0
Home  ›  BIANNA  ›  Chapter

Bab 60 – Adik Baru

Beli Karya

Bab 60 – Adik Baru-1

Vincent semakin hari semakin dekat dan rasanya seperti tak terpisahkan dengan Gio. Beberapa kali ia berkunjung disana. Bahkan Vincent juga pernah menangis hingga muntah karena tidak di ijinkan untuk menginap di rumah Gio oleh papanya. Sebenarnya tak masalah Vincent menginap, hanya saja hari itu Melania ingin bertemu dengan cucunya jadi Bian memaksanya pulang.

Sementara itu Gio perlahan mulai sibuk dengan adik barunya yang lahir saat libur sekolah kemarin. Gio jadi banyak berubah dan tidak seasik dulu. Setidaknya itu yang ada di pikiran Vincent. Gio jadi lebih ingin pulang cepat dan menemui adiknya. Vincent jadi merasa di lupakan dan di tinggalkan lagi. Terlebih saat Vincent naik kelas dari play group ke TK A ternyata Gio sudah ada di TK B dimana mereka tetap tak bisa jadi teman sekelas.

“Kakak Gio…”

“Hai Vin! Aku pulang dulu ya,” sapa Gio yang tampak sudah tak sabar untuk pulang.

Senyum Vincent perlahan memudar. Satu-satunya teman baiknya sekarang rasanya sudah memiliki teman baru dan ia seperti sudah di lupakan begitu saja. Vincent jadi benci pada adik baru Gio yang sudah membuatnya berubah. Tapi Vincent sendiri belum pernah bertemu lagi sejak pertama menjenguknya dulu dan Vincent menganggap bayi yang masih kemerahan itu tidak lebih asik daripada bermain dengannya.

Semua orang langsung menyadari perubahan Vincent setelah pertemanannya dengan Gio merenggang. Tak ada orang dewasa yang menyangka pertemanan anak-anak akan jadi sekompleks ini kalau saja mereka tak di bayar untuk memperhatikan Vincent. Mungkin tak ada yang menyadarinya.

“Kenapa gak coba cari teman lain?” tanya Bian mencoba memberi saran.

“Sudah, tapi tidak seru. Semua pengen sama aku cuma buat minta mainanku. Kalo sama Kakak Gio dia baik, aku suka. Aku gak kasih mainan Kakak Gio tetap mau main sama aku, kalo sama yang lain cuma mau berteman kalo aku kasih mainan. Payah.”

Bian tertawa mendengar keluhan putranya yang semakin mirip dengannya.

“Papa tidak mengerti,” Vincent semakin sedih lalu memutuskan untuk kembali ke kamarnya sendiri.

Senyum Bian perlahan hilang. Tentu ia mengerti apa yang di rasakan putranya. Ia sangat-sangat memahami itu. Namun Bian bingung bagaimana harus menceritakannya.

***

Boni diam-diam mengirim beberapa uang untuk Bela sekertarisnya. Belakangan ini sejak Anna sibuk dengan anak-anak dan masih mengeluh sakit karena operasi caesar dan membuatnya menghindari berhubungan intim membuat Boni terpaksa mencari pelarian. Bela cukup cantik dan menarik selain itu dia gadis yang polos dan mudah di bohongi dan tak begitu mengenal Boni.

Ini jelas bukan kali pertama, Boni juga sudah meminta Bela untuk pindah ke apartemennya dulu agar ia bisa leluasa bercinta dengan Bela. Namun beberapa waktu ini semuanya yang Boni anggap menyenangkan perlahan terasa jadi menegangkan. Selain karena ia takut ketahuan, beberapa waktu ini Boni juga mulai ragu dengan Bela setelah sempat pergi party dengan anak-anak kantor lainnya.

“Sayang, nanti mau minta jatah gak? Aku udah bisa,” ucap Anna yang merasa sudah jauh lebih normal dan sehat setelah 6 bulan dan selama itu pula ia hampir tak pernah bisa bercinta dengan Boni.

Dulu memang pernah ia coba sekali tapi tak berapa lama ia mengalami kram dan ketakutan jika lukanya akan kembali terbuka menyeruak yang membuat Anna maupun Boni kehilangan hasratnya. Meskipun memang terlepas dari hal tersebut Anna dan Boni tetap harmonis seperti biasanya dan tetap mengurus anak-anak tanpa ada kendala seperti biasa.

Baca juga Epilog

Boni menatap istrinya yang berangsur pulih seperti sedia kala. Tubuhnya juga sudah kembali ramping dan rambutnya yang di potong pendek sebahu membuatnya tampak lebih fresh. Boni jelas ingin bercinta dengan Anna, ia sudah merindukan istrinya itu. Namun tiba-tiba ponselnya berdering dan terpaksa ia pergi menjauh dari istrinya ketika mendengar kata berkas dari si penelfon.

“Sebentar ya,” pamit Boni yang langsung berlari ke mobilnya.

