0
Home  ›  BIANNA  ›  Chapter

Bab 11 – Kado dari Ayah 🔞

Bab 11 – Kado dari Ayah 🔞-1

Rencana Anna untuk menginap dan bersenang-senang bersama ibu dan adiknya sirna sudah. Anna merutuki dirinya yang memilih untuk pergi keluar bersama Lidia daripada di rumah. Anna terus menyalahkan dirinya sendiri sementara Bian yang punya segudang aktivitas jadi ikut menemani Anna menunggu sampai ada kepastian dari dokter terkait kesehatan Miranda yang baru sadar.

“Ibu gapapa,” lirih Miranda meskipun ia sebenarnya juga khawatir jika anak-anaknya tau soal penyakitnya. “Anna balik ke asrama gapapa,” ucap Miranda lembut.

Anna menggeleng. “Kan liburnya 3 hari, Bu. Jadi mau nemenin disini dulu,” ucap Anna yang di angguki Bian.

Bian mengelus bahu Anna dengan lembut lalu duduk bersama Lidia yang sedih. Bian merasa di butuhkan dan hangat bersama Anna dan keluarganya, perasaan yang tak pernah ia dapat dari orang di sekitarnya sebelumnya.

“Kalo Ibu sakit kamu gimana?” tanya Bian sedikit berbisik dengan Lidia.

Lidia mengedikkan bahunya. “Aku gapapa, tapi aku pengen Ibu sehat,” lirih Lidia.

Tak lama dokter datang untuk menyampaikan kondisi kesehatan Miranda. Miranda ingin meminta anak-anaknya keluar dan membiarkan dokter membicarakan penyakitnya dengannya saja. Tapi Anna dan Lidia juga Bian tampak berkeras ingin tau juga.

“Sudah stadium lanjutan, jadi kondisinya drop,” ucap Dokter.

Lidia dan Anna hanya bisa diam dan mulai berurai air mata sementara Miranda hanya tersenyum dan mengangguk menerima nasibnya. Bian ikut sedih mendengar penjelasan dokter atas kondisi Miranda.

“Nanti Bian cari cara biar Ibu bisa sehat,” ucap Bian sembari menggenggam tangan Miranda.

“Makasih, Bian baik sekali sama Ibu,” ucap Miranda sembari membalas genggaman tangan Bian.

Bian tersenyum sambil mengangguk lalu melepaskan genggaman tangannya dengan Miranda dan membiarkan Anna dan Lidia menghabiskan waktu bersama Ibunya.

***

“Gapapa, ibu gapapa,” ucap Miranda menguatkan kedua putrinya berulang kali.

Anna dan Lidia berusaha tabah dan kuat sebisanya. Anna langsung memikirkan soal Lidia dan Ibunya jika ia tak ada disana. Meskipun Anna tau Bian akan membantunya secara maksimal, Anna tetap khawatir.

“Ibu kenapa gak bilang dari dulu?” tanya Anna.

“Ibu khawatir kalo kamu sama adek gak siap, Ibu juga bingung mau minta tolong siapa buat jagain kalian kalo mau berobat,” ucap Miranda lembut.

“Ibu berobat aja! Aku bisa dirumah sendirian,” ucap Lidia meyakinkan Miranda sambil menghentakkan kakinya.

Anna merangkul Lidia sembari mendekapnya. “Nanti aku pakek tabunganku buat Ibu, Lidia juga bisa ikut asrama di sekolahnya sementara,” ucap Anna lembut.

“Terus kamu gimana?” tanya Miranda khawatir pada Anna.

Baca juga Epilog

“Aku bisa kerja part time di kantin, keluarga Bian juga ada beberapa usaha. Aku bisa cari uang Bu, aman,” ucap Anna meyakinkan ibunya.

Miranda mengangguk sambil tersenyum berusaha yakin pada kedua putrinya yang tangguh dan penuh tanggung jawab.

“Bian baik, Ibu gak perlu khawatir apa-apa,” ucap Anna.

Miranda kembali tersenyum lalu menghela nafas. “Ibu jadi keinget sama Ayahmu,” lirih Miranda dengan airmata yang mulai berlinangan.

Anna dan Lidia tak berani berkomentar soal Ayahnya yang memilih pergi meninggalkan mereka.

“Ayahmu juga baik, dia sayang sekali sama kalian. Persis kayak Bian itu, badannya bagus, ganteng, makannya anak-anak Ibu cantik-cantik…”

“Ibu…” rengek Lidia. “Udah gak usah nginget-inget Ayah.”

Miranda tersenyum. “Ibu jatuh cinta sendiri, kalian jangan bodoh kayak Ibu ya,” lanjut Miranda sebelum menyudahi ceritanya.

***

Pagi-pagi Erwin datang dan menemukan rumah baru Miranda dan anak-anaknya tinggal. Miranda masih menggunakan mobil yang sama dan Erwin selalu hafal. Rumahnya sepi seperti biasa jika Erwin datang. Namun harapannya tidak pupus, ia meninggalkan sebuah kado baru untuk Lidia putri bungsunya. Erwin masih ingin menemui kedua putrinya.

“Bu Miranya ga ada, Pak!” seru tetangga depan rumah Miranda yang baru. “Kemarin saya liat ada ambulance dari rumahnya, kayaknya sakit,” lanjutnya memberitau Erwin.

