Bab 06 – UTS
Anna
mempertimbangkan alasannya tetap bersama Bian. Hubungan yang hanya tentang Bian
dan ia yang tak pernah di pamerkan pada siapapun selain orang-orang yang memang
dekat dengan Bian. Hari ini di sekolah semua orang juga membicarakan soal Bian
dan Eve. Semua orang memuji Eve, kecantikannya, suaranya, bahkan kata-katanya
yang biasa saja sekalipun akan langsung di jadikan quote.
Semua orang
semakin memandang Anna dengan rendah dan menyedihkan. Semua berharap
hubungannya dengan Bian bisa cepat kandas. Rasanya Anna sendiri juga ingin
begitu. Bersama Bian dan terus menempel padanya akan semakin membuatnya
tersiksa kelak dan pada akhirnya ia tetap akan tersingkir.
“Kita
bebas pacaran sama siapapun, tapi kalo masalah nikah udah di atur. Gak boleh
nolak,” ucapan
Jefri saat Anna pertama kali di kenalkan Bian pada gengnya secara resmi.
Anna masih
mengingat kata-kata itu dan masih memegangnya karena memang kastanya yang
berbeda jauh dengan Bian. Anna memandang foto Eve yang begitu cantik, sosial
medianya juga terpajang banyak kegiatan sosial dan kegiatan amal. Eve juga
berprestasi, memiliki lagu sendiri dan pernah bermain film meskipun bukan
sebagai peran utama.
Gadis ini
lebih cocok dengan Bian daripada aku, batin Anna sadar diri.
Anna merasa
semakin tidak percaya diri dan semakin yakin untuk melepaskan Bian sesegera
mungkin. Anna perlu menjalani kehidupannya yang sungguhan dan Bian juga punya
kehidupannya sendiri. Bian harus meneruskan perusahaannya dan Anna masih harus
merintis semuanya. Tidak masalah, toh dari awal memang Anna datang bukan untuk
Bian tapi untuk belajar.
Boni
melihat Anna di kejauhan. Anna terlihat murung, Boni tau kabar soal Bian yang
di jodoh-jodohkan dengan Eve pasti sampai di telinga Anna. Boni tak bisa
memahami Anna dan masih sulit mencari keistimewaan yang membuat Bian bisa
begitu mencintai Anna. Tapi yang jelas Boni tau sekarang jika Anna adalah
wanita yang baik dan bijak.
“Dipanggil
Bian?” tanya Anna pada Boni yang membuatnya kaget.
Boni
langsung menggeleng. “K-kebetulan lewat aja,” jawabnya gugup.
Anna
mengangguk lalu tersenyum dan kembali asik dengan bukunya.
Boni
buru-buru melangkah pergi menjauh dari kelas Anna. Perasaannya begitu campur
aduk melihat senyum Anna dan mendengar suaraanya yang begitu meneduhkan
hatinya. Anna tak terlihat menyimpan dendam dan kemarahan pada siapapun. Boni
jadi ingat dari awal memang ia yang membenci Anna duluan, sementara Anna asik
dan sibuk pada dirinya sendiri.
“Anna!”
teriak Bian begitu masuk kelas Anna.
Anna
menatapnya heran dan kaget.
“Tangan lu
kemana?! Susah bener ya ngangkat telfon gue?!” tanya Bian penuh emosi.
Anna
mengambil ponselnya yang ia matikan setelah melihat grup yang membahas Bian dan
Eve.
“Udah di
bilangin kalo gue telfon di angkat! Apa sih susahnya?!” Bian makin marah
melihat ponsel Anna yang mati.
“Maaf, Bi…”
lirih Anna yang langsung di seret mengikuti Bian meskipun cenderung seperti
diseret daripada mengikuti langkahnya.
Boni
melihat Anna yang tertatih-tatih mengikuti langkah Bian. Biasanya ia senang
melihat Anna jadi bahan bulan-bulanan dan bahan siksaan Bian. Tapi entah kenapa
ia merasa iba dengan gadis itu sekarang. Gadis itu datang sendirian, tanpa wali
yang menjaminnya bahkan tanpa latar belakang keluarga yang bisa ia banggakan.
Anna datang benar-benar sebagai penerima beasiswa dan hanya untuk belajar tidak
lebih. Tapi semua orang malah membencinya dengan segala kebencian yang tak
seharusnya ia terima.
“Kemarin
aku liat Bian waktu sama Eve lembut banget, kalem banget. Kayaknya emang deh si
Anna cuma buat mainannya doang.”
“Iya! Siapa
sih cowok yang bisa gak tertarik sama Eve!”
“Udah
cantik, dermawan, mungkin satu-satunya kekurangan Eve gak punya kekurangan
sedikitpun.”
“Hahaha
iya! Jadi iri!”
Boni hanya
diam mendengar orang-orang yang menilai Anna dan membandingkannya dengan Eve.
