Bab 21 – Restu
Bian datang
menemui ibunya, sudah ada Eve dan keluarganya juga disana. Bian benar-benar
berharap jika ini pertemuan ini Eve akan memutuskan perjodohannya. Eve juga
terus menundukkan pandangannya dan terlihat sedikit murung saat bersama Bian
hari ini.
Acara tentu
dimulai dengan banyak basa-basi seperti biasa. Menyalimi banyak orang, sampai
Bian bertemu dengan Erwin. Bian langsung menyaliminya lalu memeluk erat Erwin.
Bian ingin memberitau Erwin jika ia sudah menghamili Anna. Tapi lidahnya
terlalu kelu untuk mengatakannya dihadapan banyak orang dan tempat umum seperti
ini.
“Aku gak
berharap kamu bisa jadi menantuku,” bisik Erwin sembari menepuk bahu Bian
beberapa kali.
“Ayah…”
lirih Bian namun Erwin sudah menyalami yang lain dan larut dalam kebersamaan
antar sesama pejabat dan publik figur.
“Bian!”
panggil Melania dengan suara yang cukup tegas.
Bian
berjalan mendekati ibunya dengan berat hati, melangkahkan kakinya masuk kedalam
ruangan bersama Eve dan keluarganya. Bian menatap Eve dengan pandangan yang
datar, tak ada percikan cinta di antara keduanya sama sekali.
“Jadi
setelah terpilih nanti akan segera di adakan pertunangannya,” ucap Melania yang
memutuskan dan memegang kendali.
Bian
membelalakkan matanya tak setuju lalu menatap Eve yang hanya diam tertunduk dan
terlihat jelas jika ia menghindari tatapan Bian. Namun Bian juga tak dapat
menolaknya. Bian tak dapat membiarkan ibunya menyakiti Anna dan calon buah
hatinya dengan Anna. Ini lebih rumit dari sekedar menjadi pembangkang yang
biasanya. Ada seseorang yang rapuh dan perlu Bian jaga dengan sungguh-sungguh.
Bian tak
dapat mendengarkan lagi pembicaraan soal detail perjodohannya yang begitu
mengguncangnya. Hingga pertemuan usai dan tinggal ia dan Eve berdua disana.
“Kenapa?”
tanya Bian pada Eve yang ada di hadapannya.
“Apa?” saut
Eve bingung.
“Kamu tau
aku punya Anna, kenapa kamu masih mau sama aku?” Bian memperjelas
pertanyaannya.
“Anna cuma
perempuan lain, keluargamu suka aku. Keluargaku juga suka sama hubungan kita.”
“Anna
perempuan lain? Apa kamu yang merusak kebahagiaanku bersama Anna?” tanya Bian
lalu meninggalkan Eve sendiri di dalam ruangan.
Bian
langsung pergi meninggalkan Eve yang begitu keras kepala. Sementara Eve
benar-benar merasa sakit hati dengan apa yang Bian katakan padanya. Ia mau
mengorbankan kehidupannya untuk Bian dan keluarganya yang menjadikannya sebagai
alat politik. Lalu ia juga tak bisa mendapatkan sedikit perasaan dari Bian.
Hidup terasa begitu tidak adil untuk Eve.
Namun
sayang Eve tak bisa menangis sekarang, di pesta ini semua orang akan memandang
ia dan keluarganya. Eve tak bisa menangis disana dan membuat semua orang iba
padanya. Eve tak mau membuat masalah baru dalam hidupnya.
***
Anna tengah
mengerjakan tugas dari sekolah dan benar-benar baru akan mulai masak tepat
ketika Bian pulang. Tak ada apel yang Anna minta, bahkan Bian terlihat sangat
murung. Meskipun ia perlahan kembali tersenyum ceria saat melihat Anna yang
duduk di ruang tengah sembari merapikan buku-bukunya.
“Sayang,
kok tumben cepet?” tanya Anna menyambut kedatangan Bian lalu memeluknya.
Bian
tersenyum lalu mengangguk dan memeluk Anna. Anna sudah tau ada yang tidak
baik-baik saja begitu Bian memeluknya kali ini. Anna ingin berlama-lama memeluk
Bian, tapi aroma tubuh Bian yang mungkin terkontaminasi dari parfum orang-orang
di pesta membuat Anna mual.
Anna
berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya. Anna benar-benar
memuntahkan semua isi perutnya hingga ia merasa lemas. Bahkan tubuhnya juga
gemetar, ini lebih menyakitkan daripada pagi tadi.
“Bi, baumu
gak enak,” ucap Anna yang masih ingin muntah ketika Bian mendekat padanya.
Bian
mengerutkan keningnya lalu mencium tubuhnya sendiri. Bian tidak merasa aneh, ia
wangi-wangi saja, bahkan ia tak berkeringat sama sekali. Bian jadi bingung
kenapa Anna merasa jika ia bau. Tapi Bian juga tak bisa ngeyel karena Anna
benar-benar terlihat tidak kuat dengan bau tubuhnya.
“O-oke, aku
mandi,” ucap Bian lalu melepaskan pakaiannya dan memakai kamar mandi di luar
agar Anna tidak terganggu.
Anna
mengangguk lalu berjalan pelan-pelan ke tempat tidur dan merebahkan tubuhnya
dengan lemas. Tak berselang lama Bian sudah selesai mandi dan keramas. Anna
merasa lebih baik mencium bau tubuh Bian yang sekarang.
“Bi, kamu
lupa gak beliin aku apel ya?” tanya Anna lembut.
