Bab 13 – Anniversary 🔞
Bian duduk
dengan wajah datar dan pandangan yang dingin menatap tamu dan orang silih
berganti mendekat padanya. Bian merasa muak melihat orang-orang yang coba
menjilatnya untuk bekerja sama. Sudah ada 15 orang yang memberinya kartu nama
dan ada 20 lainnya yang memberinya katalog juga 8 bingkisan tidak jelas yang
sama sekali tak menarik untuk Bian.
Anna tidur
setelah bercinta dengannya tadi. Sekarang ia tak punya teman chatting. Anggota
gangnya seperti Jefri, Artur dan Maxim juga sudah mulai sibuk dengan urusan
masing-masing. Sebelumnya Bian merasa mereka bisa menjadi sahabat yang baik dan
tulus. Tapi belakangan ini sepertinya mereka hanya dekat dengan Bian sebatas
pelancar bisnis keluarga saja. Menyebalkan.
Kedekatan
Bian dengan siapapun selalu terasa palsu. Selalu ada yang di incar dari Bian,
hanya Anna yang terus menolak pemberiannya dan mau dengan tulus menerimanya apa
adanya. Bian jadi makin merindukan Anna.
“Kak Bian,
ini Om Erwin Seymour,” ucap Eve memperkenalkan rekan sekaligus sahabat ayahnya.
“Bian
Griffin,” ucap Bian sembari menjabat tangan Erwin. “Maaf tadi siapa namamu?”
tanya Bian yang merasa familiar dengan nama belakang Erwin.
“Erwin
Seymour.” Erwin mengulang namanya.
“Seymour…”
lirih Bian sambil mengangguk. “Aku punya teman baik dengan nama yang sama
sepertimu.”
“Ah nama
ini cukup pasaran, toko sepatu di tengah kota juga menggunakan nama ini
meskipun kami bukan keluarga yang sama,” ucap Erwin sambil tertawa.
Bian
tersenyum. Nama keluarganya juga kadang di gunakan orang lain yang bahkan tak
termasuk dalam anggota keluarganya. Ini hal wajar, Bian yang terlalu cepat
menyimpulkan.
“Apa Tuan
Muda satu sekolah juga dengan Boni El-Baz?” tanya Erwin mengalihkan topik
pembicaraan.
“Ah OKB
itu! Sepertinya dia sering dapat undangan belakangan ini, seperti lalat.
Ya…kami satu sekolah,” jawab Bian yang terdengar merendahkan keluarga El-Baz
yang sedang naik daun.
Erwin
meringis lalu menundukkan kepalanya pamit untuk menyalimi yang lain. Erwin jadi
ragu untuk membahas putrinya pada Bian. Boni yang datang dari keluarga kaya
baru saja dapat tanggapan yang cukup buruk dari Bian, apalagi Anna yang datang
dari desa dan menjadi penerima beasiswa dari keluarga Griffin.
Erwin juga
mengurungkan niatnya untuk memberikan kartu namanya pada Bian karena melihat
banyaknya kartu nama, katalog, dan suvenir yang Bian tinggalkan begitu saja
diatas mejanya. Bian tampak begitu menutup diri, Bian benar-benar seorang
Griffin. Persis seperti orang tuanya yang begitu sulit di sentuh.
“Aku mau
pulang,” ucap Bian pada Eve yang merasa belum cukup memukau untuk Bian agar
terpesona padanya.
“Sekarang?”
tanya Eve kaget.
Bian
langsung membalikkan badannya dan pergi begitu saja. Meninggalkan Eve dan acara
amal yang ia buat untuk memukau Bian namun malah membuatnya bosan. Eve hanya
bermaksud mencuri hati dan perhatian Bian agar bisa terbuka padanya dan
memiliki lebih banyak waktu bersama. Membuat acara menurut Eve sudah menjadi
cara yang tepat untuk membangun kedekatan dengan Bian. Tapi semakin Eve
mendekat pada Bian, ia merasa semakin ada tembok besar yang membatasinya untuk
masuk.
“Kak Bian…”
***
Anna masih
terbaring di tempat tidur Bian meskipun ia sudah mandi. Ada panci yang masih
basah setelah digunakan juga, menandakan Anna baru saja selesai memasak. Bian
tersenyum memandangi Anna sembari melihat chees cake yang ia bawa untuk
merayakan hari jadinya bersama Anna yang ia rayakan tiap minggu di tanggal 15
di tiap bulan.
“Bian…”
lirih Anna yang terbangun karena merasakan ada yang naik ke tempat tidurnya.
“Baru mau
ku bangunin,” ucap Bian lalu meletakkan kue yang ia bawa di atas laci.
