Bab 64 – Salah Paham
Vincent
sudah sibuk bersiap sendiri bersama pengasuhnya. Melania merasa sedikit sepi
ketika cucunya lebih antusias bertemu Anna daripada menemaninya rapat. Tapi
Melania juga tak bisa memaksa Vincent, apalagi jarang ia melihat cucunya
seceria ini. Melania pernah mengajak Vincent berlibur atau sekedar menginap
keluar, tapi Vincent juga tak pernah sesemangat ini untuk bersiap. Melania
bahkan melihat beberapa oleh-olehnya masih utuh dan sengaja Vincent bawa di
kopernya untuk di buka bersama Gio.
“Vin senang
ya ke rumah Gio?” tanya Melania.
“Iya dong!”
jawab Vincent dengan cepat tanpa beban.
“Kalo kita
nanti jalan-jalan mau gak?” tanya Melania lagi mencoba membujuk Vincent agar
tidak terlalu dekat dengan Anna.
Vincent
diam sejenak dengan alis berkerut, tampak sedang mempertimbangkan tawaran
neneknya sebelum akhirnya bocah itu menggeleng. “Aku mau ketemu mama Anna.”
“Kenapa?”
tanya Melania lalu duduk di tempat tidur Vincent.
“Mama Anna
kan habis sakit, jadi aku mau ketemu sama Mama. Kayak kasian gitu loh kalo mama
Anna sakit. Sendirian, nanti adekku ga ada yang urus.”
“Adekmu?”
Vincent
mengangguk. “Adek Hana, kata Mama Anna adek Hana juga adekku.”
Melania
terdiam lalu Bian datang ke kamar Vincent dan mengulurkan tangannya untuk
mengajak Vincent pergi. Vincent memeluknya sejenak lalu mencium kedua pipinya
sebelum pergi bersama papanya dengan penuh suka cita. Melania masih enggan
untuk mengakui jika Anna benar-benar orang yang di butuhkan anak dan cucunya,
meskipun Anna tetap masuk dalam pertimbangannya.
***
Bian masuk
ke apartemen dengan kartu aksesnya. Anna baru selesai memasak dan Gio langsung
menyambutnya bersama Hana yang berlari dengan baby walkernya. Vincent sedikit
malu-malu ketika Hana sangat ingin mendekatinya, jarang ada yang begitu
menyukai Vincent seperti Hana yang selalu mengejarnya dengan penuh suka cita.
Suasana apartemen benar-benar terasa hidup dan menyenangkan.
“Kamu
istirahat aja Na,” ucap Bian yang langsung masuk untuk memeluk Anna yang baru
selesai menyajikan masakannya dimeja makan.
Anna
tersenyum lalu mengangguk. “Habis suapin Hana aku istirahat kok, kalo aku gak
masak siapa nanti yang ngurus rumah.”
“Aku
panggilin pelayan mau?”
Hana
langsung menggeleng dan membalas pelukan Bian. Bian mengecup keningnya dengan
lembut lalu kembali mendekap Anna lebih lama lagi.
“Aku
bikinin kamu ayam, aku gak sempat belanja,” ucap Anna lembut lalu duduk bersama
Bian sembari menunggu anak-anak selesai membuka isi koper Vincent.
“Kok cuma
empat?” tanya Bian yang melihat hanya ada 4 potong paha di meja makan.
“Kan belum
sempet belanja.”
“Kamu mau
kita belanja?”
Anna
menggeleng pelan. “Mau istrahat Bi.”
“Yaudah
makan, minum obat, terus tidur. Aku bisa nemenin anak-anak.”
Anna
terdiam menatap Bian, Bian banyak berubah setelah hubungannya kandas dan
kembali bersamanya lagi. Bian jadi jauh lebih kalem dan penyayang, emosinya
juga terlihat sangat setabil. Terutama jika ada anak-anak di sekitarnya. Karena
hal itu sejenak Anna jadi terpikir bagaimana jika dulu ia dan Bian masih
bersama, akan sebahagia apa keluarga kecilnya nanti.
“Aku
panggil anak-anak biar bisa makan bareng,” ucap Bian lalu beranjak dari
duduknya.
Anna
mengambilkan makanan untuk Vincent, Gio, lalu bersiap untuk menyuapi Hana
setelah mengambilkan makanan khusus untuk Bian. Bian tak kunjung makan
sementara Gio dan Vincent sudah lahap duluan karena tak sabar segera memainkan
mainan bawaan Vincent.
“Kamu makan
juga lah Na, ku suapin ya?” tawar Bian.
“Nanti,
habis adek makan aku makan kok,” jawab Anna yang sedang menyuapi Hana.
