Bab 47 – Bertemu Anna
Anna
menolak untuk menemani Boni bertemu Bian. Anna masih trauma pada Bian, bahkan
rasanya hampir tiap malam jika Anna merindukan mendiang ibunya ia masih tetap
mengutuk Bian dan segala keegoisannya. Anna benar-benar benci pada Bian dan
benar-benar menganggapnya sebagai angin lalu.
“Ku dengar
Bian terpuruk, katanya badannya kurus dan ikut program rehabilitasi juga.
Sepertinya dia akan hancur,” ucap Boni coba membujuk Anna.
“Itu bukan
urusanku,” ucap Anna sedikit ketus dan benar-benar enggan menemui Bian.
“Tapi kalau
kita tidak menemui Eve juga Bian, perusahaanku akan hancur. Game yang sudah
rilis perlu iklan, perlu promosi, masih banyak karyawan yang belum di gaji
juga,” ucap Boni sembari menghela nafas lalu memeluk Anna.
“Itu
urusanmu, temui saja sendiri. Aku tidak mau,” tolak Anna dengan suara yang
sudah bergetar.
“Na…kali
ini aja, ya. Aku bakal bikin pertemuannya di rumah orang tuaku. Gak disini,
jadi mereka gak bakal tau dimana kita tinggal. Kamu juga bakal aman,” paksa
Boni.
“Tapi aku
gak mau lama-lama, aku cuma salamin dia doang. Terus aku gak mau ikut ngobrol,”
ucap Anna mengajukan persyaratannya.
Boni
mengangguk. “Iya, gapapa cuma ketemu, salaman, kamu boleh masuk gak usah ikut
ngobrol,” ucap Boni lembut menyetujui permintaan Anna.
***
“Kak Bian,
nanti temenin aku ketemu sama Kak Boni yuk,” ajak Eve sembari menyantap
sarapannya bersama Bian.
Bian
terdiam sejenak, ia terkejut dengan ajakan istrinya yang begitu mendadak.
“K-kenapa?”
“Aku invest
buat perusahaan game punya Kak Boni, aku juga mau bikin aplikasi juga buat
belanja online gitu,” ucap Eve dengan senyum sumringahnya.
Bian masih
diam alisnya berkerut memikirkan ajakan Eve. Bian memutar sendoknya beberapa
kali hingga tak sengaja ia melihat pantulan wajahnya dari sendok yang ia pakai.
Kurus, tirus, dengan mata yang cekung dan tulang-tulang yang bertonjolan. Bian
terlihat sangat kacau dan mengerikan.
Bian
menggeleng pelan. “Aku gak mau, takut kamu cemburu,” jawab Bian lembut lalu
tersenyum dan melanjutkan makannya. Jujur hatinya sudah begitu berdesir
sekarang. Tapi ia tak mau terlihat menyedihkan di depan semua orang.
“Enggak,
kan kerjaan. Kalo Suamiku gak ikut, nanti aku di kibulin gimana?” paksa Eve.
“Kamu
invest berapa?” tanya Bian.
“Lumayan,
lima ratus,” jawab Eve lalu meringis sungkan.
“Kalo di
kibulin di ikhlasin aja, aku kan ngasih uang bulanan kamu lebih dari itu,” ucap
Bian lalu menghela nafas.
Eve
menghela nafas dengan berat. “Kak Bian masih ada rasa ya sama Kak Anna?” tanya
Eve to the poin.
Bian
terdiam tak dapat menjawab maupun mengelak dengan tegas.
“Aku cuma
kasih kesempatan sekali ini aja, setelah itu Kak Bian bisa tentukan sendiri mau
sama aku dan anak kita atau mengejar Kak Anna lagi.”
Bian kaget
mendengar ketegasan Eve. Ini hal terberat yang Eve sampaikan pada Bian. Ini
juga lebih dari sekedar angka lima ratus juta. Ini soal cinta.
Menjelang
siang Bian dan Eve berangkat ke kediaman keluarga El-baz. Bian berusaha tampil
rapi dan Eve terus mengatur nafasnya agar tidak gugup. Bian menggenggam tangan
Eve yang begitu dingin dan berkeringat.
“Ini hanya
pertemuan biasa,” ucap Bian menguatkan dirinya juga Eve.
Eve
mengangguk lalu bersiap turun dari mobil yang sudah di sambut Boni juga Anna.
“Hai…” sapa
Eve canggung.
Anna
terdiam menatap Bian yang begitu berbeda. Anna hampir menangis melihat kondisi
fisik Bian yang sangat mengkhawatirkan. Bian terlihat seperti tulang-belulang,
seperti mayat hidup.
