Bab 74 – Hamil
Beberapa
minggu berlalu sebelum akhirnya hari dimana Bian dan Anna harus kembali
memeriksakan diri untuk program kehamilannya kali ini. Anna beberapa waktu ini
sempat mengeluhkan soal pusing dan mual. Tapi Anna enggan terlalu memikirkannya
karena memang kegiatannya cukup padat saat harus mengurus anak-anak yang naik
kelas dan suaminya yang minta di temani saat bekerja juga.
Anna sudah
mencoba tidur lebih awal, karena Anna yang kurang fit belakangan ini anak-anak
juga jadi lebih mandiri dan berusaha agar tidak mengganggu Anna. Bian juga
meminta beberapa pelayannya untuk menemani anak-anaknya agar Anna tidak terlalu
khawatir jika anak-anaknya tak terurus. Bian juga sudah mencoba untuk lebih
cepat pulang agar ia bisa segera menemani Anna di rumah.
“Jadi
pembuahannya bisa dimulai kapan, Dok?” tanya Bian yang khawatir pada Anna yang
sedang berbaring di USG untuk melihat kondisi rahimnya.
“Pembuahan
apa lagi? Ini udah ada janinnya…” ucap dokter lalu menunjukkan sebuah bulatan
kecil di rahim Anna.
Bian
menganga kaget melihat hasil USG istrinya yang sudah berbadan dua. “S-sejak
kapan?” tanya Bian kaget dan langsung berkaca-kaca.
“Kalo di
lihat dari bentuknya ini masih sekitar 4 minggu,” jawab Dokter yang membuat
Bian langsung menangis haru sambil memeluk istrinya.
“Ow! Ada
dua!” seru dokter yang semakin membuat Bian dan Anna senang mendengar kabar
kehamilan kali ini.
Anna dan
Bian begitu terkejut mendengar kabar tersebut, keduanya tampak begitu bahagia.
Penantian Bian untuk memiliki anak dari Anna akhirnya membuahkan hasil. Ingatan
ketika pertama kali ia mendapat kabar jika Anna hamil kembali muncul dalam
benak Bian. Bian tak bisa berhenti menangis, begitu bahagia bisa mendapat
kesempatannya lagi.
***
Berita soal
keluarga El-baz yang terkena masalah sedikit membuat Anna khawatir. Terutama
pada kondisi mantan mertuanya yang begitu menyayanginya. Bian jelas tau jika
istrinya mengikuti kasus yang sedang menimpa keluarga mantan suaminya itu. Bian
juga mencoba memblokir akses dari rumahnya pada semua berita soal penangkapan
Boni dan keluarganya juga mengurangi aktifitas internet Anna juga anak-anaknya
agar tidak banyak pikiran.
“Kamu masih
ngikutin berita keluarga El-baz?” tanya Bian lembut sembari mengelus perut Anna
dengan lembut.
Anna
tersenyum, ia ingin berbohong dan bilang tidak tapi rasanya percuma saja bohong
pada Bian. Jadi Anna memutuskan untuk mengangguk dan mengakuinya dengan jujur.
“Gimanapun
juga, dia kan papanya Gio sama Hana. Aku mungkin gak kasian sama Boni, tapi aku
kepikiran sama mantan mertuaku dulu. Mereka baik ke aku, jadi ya…”
Bian
tersenyum lalu mengangguk dan mengambil tablet yang di gunakan Anna. Bian
meletakkannya di atas laci sebelum ikut mematikan ponselnya dan mendekap
istrinya.
“Aku yakin
hukumannya gak bakal berat kok, kan mantan mertuamu bukan pejabat,” ucap Bian
mencoba menghilangkan kekhawatiran Anna.
Anna
mengangguk lalu tersenyum.
“Inget ya,
ada dua baby yang ada di perutmu. Gak boleh banyak stres, banyak mikir
yang enggak-enggak,” Bian mengingatkan lalu mencium kening Anna sebelum beralih
mengobrol dengan bayi di perut Anna.
“Iya
Sayang,” jawab Anna lembut lalu mengelus pipi Bian dengan lembut. “Papa cukur
dong, kumisnya sakit kalo cium,” pinta Anna ketika Bian mencium perutnya.
Bian
mengerutkan keningnya lalu mendengus kesal karena bulu-bulu di wajahnya terasa
begitu cepat tumbuh. “Bentar, jangan tidur duluan!” ucap Bian yang langsung
pergi bercukur sementara Anna mengangguk dan menunggunya di kamar.
“Sayang,
besok Kakak Gio ada acara hari Ayah. Kamu bisa temenin gak?” tanya Anna lembut
sembari berjalan ke kamar mandi menyusul Bian yang sedang bercukur.
“Bisa dong,
kan aku Papanya,” jawab Bian dengan penuh rasa percaya diri. “Apa kegiatannya?”
tanya Bian sembari menyelesaikan cukurnya dan sedang mencuci pisau cukurnya.