Meskipun Boni juga mengakui jika Eve lebih cantik dari Anna, tapi siapa yang
tau jika Eve ada di posisi Anna dulu saat Boni menghinanya apa mungkin ia masih
bisa berpikir sebijak Anna.
***
Bian
membawa Anna kedalam basecampnya lagi seperti biasa. Ada Jefri yang sedang
bercumbu dengan gadis pemandu sorak yang entah kapan bisa dekat dengannya.
Jefri dan gadis itu langsung menjaga jarak dengan kikuk. Bian langsung
memandang Anna lalu kembali menutup
pintu basecampnya.
“Mau ke
balkon?” tawar Anna dengan lembut setelah Bian menyeretnya.
Bian
mengangguk lalu menggenggam tangan Anna dengan lebih lembut dan berjalan ke
balkon bersama setelah sempat mampir ke kantin untuk membeli makanan. Anna
sesekali mengusap tangannya yang masih terasa sakit setelah di seret Bian.
“Bi, kamu
ini jangan dikit-dikit marah dong. Aku takut,” lirih Anna sembari menyuapkan
roti coklay kedalam mulutnya.
“Kamu bikin
aku khawatir, kamu gak angkat telfon dari aku!” Bian tak mau disalahkan.
Anna
menghela nafas lalu memandang Bian. “Aku gak mood buka hp, hatiku belum siap
liat kamu deket sama Eve,” lirih Anna setelah mengumpulkan segala
keberaniannya.
Bian
terdiam menatap Anna. Jarang sekali Anna bisa cemburu padanya dan ini adalah
kecembruannya yang pertama kali Anna ungkapkan secara jelas pada Bian. Bian
langsung memeluk Anna, Anna adalah satu-satunya gadis yang memiliki hati seluas
samudra untuk memaafkan dan memberinya pemakluman. Satu-satunya tempat dimana
Bian bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu khawatir pada apapun.
“Aku cinta
kamu, kamu gak boleh mikir yang enggak-enggak. Eve bukan siapa-siapa buat aku,
selama aku masih sama kamu jangan khawatirkan apapun. Kita bakal baik-baik
saja,” ucap Bian lalu mengecup kening Anna.
***
Boni mundur
perlahan begitu mendengar suara Bian yang sedang merayu Anna. Ia ingin
menyendiri di balkon sembari memandangi taman belakang sekolah. Boni tak
menyangka Bian bisa bicara selembut itu pada Anna setelah memakinya
habis-habisan.
“…selama
aku masih sama kamu jangan khawatirkan apapun. Kita bakal baik-baik saja,” ucapan Bian yang terdengar begitu
lembut dan hangat itu juga terngiang di telinga Boni sekarang.
Sepertinya
hubungan Anna dan Bian jauh lebih intim dan harmonis daripada yang Boni
pikirkan. Mungkin saja sikap kasar yang Bian tunjukkan di publik bukan dirinya
yang sebenarnya. Boni tertawa kecil begitu ia menjauh dari balkon. Tentu saja
Anna sangat penting bagi Bian, sepertinya Anna yang memegang kendali dalam
hubungannya. Nyatanya Anna bisa membuat Bian tak mencarinya sama sekali atas
kesalahan vatalnya.
Boni masih
ingin mendengar pembicaraan Anna dan Bian. Apa yang Anna sampaikan hingga Bian
bisa begitu lunak padanya. Apa yang selama ini Anna lakukan hingga Bian begitu
betah dan terikat padanya. Boni jadi semakin penasaran.
Bel pulang
berbunyi. Bian sudah menunggu Anna di depan. Boni memperhatikannya di kejauhan
tanpa berani mendekat sedikitpun. Bian terlihat sangat menyayangi Anna kali
ini. Bahkan Bian sendiri yang membukakan pintu mobil untuk Anna.
“Gak usah
segitunya ngeliatin Anna sama Bian, gak usah cari masalah baru!” Jefri meremas
bahu Boni lalu menepuknya pelan sebelum ia pergi.
Boni
menatap Jefri yang berlalu meninggalkannya. Boni tertawa pelan. Jefri benar, ia
tak perlu mencari masalah baru. Selain itu Boni juga heran dengan dirinya
sendiri yang tiba-tiba jadi memperhatikan Anna dengan serius.
“Alah
paling lama-lama aku juga bosan,” gumam Boni yang berusaha mengabaikan
pikirannya. Namun tiba-tiba Bian memposting sebuah status di sebuah apotek.
Tak selang
lama setelah Boni sampai rumah Bian juga memposting foto sedang membeli makanan
bersama Anna yang hanya terlihat rok dan sepatunya saja.
“Makan
biar kuat!” ucap
Bian dalam statusnya.
“Boni, siap-siap. Kita mau ketemu sama Tuan Erik Seymour!” ucap Devi yang mengingatkan Boni untuk bersiap-siap karena acara kali ini akan berpengaruh pada proyek keluarganya.