Erwin membelalakkan matanya kaget. Rasa khawatir mulai menyelimutinya, ia mengkhawatirkan Lidia, Anna, bahkan juga Miranda. Tapi belum ia sempat bertanya dari rumah sakit apa, tiba-tiba telfonnya berdering dan ia sudah harus pergi menghadiri rapat.

Tepat setelah Erwin pergi Bian dan Anna sampai. Anna bingung melihat ada kotak hadiah di depan rumahnya lalu membawanya masuk.

“Cie dari siapa tuh?!” sindir Bian yang langsung terbakar cemburu.

“Ga tau mungkin hadiah buat Lidia,” jawab Anna lalu membuka kotak hadiahnya.

Bian membuang muka namun begitu Anna mengambil kartu ucapannya ia tetap ikut melihatnya.

Baca juga Bab 74 – Hamil

“Selamat taun Anakku Lidia yang cantik dan baik hati, Ayah sayang sekali sama Adek, Kakak dan Ibu. Ayah berharap kita bisa segera bertemu. Kalo Lidia udah memaafkan Ayah hubungi Ayah ya. Ayah tunggu.”

Tulis pesan yang ada di kartu ucapan yang membuat Bian berhenti cemburu dan Anna kembali menangis. Bian yang semula bernafas lega tau jika hadiah yang di terima bukan dari selingkuhan Anna sekarang jadi bingung melihat kekasihnya yang menangis tersedu-sedu. Tapi saat Bian membaca kembali isi surat itu Bian jadi terkejut karena baru tau jika Ayahnya Anna masih mencarinya.

“Ku kira Ayah tidak pernah mencariku…” ucap Anna di sela tangisnya. Entah karena ia terharu atau sedih.

Anna langsung meraih ponselnya lalu menyimpan nomor telfon ayahnya yang ada di dalam kartu ucapan. Namun saat ia ingin mengirim pesan tangannya terlalu gemetar dan ia terlalu gugup untuk melakukannya. Anna hanya bisa menangis sambil memeluk Bian yang setia bersamanya saat ia ada di titik terendah.

Are you happy?”  tanya Bian lembut yang di angguki Anna. “Aku juga ikut bahagia buat kamu kalo gitu,” lanjut Bian lalu mengecup kening Anna.

Anna mengatur nafasnya hingga benar-benar tenang. Lalu ia mengambil foto hadia pemberian Erwin dan mengirim ke Ibu dan adiknya.

“Makasih kamu ada terus buat aku, aku bersyukur jadi pacarnya Bian,” ucap Anna yang membuat Bian tersipu malu.

“Aku tau, aku emang sebaik itu sih. Mau gimana lagi,” jawab Bian sombong seperti biasanya.

Anna tersenyum lalu mengangguk dan mengecup pipi Bian dengan lembut. Bian membalas ciuman Anna, lalu melumat bibirnya dengan lembut.

“Udah lama aku gak gini sama kamu,” lirih Bian dengan pandangannya yang sayu.

Anna tertawa mendengarnya. Karena ia ingat baru kemarin ia dan bian tidak bercinta dan sekarang Bian mengatakannya seolah sudah berminggu-minggu tidak bersama Anna.

***

“Ayah nyariin aku!” ucap Lidia yang langsung tersenyum sumringah dan begitu ceria melihat foto kiriman kado dari ayahnya yang dikirim Anna.

Miranda meringis mendengar putri bungsunya yang begitu senang mendapat kado dari ayahnya. Padahal selama ini Lidia tampak kesal dengan ayahnya yang hilang meninggalkannya. Tapi perasaannya langsung luluh begitu saja melihat pesan dan kado dari ayahnya.

“Ibu, ternyata Ayah sayang sama kita!” ucap Lidia penuh suka cita.

Miranda hanya tersenyum, ternyata sekeras apapun hatinya membuat benteng perlindungan untuk mengusir Erwin. Hanya dengan sedikit hadiah dan kata-kata indah, anaknya bisa begitu mudah luluh dan memaafkan.

“Aku kangen Ayah, kalo ada Ayah pasti Ibu bisa cepet sembuh,” ucap Lidia ceria.

Miranda hanya diam. Ia teringat masalalunya. Ketika Anna masih kecil dan Lidia masih balita. Keluarganya yang hangat dan harmonis, anak-anak yang sehat dan ceria, kehidupan yang mapan. Seketika semuanya hilang, sirna begitu saja ketika ia melihat suaminya yang pamit dinas keluar kota tiba-tiba di siarkan di TV sedang menikahi seorang anak pejabat.

Lidia dan Anna yang sakit panas dan selalu mengigau memanggil ayahnya. Miranda yang kelabakan mengurus semuanya sendiri melihat suaminya menikah lagi. Ia tak punya banyak pilihan waktu itu selain pergi membawa anak-anaknya kedokter lalu memutuskan untuk pergi membawa anak-anaknya ke desa.

“Adek mau maafin Ayah emangnya?” tanya Miranda lembut.

Lidia terdiam sejenak lalu mengangguk. “Kalo penjelasan Ayah masuk akal gapapa,” jawab Lidia santai. “Tapi Ibu tenang aja, aku bakal tetep sama Ibu selamanya!” ucap Lidia sembari memcium pipi Miranda. “Aku sayang Ibu.”

“Tapi Ayah sudah punya istri lagi…” lirih Miranda yang membuat senyum sumringah Lidia perlahan menghilang. 

Bab 11 – Kado dari Ayah 🔞-2

Bab 11 – Kado dari Ayah 🔞-3


74
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share