Bab 37 – Pertandingan Basket
Boni dan
Anna sibuk menyiapkan acara pernikahan mereka sembari mengejar gelar
sarjananya. Keduanya benar-benar saling suport satu sama lain. Bahkan banyak
pertandingan yang Anna hadiri untuk menyemangati Boni. Konten vlog mereka juga
jadi beraneka ragam dan semakin banyak tanpa memposting persiapan pernikahan
sama sekali. Mereka ingin membuat kejutan.
Seperti
hari ini Boni masih mendatangi sekolahnya dulu bersama Anna. Bian dan gengnya
juga datang. Anna duduk di bersama Boni di bangku ketiga. Semua orang
mengelu-elukan Bian dan gengnya, Eve jelas ikut hadir disana menemani Bian.
Namun Bian terus menatap Anna dengan intens.
Anna
terlihat begitu segar dan ceria. Tubuhnya terlihat sedikit berisi dan tak
satupun ada yang mendekat padanya. Terlalu banyak anak mentri dan pengusaha top
yang bersekolah disini. Anna dan Boni jadi tidak terlalu istimewa. Tapi mungkin
karena hal itu Bian jadi semakin iri.
“Dulu kamu
ga pernah nonton waktu aku tanding,” ucap Boni sembari menikmati popcorn
bersama Anna.
Anna
tersenyum mendengar ucapan Boni lalu mengelus lututnya dengan lembut. Boni juga
ikut tersenyum keduanya sama-sama tau jika ada dalam posisi yang kurang baik
saat itu. Bian ingin mengobrol dan tersenyum bersama Anna seperti yang Boni
lakukan. Bahkan persiapan Bian untuk menunjukkan siapa dirinya pada Anna tetap
gagal hanya dengan interaksi sederhana Anna dan Boni yang bahkan tak bermaksud
untuk melawannya.
“Kak Bian…”
panggil Eve karena Bian begitu fokus memandangi Anna yang duduk bersama Boni
menikmati pertandingan bahkan ikut bertepuk tangan dan bersorak setelah melihat
penampilan para gadis pemandu sorak.
Aku juga
akan seperti itu jika jadi bersama Anna, batin Bian yang melihat Boni
memandangi Anna yang bertepuk tangan mengapresiasi penampilan para gadis
pemandu sorak.
Sadar Bian
tak memperhatikannya Eve akhirnya ikut menatap Anna. Anna terlihat biasa saja
dengan celana pendek dan jersey basket milik Boni yang ia kenakan juga topi
berwarna putih polosnya. Anna bahkan nyaris tak menggunakan riasan sama sekali
dan hanya memakai sedikit lipstik. Eve benar-benar bingung apa yang menarik
dari Anna hingga Bian begitu menggilainya.
“Para lalat
itu serasi ya?” ucap Eve yang sukses merebut perhatian Bian lagi.
Bian memang
biasa mengolok Anna saat berdua bersama Eve. Tapi tak bisa ia pungkiri ketika
ada orang yang menghina Anna selain dirinya ia tetap merasa marah dan ikut
terhina. Rasanya Bian ingin menampar Eve kalau saja ia tak ingat jika Eve
adalah calon istrinya.
Bian tak
bisa mengangguk atau menunjukkan ekspresi apapun pada Eve. Bian berusaha
menatap jalannya pertandingan sampai Bola tak sengaja terpental jauh hingga
hampir mengenai Anna. Boni jelas dengan sigap menampiknya kembali kelapangan.
Sementara Bian refleks bangun untuk melindungi Anna.
Saat itu
pula Eve tau jika Bian masih memiliki rasa untuk Anna. Eve benar-benar sedih tapi
ia tak bisa meluapkannya sekarang saat persiapan tunangannya sudah tinggal
menghitung minggu saja. Ia tak mau semuanya berantakan dan kandas begitu saja.
Eve mencoba tenang dan mengingat nasehat ayahnya, untuk tidak mengambil
keputusan saat sedang emosi.
Boni dan
Anna terlihat semakin romantis ketika pertandingan mulai membosankan dan Anna
bersandar di bahu Boni. Tak berapa lama keduanya meninggalkan lapangan. Bian
ingin mengejar Anna tapi Eve ada bersamanya jadi Bian terpaksa membiarkan Anna
dan Boni pergi begitu saja.
***
Boni dan
Anna buru-buru pulang ketika di kabari desain undangannya bisa di tinjau
terlebih dahulu. Bian yang baru selesai mengantar Eve pulang tak sengaja
melihat Anna bersama Boni keluar dari salah satu gerai percetakan. Anna masih
mengenakan jersey milik Boni tentunya, jadi Bian mudah mengenalinya.
Anna masuk
ke kafe yang ada di dekat sana bersama Boni. Bian mendekat kesana ia ingin
mengetahui apakah ada kesempatan untuk bicara dengan Anna. Tapi saat ia
mendekat Anna terlihat familiar dengan kafe itu. Ia begitu akrab dengan barista
disana yang hafal atas pesanannya. Bian jadi mengurungkan niatnya untuk
mendekati Anna. Bian memiliki rencana lain.
