Bab 05 – Pertandingan Terakhir 🔞
Anna
terbaring di asramanya sebelum ia benar-benar mengemasi semua barang-barangnya.
Bian kembali mengambil keputusan secara sepihak atas dimana Anna harus tinggal.
Dan melihat Anna yang pingsan di sekolah jelas membuatnya jadi lebih posesif
pada Anna.
“Barang-barang
cuma dikit lama bener siap-siapnya!” omel Bian yang sudah menunggu di luar
asrama.
Anna hanya
menatap Bian sembari menyeret kopernya. “Aku lebih suka di asrama,” keluh Anna
yang dengan berat hati melepaskan satu-satunya tempat dimana ia bisa bebas.
“Na!” geram
Bian yang sudah lebih dari cukup untuk membungkam Anna.
Bian
langsung tancap gas membawa Anna ke apartemennya lagi. Bian hanya diam dan
cenderung mendiamkan Anna. Setelah sampai Bian akan mengunci Anna di dalam dan
pergi begitu saja tanpa pamit mau pergi kemana dan kapan ia pulang.
Ini bukan
hal baru lagi bagi Anna. Terlebih hari ini juga ada pertandingan basket. Anna
tau Bian pasti sedang menjadi sorotan seperti pertandingan-pertandingan lainnya
yang sudah-sudah. Anna tau Bian harus bersinar tanpa terganggu dengan
kehadirannya disana.
Anna
menyalakan TV, melihat siaran langsung pertandingan kali ini. Bian terlihat
menawan dengan penampilannya yang begitu sporty. Namun Anna memilih mematikan
TV dan enggan melihat kekasihnya bertanding daripada ia makan hati melihat Bian
yang di kerubungi para pemandu sorak.
***
Eve duduk
di bangku VIP melihat Bian bertanding kali ini. Melihat pria yang akan menjadi
suaminya kelak setelah ayahnya terpilih menjadi presiden. Bian tampak begitu
berkarisma di mata Eve. Tampan, atletis, dan disukai semua orang.
Bian tau
Eve hadir untuk melihatnya bertanding. Obrolan terkait perjodohannya dengan Eve
juga sudah sampai ketelinganya meskipun ibunya masih belum memberitahu secara
resmi. Bian menatap ke layar monitor besar yang menyoroti Eve. Bahkan tanpa
perlu menjadi pemandu sorak atau ikut bertanding Eve tetap mencuri perhatian
semua orang dan menjadi sorotan.
Bian
kembali bertanding dan memenangkan pertandingan kali ini. Boni berharap jika ia
akan mendapat sedikit sorotan seperti Bian. Bahkan meskipun ia sudah banyak
mencetak sekor, Bian tetap yang jadi bintang. Menyebalkan, tapi Boni juga tak
bisa banyak protes apa lagi sekarang ada Eve juga yang mencuri semua kamera.
Eve, Eve,
Eve, Eve dimana-mana. Semua menggandrungi Eve belakangan ini. Keikut sertaannya
dalam acara amal secara rutin dan kegiatan keluarganya sebagai pejabat publik
membuatnya menjadi bintang utama tanpa perlu kerja keras.
“Kak Bian…”
Eve berlari kecil mendekat pada Bian memberikan handuk kecil dan botol air
mineral.
Bian
menerimanya dengan cuek. Jefri juga terlihat akrab dengan Eve meskipun ia juga
datang di temani pacarnya yang sudah di tentukan oleh keluarganya. Jefri
terlihat lebih bahagia terkait urusan asmaranya berbanding terbalik dengan
Bian, meskipun Jefri juga masih suka jelalatan.
“Kak Bian,
nanti keluar makan malam yuk!” ajak Eve dengan senyum ceria yang menghiasi
wajahnya.
Bian
memandang Eve sejenak lalu menghela nafas dan menggeleng pelan. “Aku ada
urusan,” tolak Bian.
Senyum Eve
perlahan pudar.
“Aku akan
menghubungimu nanti saat aku sudah ada waktu,” ucap Bian memberi penawaran
terbaiknya.