Boni langsung mencari berkas pemeriksaan kesehatan rutin kantor. Betapa terkejutnya Boni yang mendapati hasil pemeriksaan Bela yang positif terkena sifilis. Detik itu juga ia benar-benar merasa bersalah dan menyesal. Boni hanya memikirkan anak dan istrinya saat ini. Terlebih setelah pemeriksaan itu Boni merasa dunianya benar-benar runtuh sekarang.

“Sayang…” panggil Anna yang mencari suaminya.

Ponsel Boni kembali berdering. Nama Bela tertera disana.

“Papi, bisa temenin aku gak? Aku demam…”

“Kamu kena sifilis.”

“Engga…”

“Kamu kena sifilis dan gak mau ngaku! Bajingan!” bentak Boni penuh emosi. “Aku punya anak! Punya istri! Gimana bisa kamu malah nularin penyakit menjijikkan kayak gini ke aku?!” teriak Boni meluapkan emosinya.

“Ak-aku…”

Boni ingin meluapkan segala amarahnya kalau saja Anna tak mengetuk jendela mobilnya dan terlihat sedih begitu mendengar kemarahannya barusan.

“Na…aku bisa jelasin!” Boni benar-benar panik sekarang mengejar istrinya masuk.

Anna ingin berlari ke kamar tapi ada si kecil Hana yang sedang terlelap. Anna juga tak mungkin berteriak pada Boni dan membuat Gio terbangun. Anna akhirnya memutuskan untuk menghadapi suaminya di ruang tamu.

Baca juga Bab 74 – Hamil

“Jelasin!” ucap Anna dengan tegas sembari menahan tangisnya.

“A-aku jajan…”

Anna langsung mengusap wajahnya dan menangis tersedu-sedu mendengar ucapan suaminya.

“Cukup. Aku gak bisa sama kamu lagi.”

“Na…Sayang, dengerin dulu. Aku tau aku salah aku khilaf…”

“Kalo kamu tau salah kenapa kamu nekat. Kamu gak khilaf, kamu sengaja. Gak ada orang selingkuh, orang jajan karena khilaf.” Anna tak bisa menahan tangisnya lagi. “Aku mau sendiri, aku ga bisa sama kamu.”

“Na…”

Anna menggelengkan kepalanya lalu masuk ke kamar dan menangis dalam diam. Boni hanya bisa terdiam di depan pintu kamarnya yang tak di kunci sama sekali. Ia benar-benar takut jika apa yang ia lakukan tidak hanya menyakiti istrinya saja namun juga menularkan penyakit pada keluarga kecilnya ini.

Suara tangisan Hana terdengar dari kamar. Biasanya Boni sedikit terganggu jika putri kecilnya itu tak kunjung tidur atau terbangun lgi di tengah malam. Tapi kali ini Boni benar-benar di selimuti rasa bersalahnya.

“Anna kasih aku kesempatan, 1 kali saja…” rengek Boni yang perlahan masuk kedalam kamar memohon pada istrinya.

Anna mengatur nafasnya sebelum akhirnya ia memutuskan. “Cek kesehatan kamu, bacain hasilnya di depan keluarga kita. Setelah hasilnya keluar aku baru bisa ngasih keputusan.”

“Na…”

“Kalau tidak, besok aku bakal pulang ke rumah orang tuaku.”

“Oke aku turutin kemauanmu! Tapi plis jangan pisah,” rengek Boni.

“Liat besok aja hasilmu gimana.”

Tak ada hal yang lebih membuat Boni merasa takut selain ketegasan Anna saat ini.

***

Tepat setelah Boni berangkat kerja, Anna menyewa jasa pembersih apartemen untuk membersihkan apartemennya bersama Bian dulu. Ia sempat menitipkan bayinya pada Lidia yang akan menginap di rumahnya seminggu kedepan. Anna seperti melihat masalalunya kembali ketika memasuki apartemennya bersama Bian dulu. Masih ada PS yang biasa Bian mainkan dan laptop jadul juga ponsel lama Bian yang tergeletak di laci seperti biasa.

Beberapa pakaiannya dan Bian juga masih lengkap disana. Seragam SMAnya juga ada disana. Anna seperti sedang bernostalgia seorang diri. Anna tiduran di atas ranjangnya dulu, sebelum ia menangisi kehidupannya yang terus berantakan.

Kekasihnya yang merusak dirinya hingga tak bisa mengejar mimpi, lalu ketika ia merasa sudah bertemu dengan pria yang tepat hingga memutuskan untuk menikah ia juga tetap berakhir buruk dengan perselingkuhan yang tetap menyakitinya. Anna memandangi langit-langit kamarnya lalu menyeka air matanya. Anna melihat kulkasnya yang kosong dan beberapa peralatan memasak yang berkarat.

Anna membuang semuanya, mobil Alphart pemberian Bian juga sudah di derek dan di jual murah olehnya. Anna ingin memulai hidup barunya sekarang. Terlepas dengan hasil pemeriksaan suaminya nanti. Anna ingin mulai mengejar mimpinya lagi.

“Mama aku sudah pulang nih, Mama mana?” telfon Gio yang minta di jemput sekolah.

74
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share