Bian
kembali pergi ke toko bunga dan mengirimkan bunga pada Anna, tapi berbeda dari
biasanya ia tak meninggalkan satupun kartu ucapan dan langsung mengirimnya pada
Anna. Bian juga membeli bunga tabur untuk dirinya sendiri sebelum pulang.
“Aku ingin
membeli kafe di sudut kota itu,” Bian menunjukkan foto kafe yang tadi Anna
datangi pada asistennya. “Berapapun harganya akan ku beli, apapun penawarannya
cari cara agar itu jadi milikku!” perintah Bian dengan segala arogansi dan
keegoisannya.
Bian
tersenyum senang, sebentar lagi ia akan mengejutkan Anna dan Boni atas kafenya.
Bian sudah membayangkan betapa jumawanya ia ketika Anna melihatnya disana dan
ia akan mengatakan jika kafe itu adalah miliknya. Sementara Bian sibuk dengan
segala ide gila dan kekanakannya, Eve dibuat kesal karena Bian yang terus
memandangi Anna di lapangan sebelumnya.
“Aku ingin
bicara dengan Anna,” ucap Eve pada Andy.
Andy
langsung mencarikan nomor telfon Anna dengan segala cara. Eve juga kembali
pergi ke rumah Bian ia tak mau perasaannya yang ingin di ratukan dan di
manjakan oleh Bian. Eve tak mau ketidak hadirannya bersama Bian menjadi celah
untuk Bian dan Anna kembali lagi.
“Kak Bian…”
panggil Eve yang langsung maruk ke rumah Bian dan mencarinya ke ruangan Bian.
Bian tidak
ada disana, Eve kembali berjalan ke kamar Bian, ia juga tak disana. Eve mencari
kesegala penjuru rumah sampai ia tak sengaja melihat Bian duduk di rerumputan
taman di bawah pohon mawar sendirian sembari menatap ke tanah yang sudah di
tumbuhi rerumputan.
“Anak
Papa…” lirih Bian lalu mengelus tanah di depannya.
“Kak Bian…”
panggil Eve.
Bian
mendongakkan kepalanya melihat Eve yang datang menemuinya. Bian langsung bangun
lalu merangkul Eve masuk.
“Kak Bian
ngapain tadi?” tanya Eve.
“Gak
ngapa-ngapain. Kamu jangan kesana, aku suka menyendiri disana,” jawab Bian
dengan dingin.
Eve ingin
marah tapi melihat Bian yang ke taman benar-benar sendirian bahkan tak membawa
ponselnya juga membuatnya percaya begitu saja.
“Kak Bian
punya nomernya Kak Anna?” tanya Eve.
Bian
menggeleng pelan. “Setelah putus, kami tidak pernah menghubungi satu sama lain
lagi,” jawab Bian apa adanya. “Aku hanya tau alamat rumah ayahnya, ayahmu pasti
juga tau,” lanjut Bian lalu berjalan masuk ke kamarnya.
Eve
mengangguk, ia menyesal dulu tak meminta nomor telfon Anna. Tapi tak selang
lama ia mendapat pesan dari Andy yang mengirimkan nomor dari Anna. Tak berapa
lama juga asisten Bian memberi kabar jika kafe yang ia inginkan bisa ia beli.
Eve
melihatnya dengan sedikit bingung. Kenapa Bian membeli kafe tanpa membicarakan
dengannya terlebih dahulu. Tapi tak berapa lama Bian masuk ke ruang kerjanya ia
menulis di atas kartu ucapan dan meminta asistennya untuk kembali pergi sebelum
Eve sempat tau apa yang mereka bicarakan.
“Kak Bian
buat apa beli kafe?” tanya Eve.
“Iseng
saja,” jawab Bian yang mendadak dingin pada Eve.
Eve
benar-benar bingung dengan sikap Bian. Sebelumnya saat mereka di Swis, Bian
bisa bersikap begitu hangat dan manis. Sekarang hanya karena melihat Anna
sebentar saja ia jadi bersikap begitu dingin padanya.
“Kak Bian…”
Eve mendekat pada Bian lalu memeluknya.
Bian pasrah
membiarkan Eve yang langsung memeluknya dan duduk di pangkuannya.
“Kak Bian
kenapa cuekin aku?” tanya Eve manja dan sedikit merengek.
“Tidak, aku
hanya sedang sibuk saja,” jawab Bian lalu mengelus pinggang dan punggung Eve.
Eve tak
percaya sama sekali dengan jawaban Bian. Ia merasa terlalu banyak hal yang Bian
sembunyikan. Tapi Eve tak berani untuk mencampuri urusan Bian lebih dalam lagi.
Ia masih takut jika Bian membentaknya dan memarahinya lagi seperti dulu. Karena
hal Eve hanya bisa berpegang pada ucapan Bian yang mengatakan jika ia tak
pernah menghubungi Anna lagi dan rasanya memang benar seperti itu.
***
Anna
mengerutkan alisnya bingung. Bunga dengan jenis yang sama seperti yang Bian
berikan padanya. Anna jelas tau jika Bian yang memberikannya lagi. Tapi Anna
tidak paham kenapa Bian masih memberikan itu padanya. Bukankah dulu semuanya
sudah jelas dan Bian juga sepakat untuk melepaskannya.