“Oh iya anniversary
kita ya! Ya ampun aku lupa!” ucap Anna yang langsung terkesiap melihat Bian
yang sudah begitu siap dengan perayaannya.
Bian
tersenyum melihat Anna yang terkejut, kejutannya berhasil kali ini. “Aku tau
kamu pasti lupa, kita ngadepin banyak masalah belakangan ini.”
Anna
langsung bangun lalu buru-buru mengambil gaun berwarna merah yang cukup sexy
kesukaan Bian dan langsung masuk ke kamar mandi. Anna mengganti pakaiannya lalu
memoles lipstik merah kesukaan Bian yang selalu sukses merayunya jika sedang
merajuk. Setidaknya Anna harus tampil cantik jika tidak menyiapkan apa-apa.
“Anna kamu
ngapain?” tanya Bian bingung.
“Sebentar!”
saut Anna sembari menyisir rambutnya sebelum keluar dari kamar mandi.
Bian
menyiapkan lilin di kuenya. Tak selang lama Anna keluar dari kamar mandi dengan
penampilannya yang jauh lebih cantik dari sebelumnya. Bian tersenyum sumringah
melihat penampilan Anna yang jadi begitu cantik.
Bian yang
dari acara amal sudah banyak melihat sosialita dan para gadis cantik dengan
gaun indahnya. Tapi tetap saja ia terpesona pada Anna yang bahkan mengenakan
gaun lama dan sudah berkali-kali Bian lihat dengan tampilan make up
yang sangat sederhana. Tubuh Anna yang berhias beberapa tanda kepemilikannya
yang terlihat jelas, di tambah bibir merahnya yang sexy sudah sangat memikat
dan membuat Bian tergila-gila.
“Besok aku
akan membuat iga bakar kesukaanmu,” ucap Anna sembari mengalungkan tangannya di
leher Bian.
Bian
tertawa mendengar ucapan Anna. Rasanya ia hanya bisa bebas dari sayur saat hari
istimewanya saja. Tapi Bian sangat menyukai kesederhanaan yang Anna berikan
untuknya. Bian mengecup bibir Anna dengan lembut.
Anna
tersenyum sembari mengusap pipi Bian. Lalu melepaskan pelukannya untuk meniup
lilin bersama Bian. Anna memejamkan matanya lalu meniup lilinnya.
“Apa
harapanmu?” tanya Bian.
“Aku
berharap kita bisa terus bersama-sama,” jawab Anna. “Apa harapanmu?”
“Aku tidak
berharap, karena aku tugasnya mengabulkan harapanmu.”
Anna
tersenyum lalu berjinjit untuk mencium bibir Bian yang jauh lebih tinggi
darinya sehingga harus merunduk untuk Anna. Bian menggenggam tangan Anna dan
mengajaknya ke balkon untuk menikmati pemandangan kota di malam hari, memandang
langit malam yang bertabur bintang sembari menikmati chees cake di tambah wine
yang baru Bian beli.
“Anna, ayo
menikah,” ajak Bian sembari menyodorkan sebuah kotak cincin pada Anna.
Anna
terdiam memandangi cincin pemberian Bian yang begitu indah dan mahal. “Bian…”
“Aku hanya
memintamu untuk bilang iya, aku tau tidak semua janji bisa kita tepati. Tapi
aku ingin berusaha semampuku untuk hubungan ini, untukmu, untuk anak-anakku
yang masih ku bayangkan ingin satu atau dua…”
Anna
langsung mengangguk dengan airmata yang berlinangan. Bullyan Bian di sekolah
memang tidak ada duanya, begitu mengerikan, tapi jika Bian menjadi Bian yang
ada di hadapannya ini. Anna merasa ingin terus bersamanya, Bian lebih dari
tempat nyamannya, Bian adalah pelindung dan tempatnya bersandar.
“Bian kalo
kita gak bisa bareng, kamu gi…”
“Harus
bisa!” potong Bian yang benar-benar tak ingin melepaskan Anna.
Anna
tersenyum, ini benar-benar Bian yang ia kenal. Biannya yang manja, egois, dan
suka memaksa.
“Anna,
boleh aku em…” Bian mengusap lehernya bingung dan gugup meminta keintiman yang
ia inginkan dari kekasihnya.
Anna bangun
lalu membawa cakenya yang masih belum habis kedalam kulkas juga membawa botol
wine milik Bian kedalam kamar.
“Sayang,
apa aku boleh minta yang tadi lagi?” tanya Anna yang paham apa keinginan Bian.
“Aku tau pasti lama-lama kamu suka!” ucap Bian semangat menghampiri Anna.