Bab 57 – Taman Belakang
“Dimana
suamiku?” tanya Eve yang tiba-tiba kehilangan Bian.
“Tadi Tuan
pergi ke ruang kerja…”
Eve
langsung pergi ke ruang kerja Bian di lantai dua. Eve begitu khawatir jika Bian
akan berselingkuh darinya. Terlebih ia juga tak melihat keberadaan Anna di
pesta yang membuat Eve samakin panik dan khawatir.
Eve sama
sekali tak melihat keberadaan Bian dan Anna di ruang kerjanya. Eve benar-benar
di buat panik sekarang. Ia langsung mengecek kamarnya barang kali Bian dan Anna
ada disana, juga kamar Vincent. Tapi kelas mereka tak ada disana. Sampai
akhirnya ia teringat pada taman belakang. Eve langsung berlari ke jendela.
Benar saja
ia langsung melihat Bian dan Anna yang sedang berpelukan di sana. Eve
benar-benar hancur melihat Bian memeluk dan mencuri kesempatan untuk mencium
Anna. Ini yang selalu membuat Eve merasa tak di cintai oleh Bian. Bahkan
meskipun Eve sudah begitu sering berselingkuh untuk membalas rasa sakit hatinya
pada Bian.
Tetap saja
melihat Bian yang memeluk Anna dan membawanya ke taman belakang yang tak pernah
ia pijak membuat Eve hancur. Eve tak menyangka jika suaminya memberikan tempat
khusus untuk Anna. Bahkan tak mengusir dan malah memeluknya dengan begitu
hangat dan mesra di taman belakang.
Bian
terlihat begitu penuh cinta dan kehangatan saat bersama Anna. Tatapannya dengan
Anna terlihat begitu berbeda dari biasanya. Bian juga terlihat lebih ceria dan
penuh senyum saat bersama Anna. Sesuatu yang tak pernah Eve lihat sebelumnya
selama menikah dengan Bian.
Tapi tak
berapa lama Bian dan Anna beranjak dari sana. Boni langsung menghampiri Anna
bersama Gio dan Vincent. Bian kembali terlihat murung dan kembali seperti
semula.
“Nanti aku
gantian main ke rumah Kakak Gio ya,” ucap Vincent yang di angguki Gio tanpa
beban.
Sementara
Anna dan Boni saling tatap. Boni tampak emosi sementara Anna merasa bersalah
karena diam-diam pergi bersama Bian.
“Aku hanya
mengajaknya ke makam,” ucap Bian pada Boni.
“Begitu…”
Anna
langsung mengangguk sembari mengambil paper bag berisi box pemberian Bian.
“Kita bahas di rumah saja.”
“Jangan
menyakiti Anna, aku yang salah.” Bian langsung pasang badan untuk melindungi
Anna.
Boni
mengerutkan keningnya lalu merangkul Anna dengan posesif. “Aku tidak pernah
menyakiti Anna, aku tidak sepertimu.”
Bian
langsung diam teringat betapa seringnya ia menyakiti Anna. Bian tak bisa
melawan Boni, terlebih statusnya sebagai suami Anna dan terbukti dengan jelas
lebih mampu melindunginya.
“Ayo
pulang!” ajak Gio sembari menarik tangan orang tuanya.
Boni
merangkul Anna dan menggenggam tangannya sementara Gio berjalan dengan ceria
menenteng bingkisan dari acara ulang tahun Vincent dan langsung masuk ke mobil
dan duduk di bangkunya dengan tenang membuka isi bingkisannya. Boni juga
langsung memeluk Anna erat-erat sebelum masuk kedalam mobilnya. Ia memang
sempat merasa bosan dengan Anna tapi melihat betapa siapnya Bian merebut Anna
darinya, Boni jadi mengerti betapa pentingnya Anna.
“Aku
cemburu,” aku Boni lalu menciumi istrinya sembari melepas pelukannya perlahan.
“Maaf ya,
aku tadi kebawa suasana waktu di ajak ke makam calon bayiku dulu. Aku jadi
keinget ibu, keinget semua masa-masa sulitku. Oh iya Bian juga kasih ini,” ucap
Anna sembari menunjukkan box pemberian Bian.