Eve kembali
tersenyum lalu mengangguk dengan ceria. Bian bangkit dari duduknya lalu masuk
ke ruang ganti, untuk mandi dan bersiap pulang. Eve masih setia menunggunya.
“Kak Bian,
minggu depan bisa dateng ke acara amal buat…”
“Tidak, aku
sudah ada janji.” Potong Bian yang sudah membayangkan serunya makan bersama
keluarga Anna.
“A-ah
begitu…” Eve berusaha tetap tersenyum dan memaklumi Bian yang belum dekat
dengannya.
“Aku akan
meluangkan waktu untukmu nanti. Fokus saja dulu dengan pendidikanmu, aku juga
akan fokus pada pendidikanku,” ucap Bian dengan tegas yang malah membuat Eve
bersemu tersipu malu mendengar ucapan Bian yang dengan tegas mengaturnya.
Bian bukan
orang yang mudah di ajak bicara, bisa dekat dengannya seperti ini sudah langkah
awal yang baik untuk Eve. Eve juga sadar jika ia masih perlu banyak berbenah
agar tampak setara dengan Bian.
“Kak Bian
suka cewek rambut panjang apa rambut pendek?” tanya Eve yang ingin mengenal
Bian dan menyesuaikan diri dengan selera Bian.
Bian
mengingat Anna, rambut panjangnya yang bergelombang dan sedikit acak-acakan di
pagi hari setelah bercinta dengannya adalah pemandangan terindah yang selalu
ingin ia nikmati. Bian menundukkan wajahnya, ia jadi bersemu sendiri mengingat
Anna.
“Rambut
panjang berwarna hitam yang terbaik bagiku. Aku suka warna rambut yang
natural,” jawab Bian.
Eve
mengangguk. Ia ingin merubah warna rambutnya agar lebih sesuai dengan apa yang
Bian inginkan. “Aku akan menyesuaikan diri dengan kesukaan Kak Bian,” ucap Eve
lalu tersenyum sumringah berjalan keluar duluan.
***
Anna
menyiapkan lasagna dengan banyak daging dan keju seperti kesukaan Bian. Berita
Eve yang datang menyemangati Bian sudah Anna lihat dari sosial media. Semua
orang belakangan ini begitu mengidolakan Eve. #PatahHatiNasionalEveXBian
bermunculan di lini masa milik Anna yang hampir tak pernah muncul secara
terang-terangan di publik bersama Bian dan selalu hanya di kenalkan sebagai
teman sekolahnya saja.
“Bian, aku
membuatkan lasagna kesukaanmu!” sambut Anna dengan ceria seperti biasanya
seolah ia tak pernah melihat berita apapun diluar sana.
Bian
langsung melepaskan tasnya di lantai lalu memeluk erat tubuh kekasihnya itu
dengan erat sembari melumat bibirnya dengan lembut.
“Kamu liat
pertandinganku?” tanya Bian.
Anna
menggeleng sambil tersenyum. “Aku istirahat, setelah minum obat. Lain kali aku
akan melihat pertandinganmu,” ucap Anna yang hanya di angguki Bian.
“Kamu ini
memang tak pernah mau mensuportku,” komplain Bian sambil tersenyum.
Anna tau ia
berbohong dan baik Anna maupun Bian memilih tetap bersandiwara soal kebohongan
kecil mereka daripada mempermasalahkannya kali ini.
“Sudah
mandi?” tanya Anna.
Bian
mengangguk. “Sudah selesai haid?” tanya Bian yang di angguki Anna.
“Tapi besok
ada ujian, jadi aku mau fokus. Tidak ada jatah nanti malam!” ucap Anna
mewanti-wanti.
Bian
menghela nafas lalu memasang wajah cemberutnya tak selang lama ia menggendong
kekasihnya ke kamar dan langsung menerjangnya.
“Gak jatah
malam gak papa, jatahnya sekarang saja!”
“Bian!”
pekik Anna yang tetap pasrah membiarkan Bian menelanjanginya.
Bian
melumat bibir Anna dengan lembut dan intens. Selalu begini setiap kali Bian
selesai bertanding. Lalu klik! Bian mematikan lampu di kamar hingga benar-benar
gelap.
“Bianhhh…”