Bab 12 – Kerikil di Jalan 🔞
Lidia yang
semula ingin menghubungi ayahnya perlahan mengurungkan niatnya. Ia ingat segala
penderitaannya dan kesedihan ibunya selama ini karena keegoisan ayahnya. Lidia
dan Anna memang senang mengetahui jika ayahnya mencarinya dan masih menyayangi
keluarga kecilnya. Tapi keduanya juga bingung harus bersikap bagaimana
sekarang.
“Ini aku
ambil uang buat Lidia kalo ada kebutuhan, sama buat Ibu,” ucap Bian sembari
menyerahkan dua buah amplop coklat pada Anna.
“Makasih
Bian,” lirih Anna lalu menggenggam tangan Bian.
“Kenapa
sedih lagi?” tanya Bian lalu merangkul Anna.
Anna
menggeleng pelan lalu kembali tersenyum. “Aku gak tau bisa hidup apa enggak
kalo gak ada kamu,” ucap Anna lalu mengecup tangan Bian yang ada dalam
genggamannya.
Bian
tersenyum lalu mengangguk. “Makannya kamu jangan ngeyel sama aku,” ucap Bian
lalu merangkul Anna sembari mengecup keningnya.
Sebuah
kilatan cahaya tiba-tiba menahan Bian yang hendak masuk kedalam kamar inap
Miranda. Anna masuk duluan sementara Bian pergi mencari arah kliatan cahaya
yang ia lihat sebelumnya. Namun karena enggan terlalu lama diluar mencari
sesuatu yang belum pasti, Bian langsung masuk kedalam kamar.
“Sayang
makan,” tawar Anna yang menyiapkan makan untuk Lidia.
“Disuapin,”
pinta Bian terang-terangan menunjukkan kemanjaannya pada Anna.
Miranda dan
Lidia tertawa menengar permintaan Bian. Bian tersipu lalu memalingkan wajahnya.
“Bian emang
gitu, lagi gak mood makan,” ucap Anna lembut lalu mengambil sedikit
lebih banyak lauk untuk menyuapi Bian.
“A-aku
makan sendiri aja,” ucap Bian yang sudah terlanjur dimakan gengsi.
Anna
tersenyum senang mendengar ucapan Bian lalu ia mengambil makan untuk dirinya
sendiri. Semua makan dengan lahap. Masakan buatan Anna memang enak dan jauh
lebih enak jika di bandingkan dengan makanan rumah sakit. Lidia juga tambah dua
kali, sementara Bian terlihat tidak semangat. Bian suka di suapi sembari
sesekali minta di cium atau memeluk Anna saat makan.
Sadar Bian
tidak semangat makan Anna langsung mengambil piring dan sendoknya lalu menyuapi
Bian tanpa di minta.
“Ibu, ini
bukan Bian ya yang minta di suapin. Anna yang pengen suapin Bian!” ucap Bian
mencari pembenaran terlebih dahulu sebelum di tertawakan lagi.
Anna hanya
tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku yang suka nyuapin Bian,” ucap Anna
lembut lalu mengambilkan keripik kentang untuk Bian.
Bian makan
lebih lahap dari sebelumnya meskupun sesekali komplain tidak cocok dengan
sayurannya dan Anna akan selalu memelototinya.
“Ibu! Anna
matanya mau keluar nih!” adu Bian tiap kali Anna hendak memarahinya.
“Bian ih
dikit-dikit ngadu,” protes Anna.
“Biarin,
orang Ibu sekarang jadi Ibuku kok,” saut Bian sembari membuka mulut menerima
suapan dari Anna.
***
Melania
cukup kesal melihat Bian yang ada di rumah sakit bersama Anna. Namun jika ia
marah dan melarang Bian sekarang ia belum siap menghadapi reaksi Bian lagi dan
membuat hubungannya semakin jauh. Melania juga tak mau mengambil resiko
terlebih dahulu.
“Sepertinya
Swis cukup baik untuk Bian,” ucap Melania sembari memberi isyarat pada
sekertarisnya untuk menyiapkan kampus terbaik di Swis untuk Bian.