Bian
menghela nafas lalu langsung menyuapi Anna. Gio sedikit kaget, tapi Gio bisa
maklum karena mamanya perlu makan teratur dan mungkin saja Bian hanya
membantunya. Sementara Vincent merasa papanya tak seharusnya sedekat itu dengan
Anna hingga menyuapinya segala. Vincent jadi merasa aneh dan tak wajar melihat
betapa sayang dan perhatian Bian pada Anna.
“Kamu makan
juga Bi,” ucap Anna setelah menelan makanannya dan menyelesaikan suapan
terakhir Hana.
“Iya,”
jawab Bian yang langsung makan dari sendok yang sama dengan Anna.
Usai makan
Gio dan Vincent menyingkirkan peralatan makannya ke wastafel. Hana ikut
menyingkirkan mangkuknya juga. Gio dan Hana ingin lanjut bermain, tapi Vincent
masih ingin memperhatikan orang tuanya.
“Na kamu
kurang asupan, padahal kemarin aku sempet liat kamu gemukan loh habis lairan.
Sekarang kurus banget, Boni ga kasih uang?”
Anna
tersenyum mendengar komentar Bian. “Aku ga mau minta, gak mau ambil uangnya
juga. Aku masih sakit hati Bi, gak mau aku terima uang dari dia.”
“Terus ga
dapet dari Ayah?” tanya Bian dengan alis berkerut.
“Dapet,
tapi gak sebanyak waktu yang kasih suami. Ayahkan tanggungannya banyak.”
“Dapet
fasilitas gak kamu?” cecar Bian yang begitu kesal Anna kembali di sia-siakan.
“A-ada
kok…”
“Bohong!
Aku ga liat mobil di garasi. Kemana mobil dari aku? Dari Boni?”
“Dari Boni
aku balikin…”
“Dari aku?
Alphard buat kamu kemana?”
Anna diam
sejenak lalu tersenyum. “Aku jual. Aku perlu persiapan buat sekolahin
anak-anak, buat makan, buat asuransi, renovasi. Nanti kalo aku mau mobil bisa
minta Ayah kok,” jawab Anna sambil berusaha tersenyum dan terlihat kuat.
Bian
geleng-geleng kepala mendengar penjelasan Anna. “Na, udah lah gak usah sok
kuat, sok jual mahal…balik lah sama aku. Kamu udah kembali ke apartemen kita
dulu, kamu nyaman disini kayak dulu, kenapa kita gak sama-sama lagi aja? Ayo
nikah…”
“No!” jerit
Vincent yang mendengar ajakan Bian pada Anna. “Papa jangan! Tidak boleh!”
Vincent langsung berlari dan mendorong Anna sekuat tenaganya agar menjauh dari
Bian lalu menangis sembari memukulinya.
Anna coba
menjauh dan langsung menjauhkan Hana yang mendekat padanya. Sementara Bian
menarik Vincent menjauh dari Anna. Gio langsung berlari pasang badan untuk
melindungi mama dan adiknya.
“Kamu
kenapa jadi pukul mamaku!” bentak Gio yang tak di jawab Vincent sama sekali.
Gio
langsung masuk ke kamarnya dan merapikan koper milik Vincent lagi sebelum
membawanya keluar.
“Vin, gak
boleh kayak gitu ke mama Anna. Minta maaf sekarang!” bentak Bian yang kesal
pada sikap Vincent barusan.
“Aku mau
ketemu mamaku!” jerit Vincent sambil menghentakkan kakinya dengan kesal.
Gio
langsung membukakan pintu. “Kalian pergi saja! Kamu jahat sama mamaku tidak mau
minta maaf. Kamu bukan temanku lagi!” usir Gio.
Bian
mengusap wajahnya dengan gusar. Semuanya jadi sangat berantakan sekarang.
Kedekatannya bersama Anna yang sudah tinggal selangkah lagi bisa kembali
kepelukannya jadi berantakan karena putranya sendiri.
“Aku benci
mama Anna! Mama Anna mati sa…”
Plak! Bian
langsung menampar Vincent sebelum anak itu semakin kurang ajar.
“Kalo kamu
gak mau minta maaf setidaknya jangan bicara kasar!” tegas Bian yang sudah
kewalahan menahan emosi dan kehabisan kesabaran.
Vincent
kaget bukan main begitu papanya mendaratkan tamparan di pipinya. Ini kali
pertama papanya menggunakan kekerasan fisik padanya. Rasanya bukan hanya
Vincent yang kaget tapi semua yang ada disana juga kaget.
Anna
langsung mendekat pada Vincent dan mendekapnya sebelum menangis, tapi Vincent
kembali mendorongnya. Bian yang melihat Vincent mulai melawannya langsung
menyeretnya pulang.
“Kamu mau
ikut mamamu?! Ku antar ke mamamu! Jangan harap bisa kembali ke rumahku!” kesal
Bian sembari meninggalkan apartemen Anna.