Bab 44 – Cemburu
Anna
tiba-tiba mendapat kiriman paket berupa ponsel dan sebuah buket bunga. Jelas
Anna tau siapa pengirimnya karena ada stampel logo keluarga Griffin pada box
ponselnya. Anna sedikit heran kenapa Bian tiba-tiba mengiriminya ponsel baru,
apa Bian memiliki maksud tersendiri?
Anna
menghela nafas dengan berat. Sulit rasanya untuk percaya pada segala kebaikan
Bian setelah semua hal buruk yang ia alami. Anna kembali memasukkan ponsel
pemberian Bian kedalam boxnya lalu pergi ke kantor suaminya untuk makan siang
bersama.
Bunga
peberian Bian selalu cantik dan tidak pernah gagal. Kadonya juga, sesuai dengan
warna kesukaan Anna, rose gold. Bian memang memahami Anna atau lebih
tepatnya sedang kembali mengingat apa yang Anna sukai.
“Bian, kamu
ini maunya apa sih…” lirih Anna sambil menghela nafas heran dengan apa yang
Bian lakukan.
Boni
melambaikan tangannya dengan ceria melihat istrinya yang datang ke kantor. Tapi
kali ini sedikit berbeda, Boni membawa sebuah paper bag berwarna putih
dengan aksen emas dan logo keluarga Grifin. Anna jadi merasa tidak baik-baik
saja.
“Kangen
banget sama Istriku,” ucap Boni sambil memeluk Anna dengan begitu erat di depan
kantornya.
Anna
membalas pelukan Boni dan tetap memeluknya meskipun Boni sudah melepasnya.
“Ada apa?”
tanya Boni sembari kembali memeluk Anna sambil mengecup keningnya.
“Aku dapet
hadiah dari Bian,” jawab Anna yang tampak cemas.
Boni
tersenyum lalu menunjukkan paper bag yang ia terima. “Aku tadi dapet
ini, undangan pernikahan sama ada beberapa hadiah kayak coklat gitu kayaknya.”
Anna
menghela nafas lalu masuk kedalam mobil bersama Boni. Hari ini Anna sengaja
tidak memasak, ia ingin menikmati makan siang berdua bersama suaminya di kafe
langganannya. Awalnya memang Boni biasa saja terkait ucapan Anna yang bilang
jika ia dapat hadiah dari Bian, tapi begitu melihat apa yang istrinya itu
terima Boni langsung terbakar api cemburu.
Boni terus
memandangi buket bunga yang begitu besar pemberian Bian dengan wangi semerbak
memenuhi mobil milik istrinya. Boni juga kesal melihat Iphone baru pemberian
Bian, padahal Boni sebelumnya sudah berusaha biasa saja.
Aku gak
boleh biarin Bian ngerayu istriku! Anna punyaku! Batin Boni yang langsung
memutar otak mencari cara untuk mempertahankan rumah tangganya sebelum di
terjang badai.
“Bunganya
di buang aja gapapa ya?” tanya Boni begitu sampai di kafe.
Anna
mengangguk karena memang ia juga ingin membuangnya.
“Besok
waktu ketemu Bian kita balikin aja hpnya,” ucap Boni yang lagi-lagi di angguki
Anna. “Sayang, emangnya kamu pengen hp baru ya?” tanya Boni yang jadi khawatir
jika Anna diam-diam menginginkan sesuatu tapi ia tak cukup peka untuk
mengetahuinya.
Anna
menggeleng. “Hpku masih bagus-bagus aja kok, aku kan jarang pakek hp juga,”
jawab Anna sembari menunjukkan ponselnya yang hampir 4 tahun belum ganti itu
dengan wallpaper foto pernikahannya dulu.
Boni
menghela nafas lalu menggenggam tangan Anna dan melangkah bersama kedalam kafe.
“Aku cemburu kamu di kasih gituan sama Bian, tapi mau gimana kamu juga kan gak
minta ke dia,” ucap Boni lalu merangkul Anna dengan posesif.
