Bab 40 – Undangan
“Andy…”
panggil Eve pelan melihat pengawalnya yang baru keluar dari ruang kerja Papanya
dengan setelan jas rapi dan tampak sendu.
Andy
tersenyum lalu berjalan keluar, Eve berlari mengikutinya dengan panik dan
tergesa-gesa. Ini buruk, biasanya Andy akan menggunakan seragam resminya. Tapi
pagi ini semua berbeda.
“Andy!
Tunggu!” teriak Eve lalu menarik tangan Andy dan memeluknya dari belakang
dengan begitu erat menahan Andy.
Andy
berhenti lalu membalik badannya dan menarik Eve menjauh dari pintu depan. Andy
membawa Eve ke garasi agar lebih leluasa bicara berdua dengannya disana. Andy
langsung memeluk Eve dengan erat, memeluk erat gadis yang selama ini ia jaga
sebagai bagian dari tugas negaranya.
“A-aku mau
menikah, jadi aku di pindah tugaskan,” ucap Andy lembut pada Eve.
Eve
menangis mendengar ucapan Andy. Eve tau Andy begitu bangga pada posisinya
sebagai paspampres. Eve juga tau betapa bangganya Andy bisa menjaganya sebagai
seorang artis. Andy menjalankan tuganya lebih dari sekedah mengamankan dan
memastikan keselamatan Eve saja. Andy memposisikan diri sebagai teman dan kakak
untuk Eve.
“Aku akan
kembali bertugas setelah…”
“Pembohong!”
bentak Eve menyela Andy.
Andy diam
lalu menundukkan kepalanya, ia bingung harus berkata apa untuk membohongi Eve
dan bertingkah seolah semuanya akan baik-baik saja.
“Kamu
keluar karena masalah sama Kak Bian, kan?!”
Andy hanya
diam sementara Eve memukuli dadanya karena kesal lalu kembali memeluknya.
“Aku akan
berusaha…”
“Tidak
Nona, tidak perlu. Ini resiko, Nona sudah terlalu banyak berkorban untuk saya
dan semakin banyak saya menerima pengorbanan dari Nona itu akan semakin melukai
harga diri saya sebagai seorang prajurit,” tolak Andy dengan lembut.
Eve
memalingkan wajahnya sembari mengusap wajahnya dengan gusar. “Ini soal martabat
ya…” lirih Eve lalu tertawa kecil.
Andy
mengangguk pelan.
“Baiklah
kalau begitu.” Eve mengambil nafas dalam-dalam sebelum menghembuskannya secara
perlahan. “Aku memecatmu!” tegas Eve.
Andy
tersenyum lalu kembali memeluk Eve. “Kapanpun Nona membutuhkanku, aku akan
selalu menjadi garda terdepan yang membela dan melindungimu. Aku berjanji,”
ucap Andy lalu mengecup punggung tangan Eve dan pergi meninggalkan Eve terlebih
dahulu sebelum ia dan Eve semakin sulit untuk berpisah dan mengucapkan selamat
tinggal.
Eve juga
langsung masuk ke kamarnya menangis sendirian mencoba menenangkan dirinya yang
terus berada dalam kondisi yang sulit. Seketika kehidupan Eve terasa begitu
hampa dan sepi, ia menginginkan Bian tapi ia juga tak mau kehilangan Andy yang
sudah menemaninya selama ini. Satu-satunya orang kepercayaan Eve dan orang yang
menjadi tempatnya mengeluh juga menyelesaikan masalahnya.
Eve
benar-benar bingung sekarang, ia tak mempunyai bahu untuk bersandar. Tapi
disisi lain ia juga paham jika dirinya salah dan seharusnya memang fokus pada
hubungannya dengan Bian saja. Meskipun sulit dan ia juga memiliki rasa curiga
yang begitu besar pada Bian.
“Ini
terakhir kalinya…” ucap Eve menguatkan dirinya dan membulatkan tekatnya lalu
melakukan panggilan ke nomor Anna untuk membuat janji temu.
***
Eve sudah
duduk selama 30 menit menunggu kedatangan Anna. Eve sengaja datang lebih awal
agar ia bisa menjaga emosinya dan menenangkan dirinya untuk tidak mengamuk dan
meluapkan emosinya pada Anna. Sampai akhirnya Anna datang dengan senyum
sumringahnya lalu langsung memamerkan undangan pernikahannya dengan Boni
mendatang.
“Wah!” seru
Eve yang langsung lega dan senang melihat undangan pernikahan Anna.
Eve
benar-benar senang melihat Anna yang sudah membuka lembaran baru.
Kekhawatirannya jika Bian akan kembali pada Anna langsung sirna seketika. Eve
benar-benar bahagia dan ini jauh lebih membahagiakannya daripada harus melabrak
Anna dan menyuruhnya menjauhi Bian.
“Datang
ya!” ucap Anna lalu duduk di hadapan Eve. “Tadi harusnya aku mengajak Boni
juga, tapi dia ada acara,” lanjut Anna yang tampak sedikit murunng sebelum
kembali bercerita pada Eve soal persiapannya bersama Boni.
Eve
menyemak ucapan Anna yang begitu ceria dan cerewet menceritakan persiapannya.
Eve merasa kehilangan alasan untuk mencurigai Anna atau Bian, karena nyatanya
Anna tampak begitu bahagia bersama Boni.
“Kak Anna,
maaf ya kemarin undangannya…”
“Iya tidak
masalah,” sela Anna langsung. “Dari dulu Boni dan aku sudah biasa di kucilkan
teman-teman. Ini bukan hal baru bagi kami.”
Eve jadi
merasa benar-benar bersalah pada Anna.
“Bian dan
gengnya selalu mengatai Boni sebagai lalat di tumpukan sampah. Boni OKB bagi
Bian dan aku sampahnya. Sebelum aku bersama Ayahku sekarang, aku hanya orang
miskin yang dapat sedikit santunan dari keluarga Griffin. Kalaupun di undang
kami juga bingung harus bagaimana disana,” ucap Anna melanjutkan ceritanya.
“Lalat…”
lirih Eve sedih.
Anna
tersenyum, lalu tak lama Boni masuk kedalam kafe. Boni langsung menghampiri
Anna dan duduk di sampingnya.
“Sayang,
aku sudah membuat janji dengan doktermu,” ucap Boni.
“Eve aku
pergi dulu ya,” pamit Anna lalu menyalimi Eve dan memeluknya lalu pergi bersama
Boni yang menggandengnya dengan mesra.
Eve ikut
keluar. Keduanya saling melambaikan tangan dengan ceria. Pemandangan indah yang
ingin di tangkap oleh para paparazi yang diam-diam mengikuti Eve.
Begitu Eve
masuk kedalam mobil ia langsung mengirimi Bian foto undangan pernikahan Anna
dan Boni. Bian jadi semakin yakin untuk menyendiri di Swis dan mengambil
pendidikan S2 daripada melihat Anna dan Boni menikah.
***
“Sehat,
bagus semua. Organ reproduksi bagus, hormon bagus, berat badan juga ideal.
Seharusnya tidak perlu repot memakai tambahan apapun sudah bisa segera dapat
momongan,” ucap dokter yang menangani Anna dan Boni kali ini sebelum
pernikahan.
Boni
tersenyum sumringah lalu mengecup kening Anna. Mereka berdua terlihat sama-sama
bahagia dan tak sabar untuk segera menikah dan membangung keluarganya sendiri.