0
Home  ›  BIANNA  ›  Chapter

Bab 32 – Persiapan Tunangan

Beli Karya

 Bab 32 – Persiapan Tunangan-1

Boni menemani Anna kemanapun Anna pergi. Berbeda dengan Bian yang akan banyak bicara merengek meminta untuk cepat pulang. Boni menemani Anna dengan tenang sembari bermain game atau membantu Lidia mewarnai komiknya. Boni tidak hanya mengijinkan Anna mengikuti kegiatan-kegiatan di luar kampus saja, Boni bahkan juga mencarikan kegiatan pengembangan diri untuk Anna.

Seperti saat Anna ingin belajar membuat kue, Boni mencarikan tempat yang tepat untuk Anna. Atau saat Anna ingin belajar soal tanaman herbal, Boni juga mencarikannya tempat belajar yang tepat untuknya. Boni juga tak pernah menyembunyikan Anna sebagai pasangannya. Foto Anna hampir selalu ada dimana-mana. Entah di artikel yang memuat Boni atau postingan sosial medianya, bahkan sekarang juga Boni sengaja membuat chanel Youtube untuk membuat vlog khusus dengan Anna.

“Gimana?” tanya Boni lebih antusias daripada dokter untuk melihat progres Anna yang akhirnya selesai kontrol yang terakhir untuk tangannya.

“Sudah sembuh,” jawab Anna sambil memutar tangannya dan menggerakkannya agar dokter dan Boni bisa melihat progresnya.

Boni tersenyum sumringah melihat progres Anna yang begitu cepat. Tania yang menemaninya juga ikut senang. Jika sebelumnya Anna yang banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga Boni, kini gantian Boni yang menghabiskan waktunya bersama keluarga Anna.

Boni ikut ke rumah Anna. Beberapa dekorasi mulai di pasang di halaman depan. Minggu ini akan padat dengan kegiatan lamarannya. Rasanya meskipun sederhana dan hanya akan di hadiri keluarga dan teman dekat saja, acaranya tetap akan meriah. Apa lagi subscriber Boni dan Anna sudah hampir mencapai 100.000. sebagai pendatang baru jelas angka tersebut terbilang angka yang sangat bagus.

“Yah percuma dong kalo endingnya kalian kontenin, ga jadi privat dong,” cibir Tania.

Boni dan Anna sama-sama meringis dengan polosnya. “I-iya juga sih…” ucap Boni.

“Tenang aja Ma, nanti nanti kita uploadnya beberapa hari setelah selesai acara kok,” ucap Anna yang langsung di angguki Boni.

Tania tertawa mendengar ucapan Anna. Lidia yang semula ceria bersama Anna dan Boni jadi diam dan bersikap dingin lagi pada Tania. Anna benar-benar bingung kenapa lidia masih saja memusuhi ibu sambungnya itu.

“Lidia…” panggil Erwin lembut lalu merangkul putri bungsunya masuk.

Anna dan Boni ikut masuk untuk makan siang bersama. Anna menyiapkan makan untuk Boni juga Lidia, baru untuk dirinya sendiri. Makan siang yang sederhana sembari mengobrol santai lalu mencicipi puding buatan Tania.

“Adek suka gak?” tanya Tania yang sengaja membuat puding khusus untuk Lidia.

Lidia langsung pergi ke kamar meninggalkan ruang makan dengan kesal, yang membuat suasana menjadi canggung. Anna jadi merasa tidak enak hati pada Tania. Jujur Anna masih merasa jika dirinya hanya sebatas di tampung saja karena menjadi yatim piatu. Memang hanya ibunya yang meninggal, tapi ia sudah lama tidak bertemu dengan Ayahnya dan sulit untuk akrab kembali.

Sikap Lidia yang begitu keras kepala membuat Anna jadi khawatir jika Tania akan kehabisan rasa sabar dan membuang mereka. Kehidupannya akan menjadi sulit kembali dan meskipun status sosial tidak terlalu penting, jujur saja tanpa adanya status sosial itu Anna tak akan bisa hidup senyaman sekarang. Boni juga jelas tak akan mendekatinya juga jika ia kembali mejadi orang kelas bawah.

“Pudingnya enak, aku suka,” ucap Anna sambil tersenyum ceria berusaha memecah kecanggungan.

Baca juga Epilog

***

Lidia melihat di grup kelasnya begitu banyak orang yang mencemoohnya. Bahkan mereka sudah melakukannya terang-terangan di group utama. Menertawakan karakter buatannya, menertawakan jalan cerita yang ia tulis untuk komiknya.

“Apa yang salah…” lirih Lidia mulai menangis melihat teman-temannya yang mencemooh dirinya. “OKB ya…emang apa salahnya kalo aku OKB?” gumam Lidia pelan lalu menghapus semua pesan di group yang masuk ke ponselnya.

Lidia menyesal sudah membanggakan Tania dan menunjukkan suport yang Tania berikan padanya. Lidia sempat membuka hatinya untuk Tania, membanggakannya dan menerimanya dengan lapang dada. Tapi ketika ia membawa barang pemberian Tania, di saat itulah perundungan itu mulai berdatangan padanya.

Lidia mengusap airmatanya. Ia benar-benar merasa hancur kehidupannya tidak lebih baik ketika ia ikut bersama ayahnya. Lidia mulai melanjutkan menggambar untuk chapter terakhirnya di season ini. Menyelesaikan kontraknya lalu berencana untuk vakum.