Melania
memandangi Anna dan Bian yang masih bersama setelah pesta keluarga Jager merasa
sedikit kecewa. Melania menganggap Anna tak lebih dari kerikil dan rumput
kering yang menghalangi langkah putranya. Melania ingin menyingkirkan Anna
tanpa melukai Bian.
“Apa kita
punya kesempatan bertemu dengannya?” tanya Melania.
“Sepertinya
sulit Nyonya, Tuan Muda tinggal bersamanya dan hampir menghabiskan seluruh
waktunya bersama Anna.”
Melania
berdecak kesal, meskipun ia juga melihat banyak perubahan positif pada diri
Bian setelah ia mengenal Anna. Melania tetap tidak menyukai Anna yang dari
kelas bawah dan jauh tak setara dengan Bian.
“Apa
sesulit itu menemuinya?” tanya Melania tak yakin jika Bian benar-benar bersama
Anna selama 24 jam.
“Benar
Nyonya, Tuan Muda selalu mengawasinya termasuk di sekolah. Kemarin Anna juga di
paksa pindah ke apartemen Tuan Muda.”
Melania
mengangguk, ia akan menyusun rencananya sendiri.
***
Anna
kembali ke apartemen Bian setelah yakin ibunya akan di tangani dengan baik oleh
tenaga medis di RS dan Lidia yang bisa tinggal di asrama. Keluarganya
benar-benar aman terkendali ketika Bian ikut campur membantunya. Anna jadi
senang, meskipun sebagai gantinya ia harus menjadi tahanan untuk Bian.
“Sayang,
nanti aku mau ketemu Eve. Ada acara amal di keluarganya,” ucap Bian pada Anna
sembari ikut tiduran di samping Anna.
Anna
mengangguk sambil tersenyum memberi ijin.
“Nanti kalo
ada kesempatan aku pengen kenalin kamu sama Eve,” ucap Bian lembut sembari
mengelus pipi Anna.
Anna
kembali mengangguk lalu mengecup bibir Bian. “Aku sayang banget sama kamu,”
bisik Anna lalu mengecup kening Bian.
Bian
tersipu mendengar ucapan Anna dan kecupan-kecupan singkatnya juga. Sudah lama
Bian tidak mendengar kata-kata itu belakangan ini. Ia jadi banyak diam dan
banyak berpikir belakangan ini. Mungkin Anna sering mengatakan jika ia
menyayangi Bian, tapi Bian mungkin tak menyadarinya.
“Aku gak
pengen ketempat Eve, aku pengen sama kamu aja kalo kayak gini.”
Anna
tertawa kecil mendengar ucapan Bian. Bian begitu manja padanya. “Babyku
harus tetep berangkat, kan udah janji,” ucap Anna sembari memeluk Bian.
Bian
langsung menyandarkan kepalanya di dada Anna dengan manja.
“Kamu suka
di panggil baby?” tanya Anna yang langsung di angguki Bian. “Mau jadi babyku?”
tanya Anna yang kembali di angguki Bian.
“Biasanya
kan juga gitu,” jawab Bian lalu menciumi dada Anna yang sintal. “Padahal
biasanya juga kamu nenenin,” ucap Bian yang membuat Anna tersipu.
“Kamu manja
banget, tapi kalo di sekolah galak,” ucap Anna yang membiarkan Bian melepaskan
dasternya lalu melepas branya.
“Kan jaga
wibawa, biar aku keliatan keren, cool,” jawab Bian lalu mengecup bibir
Anna.
Anna
mengerutkan keningnya. “Tapi aku di omelin mulu, takut,” ucap Anna sembari
menutupi payudaranya dengan tangan.
Bian
langsung cemberut. “Naaa!” rengek Bian.
“Janji gak
marah-marah lagi!” ucap Anna yang menyempatkan diri untuk tawar menawar dengan
Bian.
“Iya, janji
gak marah!” ucap Bian sembari menyingkirkan tangan Anna dan langsung melahap
payudara Anna.
“Amhhh…”