“Bian…”
lirih Anna lalu menyaliminya.
Bian
berkaca-kaca ketika akhirnya ia bisa menggenggam tangan Anna.
“Kurus
sekali…” lirih Anna seiring dengan rangkulan Boni yang membuatnya melepaskan
genggaman tangan Bian.
Bian
tersenyum getir. Ia ingin memeluk Anna dan mengatakan betapa ia sangat
merindukan Anna. Anna langsung masuk kedalam begitu saja dan tak terlihat lagi
di sepanjang pertemuan dan obrolan seputar bisnis.
Anna
menangis di kamarnya. Benar jika ia membenci Bian, tapi disisi lain Anna juga
iba dan khawatir pada Bian. Semuanya sudah berlalu terlalu jauh sekarang. Ia
sudah bahagia bersama Boni dan sebentar lagi akan memiliki momongan. Begitu
pula dengan Bian yang sudah menikahi wanita terbaik pilihan keluarganya dan
sama-sama akan memiliki momongan.
Anna tak
tau apa yang sudah dilalui Bian, tapi yang jelas ia tau jika Bian mengalami
perubahan yang terlalu signifikan itu tandanya semua jelas tidak baik-baik
saja. Anna mulai merasa di selimuti rasa bersalah atas apa yang Bian alami.
Anna menyesal memilih untuk kabur dari Bian dari pada menjelaskannya baik-baik
dan memberi waktu agar Bian bisa menerima segalanya.
Genggaman
tangan Bian tadi rasanya juga berbeda, Bian seperti bukan Bian lagi selain
tatapan matanya yang masih memancarkan cinta yang besar untuk Anna. Anna coba
menenangkan dirinya lalu mengatur nafasnya beberapa kali. Ia ingin memiliki
sedikit waktu untuk bicara dengan Bian dan membahas semuanya. Tapi ketika ia
hendak keluar kamar, ia sadar jika ia tak perlu mengorek luka lama terus
menerus.
***
“Kenapa Kak
Anna begitu membencimu?” tanya Eve pada Bian di perjalanan pulang.
“Aku punya
hubungan yang sangat tidak sehat bersama Anna, setidaknya menurut Anna begitu,”
jawab Bian yang memutuskan untuk lebih terbuka pada istrinya. Toh tadi ia sudah
bertemu Anna dan menggenggam tangannya. Bian tau Anna bahagia, jadi Bian juga
harus bahagia bersama Eve.
“Tidak
sehat?” tanya Eve dengan alis berkerut.
“Aku sering
mengurungnya, kadang aku sengaja menamparnya, meneriakinya di depan semua orang
di sekolah, menjambaknya, sampai yang terakhir aku tidak mengijinkannya untuk
pergi saat ibunya sakit, lalu ketika ibunya meninggal kami datang terlambat dan
aku langsung memaksanya pulang karena takut jika asisten ibuku akan memisahkan
kami,” jelas Bian lalu tersenyum getir.
Eve terdiam
dan menyimpulkan mungkin ini alasan kenapa suaminya ingin menemui Anna. Eve tak
melihat antusias Bian lagi untuk bertemu dengan Anna. jadi Eve menyimpulkan
mungkin Bian merasa bersalah pada Anna.
“Aku hanya
ingin meminta maaf dan memberi konpensasi,” lanjut Bian.
Eve
mengangguk, ia jauh lebih mengerti sekarang.
“Aku di
hantui rasa bersalah.” Eve memeluk Bian.
Bian
membalas pelukan Eve, masih banyak hal yang Bian sesalkan dan ingin ia tebus.
Seperti janjinya untuk terus bersama dan melindungi Anna, memiliki keluarga
kecil bersamanya. Juga keinginannya untuk selalu membuat Anna bahagia.
Taun-taun
yang ia habiskan bersama Anna terlalu cepat berlalu dan Bian terlalu bodoh
untuk menyia-nyiakan semuanya. Hingga hilang kesempatannya untuk bisa bersama
Anna lagi. Bahkan tak ada ingatan indah yang membekas di hati Anna hingga ia
begitu trauma pada Bian, tentu Bian menyadari ini.
Nak, Papa
tadi ketemu Mamamu, Mama lagi hamil adekmu. Mama keliatan cantik dan sehat,
Papa belum bisa bareng sama Mama lagi tapi istri Papa juga lagi hamil adekmu,
batin Bian sembari duduk di taman belakang memandangi makam calon buah hatinya.
Eve
memandangi di kejauhan lalu melambaikan tangannya pada Bian mengajaknya
menikmati cemilan di sore hari.