve.
“A-Anna
kenapa tidak ikut?” tanya Bian sambil menggenggam tangan Eve.
“Anna lagi
hamil, perlu banyak istirahat. Gampang capek dia…” saut Tania.
Boni
mengangguk. “Iya belakangan ini dia hamil tapi tetep aktivitas,” Boni
mempertegas.
Saat itu
Bian merasa dunianya benar-benar hancur. Hancur sehancur-hancurnya, harapannya
untuk melihat Anna sekalipun juga sudah pupus begitu saja. Sekeras apapun Bian
menolak semuanya fakta tetap berkata lain. Anna sudah menjadi milik Boni dan
mereka saling mencintai, hanya Bian yang masih terkurung dalam masa lalunya
bersama Anna.
“Yuk foto!”
ajak Eve.
Kilat lampu
flash kamera malam itu seolah menyadarkan Bian jika Anna tak mungkin kembali
padanya lagi dan ia harus menjalani kehidupannya yang entah bagaimana nantinya
sendirian, tanpa adanya Anna yang selalu menenangkannya.