“Adek…” panggil Tania masih coba mendekati Lidia. “Eh, ada lomba gambar buat bungkus coklat, adek mau ikutan gak? Katanya yang jadi juara gambarnya bakal di pilih buat jadi desain kemasan yang baru loh…” ucap Tania sambil memijit bahu Lidia.

“Tante! Bisa gak sih gak usah sok baik sama aku?! Udah diem urus aja urusanmu sendiri! Kenapa sih ganggu aku terus?! Selain jadi orang nyebelin apa sih keahlianmu?!” bentak Lidia meluapkan segala kemarahannya pada Tania.

Tania tercekat mendengar bentakan Lidia. Matanya terbelalak dan langsung berkaca-kaca, tangannya terkepal menahan diri agar tidak marah dan tidak menangis karena ucapan Lidia yang begitu pedas.

“O-oh gitu ya? Yaudah maaf, Mama gak bermaksud kayak gitu,” ucap Tania yang sudah kehabisan kata-kata lalu keluar meninggalkan Lidia di kamarnya sendiri.

Tania langsung pergi ke kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Ia menyalakan kran wastafel  lalu menangis disana. Tania tak mengerti apa salahnya kenapa Lidia begitu membencinya. Ia sudah mencoba memberikan yang terbaik yang ia bisa. Membelikan tas limited edition, sepatu keluaran terbaru, perhiasa, jam, semua yang terbaik yang bisa ia berikan untuk Lidia agar tidak kalah saking dengan yang lainnya.

Tania bahkan mengggunakan relasinya, diam-diam meloloskan komik buatan Lidia ke webtoon. Bukan karena Lidia tak kompeten hingga harus di tolong dengan bantuan orang dalam. Tapi Tania merasa terlalu khawatir jika Lidia akan sedih jika ia gagal seleksi. Tania hanya ingin mensuport Lidia.

“Sayang…” panggil Erwin.

“A-aku lagi diare,” jawab Tania sedikit berteriak dari dalam kamar mandi.

Baca juga Bab 74 – Hamil

Erwin mengerti jika Tania sedang bersedih dan pasti sedang berusaha menenangkan diri. Tapi saat Erwin mendekat ke kamar Lidia ia juga melihat putrinya itu sedang menangis. Erwin jadi bingung harus bagaimana menghadapi kedua anak dan istrinya ini.

“Adek…” panggil Erwin lembut. Sungguh Erwin lebih memilih menenggelamkan kapal atau mengekseskusi para tahanan daripada menghadapi anak dan istrinya yang berseteru.

“Ayah…” panggil Anna sebelum ayahnya masuk ke kamar. “Biar aku aja,” ucap Anna lalu membuka kamarnya dan masuk bersama Boni juga untuk menghibur Lidia.

Anna memeluk Lidia sementara Boni duduk di ujung tempat tidur. Boni juga sama seperti Erwin bingung harus apa, tapi yang jelas Boni berusaha ada saja untuk Anna maupun Lidia. Entah nanti jadi bahan omelan atau apalah terserah asal bisa jadi lebih baik.

Boni benar-benar berpikir keras untuk mengeluarkan kata-kata yang pas dan bagus untuk mendinginkan suasana. Boni tetap ingin jadi pahlawan untuk Anna maupun Lidia. Tapi di tengah berpikirnya, Boni melihat banyak sekali pesan masuk ke ponsel Lidia. Boni melihat dari notifikasi yang ada.

‘Kok bisa ya si OKB itu bikin cerita kayak gini #LOL’

‘Eh jangan gitu ntar di aduin sama pangeran Eliotnya! Hahahaaha.’

‘LMAO!’

‘Minggu ini update lagi dia, aku penasaran apa dia bisa bikin gambar ciuman!’

‘Aku bakal taruh gambarnya dibaliho sekolah.’

‘Orang miskin kalo di kasih kesempatan hidup mewah pikirannya binal ya.’

Boni membelalakkan matanya melihat banyak sekali ejekan yang masuk ke ponsel Lidia. Ia merasa seperti diseret ke masalalunya ketika ia menjadi kacung untuk Bian dan gengnya. Juara Kampung, julukan Boni dulu setiap kali berhasil mencetak sekor.

“Lidia, kamu di bully?” tanya Boni.

Lidia langsung menoleh pada Boni dan mengambil ponselnya yang ada di samping Boni. “Gak sopan! Ngapain buka hpku?!” bentak Lidia yang jadi marah pada Boni.

“Aku gak buka hpmu,” elak Boni.

Anna menatap Boni dan Lidia bergantian. Lidia tertunduk malu, ponselnya hanya bisa dibuka dengan sidik jarinya, tentu saja Boni tidak membukanya. Anna langsung menutup pintu kamar.

“Kamu di bully?” tanya Anna memastikan. “Di bully siapa?” desak Anna lagi.

Lidia memalingkan wajahnya.

“Kamu di bully kenapa?!” tanya Anna kembali mendesak Lidia.

“Aku gak di bully! Ngapain juga pada ngebully aku!” bentak Lidia sambil menangis. Anna langsung memeluknya ini juga hal yang ia katakan pada ibunya dulu. Boni juga begitu, semuanya mencoba menyembunyikan bullyan yang ada karena takut.

Lidia memeluk Anna sambil menangis. Anna mulai menangis juga dalam diam. Boni hanya bisa menghela nafas, ia tak menyangka pembullyan yang ia dan Anna alami kembali terulang lagi.


74
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share