“Oh iya!”
pekik Bian yang teringat pesanan Anna. “Aku belanja sekarang!” ucap Bian lalu
buru-buru memakai baju.
“Ikut,”
lirih Anna. “Pengen makan sop ikan,” pinta Anna.
“Boleh,”
jawab Bian lalu membantu Anna bangun dan bersiap.
“Bi…”
“Iya?”
“Pengen di
peluk,” pinta Anna tiba-tiba dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Bian
memeluk Anna sembari mengelus pinggang dan punggungnya. Tak lama Anna mulai
menangis dalam pelukan Bian.
“Maaf…”
lirih Anna.
“Kenapa
hmm…”
Anna
menggeleng. “Moodku berubah-rubah hari ini, maaf bikin kamu repot,” ucap Anna
sambil menangis.
Bian
tersenyum. Ini kali pertama Anna begitu manja padanya dan Bian sangat bahagia
bisa menangani kemanjaan Anna. “Gapapa, bawaan hormon,” ucap Bian maklum lalu
mengelus punggung Anna dengan lembut.
“Kamu di
rumah aja ya kalo gitu, aku aja yang belanja. Nanti aku bawain sop ikan juga,”
bujuk Bian lembut.
Anna
menggeleng. “Pengen ikut,” rengek Anna.
Bian
mengangguk lalu mengelus punggung Anna dengan lembut. “Iya ayo, jangan nangis
dong kalo mau keluar,” bujuk Bian dengan lembut sembari menciumi Anna.
“Padahal
harusnya aku gak manja gini, tapi bawaannya pengen nangis terus, pengen di
peluk terus,” ucap Anna sembari melepaskan pelukannya dari Bian.
Bian
tertawa mendengar ucapan Anna. “Pinter berarti anakku, ngerti kalo papanya
ganteng jadi kangen mulu,” ucap Bian jumawa.
Anna
tersenyum mendengar ucapan Bian lalu mengganti pakaiannya dengan dress
bunga-bunga panjang dan agar ia tidak repot.
“Bi pengen
nengok Ibu,” rengek Anna sembari berjalan ke mobil bersama Bian.
“Menurutmu
kita perlu kasih tau Ibu gak kalo kita bentar lagi punya anak?” tanya Bian
mendadak yang membuat Anna tak bisa berkata-kata. “Aku tadi ketemu Ayah,
kayaknya Ayah gak suka aku.”
“Ayah?
Ayahku?” tanya Anna kaget.
Bian
mengangguk. “Kalo ketemu Ayahku serem, kan udah mati,” ucap Bian santai.
Anna
langsung menepuk bahu Bian, Bian hanya cengar-cengir tanpa beban.
“Kayaknya
Ayah tau soal Eve,” ucap Bian lalu mengecup tangan Anna sembari memakaikan Anna
sabuk pengaman. “Tenang Sayang, Papa berusaha biar kita bisa sama-sama,” ucap
Bian lalu mengelus perut Anna yang masih datar.
Anna
tersenyum lalu mengecup tangan Bian. Sejenak Anna melupakan statusnya yang
berbeda dengan Bian dan melupakan segala kesenjangan yang ada padanya.
“Bi, kita
bakal baik-baik aja kan?” tanya Anna lembut.
“Iya
Sayang, aku, kamu, anak kita. Semua bakal baik-baik aja. Kita bakal sama-sama
terus,” jawab Bian sembari mengecup kening Anna dengan lembut lalu mulai
menyetir ke supermarket.
***
Anna duduk
di troli sementara Bian mendorongnya menuju bagian buah. Anna memilih apel dan
beberapa buah yang terasa asam lainnya. Bian yang melihat hanya bisa meringis
ngilu membayangkan betapa asamnya belanjaannya kali ini. Tapi Bian hanya bisa
menuruti Anna saja.
“Sosis
mau?” tawar Anna pada Bian.
Bian
mengangguk. Akhirnya rencana awal yang hanya ingin beli buah berakhir dengan
belanja mingguan. Termasuk membeli cemilan dan kondom.
“Mau sop
ikan yang dimana?” tanya Bian setelah membayar semua belanjaannya.
“Itu loh,
yang di deket sekolah,” jawab Anna.
“Oke Bos!”
jawab Bian ceria lalu membawa belanjaan kembali ke mobil dan bersiap menyetir
ke warung makan yang Anna maksud.
Namun
begitu sampai Anna sudah kehilangan nafsu makannya setelah membuka pintu
mobilnya.
“Sayang, ga
jadi,” ucap Anna yang sudah menahan mualnya.
Bian
kembali masuk lalu langsung tancap gas pulang ke apartemen lagi.
“Aku
panggil koki dari rumah ya?” tawar Bian.
Anna
menggeleng pelan. “Aku mau makan buah aja,” jawab Anna sembari memijat
kepalanya sendiri. Tak berapa lama dan belum juga mereka sampai rumah, Anna
mendapat pesan dari Miranda yang menanyakan kabarnya.
“Bi, di
cariin Ibu,” ucap Anna.
“Mau kesana
sekarang?” tanya Bian.
Anna
terdiam. “Pengen, tapi aku masih kerasa mual banget. Aku takut ketauan,” ucap
Anna.
“Yaudah
bilang aja kamu kurang enak badan, besok ada ulangan. Ibu pasti ngerti. Nanti
begitu badanmu udah lebih enak, lebih fit kita kesana,” ucap Bian lembut
sembari menggenggam tangan Anna.