“Cuma
dengerin anak-anak nyanyi sih, paduan suara,” jawab Anna sembari memeluk Bian
dari belakang sebelum menciumi pipi dan dagunya untuk memastikan jika wajah
suaminya sudah benar-benar mulus.
“Nanti aku
ajak asistenku buat fotoin,” ucap Bian lalu memeluk Anna dan menciuminya
sebelum kembali ke tempat tidur mengobrol membahas sekolah anak-anak,
perkembangan Vincent dan Hana. Gio yang mulai khawatir pada papanya juga nenek
kakeknya yang mulai ia rindukan.
Bian masih
tidak bisa memahami bagaimana kedekatan Gio dengan Boni atau keluarga El-baz
lainnya. Tapi yang jelas Bian hanya mengerti jika Gio memiliki perasaan yang
lembut seperti Anna. Bian juga tak paham kenapa orang seperti Boni masih bisa
mendapat begitu banyak cinta, pengampunan dan kerinduan dari anak-anaknya.
Bahkan dari Anna juga yang sedikit mengkhawatirkannya.
Bian merasa
semua pengkhianatan patut disingkirkan dan tak mendapat sedikitpun pengampunan,
tapi Anna berbeda. Anna bisa memaafkan, Anna bisa memberikan kesempatan kedua.
Anna berbeda jauh dengannya dan Bian merasa hal itu akan mengancam rumah
tangganya. Bian tak mau sikap welas asih Anna itu di manfaatkan oleh Boni yang
akan merebut Anna dengan wajah memelasnya.
“Aku cinta
kamu Na, aku bakal berusaha keras buat jaga keluarga kecil kita,” lirih Bian
lalu mengecup bibir Anna dengan lembut sebelum memandangi istrinya yang sudah
terlelap itu.
***
Pagi-pagi
Vincent dan Hana sengaja meminta untuk bolos sekolah agar bisa melihat
pertunjukan Gio. Gio juga sudah terus berlatih dan menyanyikan lagu yang akan
dia nyanyikan nanti dalam paduan suaranya. Bian juga sudah meminta timnya untuk
mengabadikan momen kebersamaan keluarganya kali ini dan tentu kali ini Bian tak
marah dan keberatan jika anak-anaknya membolos.
Gio berdiri
dengan berani lalu melambaikan tangannya pada keluarganya begitu ia melihat
dari atas panggung. Beberapa penonton tertawa melihat Gio yang sepontan
melambaikan tangan pada orang tuanya. Gio tersenyum bangga dan penuh
percayadiri menyanyi bersama kelompok paduan suara kelasnya.
Anna
terharu bangga melihat putranya yang pemberani tampil di panggung. Anna terus
menggenggam tangan Bian sambil mengusap airmatanya dengan senyum sumringahnya.
Bian ikut bangga melihat Gio dan merasa bahagia karena Anna yang bahagia.
“Mama tadi
liat aku tidak?” tanya Gio begitu selesai pentas dan langsung di sambut pelukan
oleh mamanya.
Anna
mengangguk lalu memberikan buket bunga kecil untuk Gio yang sudah ia siapkan.
“Tadi di
vidio tidak?” tanya Gio antusias.
“Iya dong!”
jawab Bian yang menggendong Hana sebelum gadis kecil itu berlarian.
“Sip! Nanti
kita bisa tunjukin ke adek bayinya,” ucap Gio yang sudah memikirkan adiknya
yang baru.
Bian
mengangguk lalu menggandeng Vincent sembari berjalan ke mobil. Tapi tiba-tiba
ada sebuah mobil yang berhenti di depan sekolah. Seorang pria yang menggunakan
jaket hitam dan topi datang berlari menuju ke arah Gio dan Anna yang tertinggal
di belakang Bian.
Bian
mendudukkan Hana dan Vincent di mobil namun seketika ia melihat semua orang
yang menatap ke belakangnya. Bian langsung menoleh kebelakang dan mendapati
Boni yang sedang berlutut di depan Gio dan Anna. Bian langsung berlari mendekat
dan bersiap menghantam Boni yang berani mendekati istri dan anaknya. Sampai
Bian melihat Gio yang menangis dalam pelukan Boni.
“Papa minta
maaf, Papa jahat ke Kakak, Adek, Mama. Maafin Papa ya Kak, Papa jahat. Kakak
pinter, baik udah jagain Mama sama Adek. Kakak hebat, Papa pecundang.” Boni
terus meminta maaf pada Gio sambil menangis dan terus memeluk sambil
menciuminya.
Anna
memalingkan wajahnya dan menahan tangisnya melihat langsung betapa kacaunya
Boni sekarang. Suara sirine polisi langsung terdengar. Boni melepaskan
pelukannya sembari menyeka airmata Gio dan airmatanya sendiri. Boni tersenyum
lalu mendorong Gio menjauh darinya, Bian langsung menarik Gio dan Anna
menggiringnya menjauh dari Gio dan memilih pasrah menyerahkan dirinya.