***
Sejak Anna
mendapat kado dari Bian, setiap pulang kerja Boni akan selalu membawakan bunga
untuk Anna. Boni juga hampir selalu memberikan kiss mark yang jelas entah di
leher, bahu atau pada payudara Anna. Boni juga sudah membelikan ponsel baru
untuk Anna dengan casing bergambar foto pernikahannya dulu agar semua orang tau
jika Anna sudah menikah. Meskipun kegiatan Anna hampir selalu di rumah dan
selalu bersamanya juga jika ingin bepergian.
“Sayang,
nanti gak usah bawain bunga,” ucap Anna sambil memakaikan dasi untuk Boni.
“Kenapa?”
Boni langsung cemberut.
Anna
mengelus dada bidangnya sebelum memeluk Boni. “Aku pengennya Suamiku cepet
pulang, sayang kalo di beliin bunga terus akhirnya kering terus buang juga.”
“Gapapa!
Ini kan bagi-bagi rejeki juga buat toko-toko bunga!” Boni berkeras sambil
memeluk dan menciumi Anna.
Anna
tertawa kecil mendengar jawaban Boni. “Aku tiba-tiba kangen masakan Ibu, pengen
main ke rumah Ibu kira-kira repot gak ya?”
“Ibuku?”
Boni memastikan dan langsung di angguki Anna. “Enggak lah, seneng Ibu kalo
ketemu kamu. Nanti aku pulang lebih awal kita nginep disana, oke?”
Anna
mengangguk dengan senyum sumringahnya. “Aku perlu bawa oleh-oleh apa ya buat
Ibu?”
“Gak perlu
bawa apa-apa harusnya, Ibu seneng banget punya anak cewek,” jawab Boni.
“Ya jangan
gitu dong, sungkan aku.” Boni tertawa. “Nanti aku mau bikin puding kalo gitu,”
ucap Anna memutuskan.
“Kamu juga
kabarin Ibu biar dia siap-siap,” ucap Boni lalu mengecup kening Anna dan
mengambil tas kerjanya.
“Hati-hati
ya,” ucap Anna lembut lalu berciuman dengan suaminya sebentar sebelum
mengantarnya sampai di luar.
***
Bian
menunggu Anna menghubunginya beberapa waktu setelah ia mengirimi ponsel. Bian
ingin mengajak Anna sekali saja mendatangi makam calon buah hatinya dulu. Bian
tau mungkin Anna tak menginginkan semua ini terjadi dan mungkin Anna juga
begitu marah padanya. Tapi Bian masih ingin setidaknya sekali dalam seumur
hidupnya Anna mendatangi makam calon buah hatinya.
“Sabar ya,
Papa janji suatu saat nanti Mama bakal kesini,” ucap Bian sedih.
“Ya ampun!
Kak Bian di cariin dari tadi kemana aja?!” pekik Eve heboh lalu berjalan menuju
Bian yang ada di tengah taman belakang.
“Stop!”
Bian menahan Eve agar tak mendekat padanya.
Eve
langsung diam mematung di tempatnya. Bian melangkah mendekatinya.
“Itu
satu-satunya tempatku menenangkan diri. Apapun yang terjadi kamu gak boleh
kesana dan ganggu aku kalo aku di sana. Batasmu disini,” ucap Bian sembari
mendekat pada Eve dan memeluknya.
Eve
mendengus pelan. “Kenapa main rahasia sih,” keluh Eve.
“Gak
rahasia, kamu bisa liat semuanya dari lantai 2. Aku juga gak bawa hp, jadi kamu
ga perlu khawatir kalo aku aneh-aneh,” ucap Bian menasehati Eve dengan lebih
sabar. Bian benar-benar banyak belajar dari Anna dan cara Boni memperlakukan
pasangannya.
“Kalo gak
rahasia dan emang gak ada apa-apa kenapa gak boleh?” Eve masih memaksa.
“Eve…”
geram Bian pelan lalu melangkah masuk kedalam.
Eve
termenung sejenak, memandangi pohon mawar yang ada di tengah taman tempat Bian
menyendiri. Eve ingin kesana juga, tapi Bian terus melarangnya. Eve hanya bisa
mencoba memahami Bian sembari menenangkan hatinya sendiri, toh selama ini Bian
juga setia padanya. Eve tak perlu khawatir, itu hanya tempat menyendiri.