Boni
mengangguk lalu menghela nafas. “Aku tetep cemburu, Bian kan cinta pertamamu,”
keluh Boni manja lalu membukakan pintu untuk Anna.
“Maaf,
salahku…” lirih Anna lembut sementara Boni kembali mengecup keningnya.
“Aku yang
salah, harusnya aku temenin kamu terus,” sesal Boni lalu bersiap menyetir
pulang.
***
Eve
berlinangan air mata duduk di ruangan Bian menunggunya datang. Eve sudah
menanda tangani surat persetujuan cerainya dengan Bian. Ia sudah tak peduli
lagi dengan jabatan ayahnya atau reputasinya lagi. Eve begitu lelah dengan
kehidupannya.
“Aku sudah
menandatangani semuanya,” ucap Eve begitu Bian masuk ke ruang kerjanya setelah
menidurkan Vincent dan mendengarkan cerita Vincent yang begitu senang dapat
hadiah jam dari Anna dan segala kebahagiaannya selama pesta namun tetap Gio
yang jadi pusat kesenangan Vincent.
“Ada apa?”
tanya Bian heran.
“Aku sudah
melihat semuanya. Aku masih muda, aku tidak mau hidup di bawah bayang-bayang
masalalumu terus menerus.”
Bian
menghela nafas lalu duduk berhadapan dengan Eve. Eve sudah berkaca-kaca menahan
airmatanya.
“Bukankah
ini adil? Kamu selingkuh dua kali dan aku bisa menghabiskan sedikit waktu
bersama Anna.”
Eve
menggeleng. “Kamu bukan sedang membalasku. Kamu memang dari awal tidak bisa
mencintaiku. Bahkan aku mencoba bermain api sekalipun tetap tak membuatmu
cemburu padaku.”
“Kata
siapa?”
“Kalau kamu
marah itu hanya egomu. Kamu merasa egomu terluka karena aku bersama pria lain.
Bukan karena kamu mencintaiku. Dari awal harusnya kamu bilang kalo gak bisa
cinta sama aku.”
“Harusnya
dari awal kamu sadar kalo aku sudah punya Anna dan tidak memaksakan diri. Aku
berusaha jujur tapi kamu mengabaikan kejujuranku. Aku bahkan bingung kenapa bisa
jadi seperti ini setelah kamu tau semuanya dari awal.”
“Tapi aku
istrimu, aku menemanimu bahkan di saat terpurukmu!”
“Terimakasih…”
Bian sudah
tak dapat berkata apa-apa lagi. Ia hanya diam menerima kemarahan Eve yang
meluapkan segala kemarahannya dengan melempar barang-barang padanya dan merusak
ruang kerjanya. Eve berteriak histeris memaki Bian meluapkan segala
kemarahannya dan Bian hanya diam mendengarkan kemarahannya hingga ia lelah dan
berakhir dengan memeluk Bian sambil menangis.
“Kenapa aku
selalu jatuh cinta sendiri! Kenapa harus aku yang jatuh cinta sendirian! Bahkan
setelah aku melahirkan anakmu dengan sehat, aku masih tak menerima cintamu
sedikitpun! Ini tidak adil!” ratap Eve sambil memeluk Bian.
Bian diam
sembari membalas pelukan Eve. “Aku mencintaimu, tapi bukan cinta yang sama
seperti perasaanku pada Anna,” lirih Bian yang masih teguh pendirian dan
mencoba jujur pada Eve.
Malam itu
adalah malam yang begitu emosional bagi Eve dan Bian. Eve juga mengemasi
barang-barangnya malam itu. Berbeda dari malam biasanya Eve kali ini tidur di
kamar Vincent. Eve memandangi putranya yang bahkan dalam tidurnya masih
menggunakan jam tangan pemberian Anna.
“Bahkan
anakku juga ingin di curi,” lirih Eve lalu melepaskan jam tangan yang Vincent
kenakan.
Eve
berjalan ke gudang, mengambil sebuah sekop besar lalu pergi menuju taman
belakang. Pertama kali dalam hidup Eve menginjakkan kaki di taman belakang yang
begitu di agungkan oleh suaminya. Eve memandangi taman yang asri dan di penuhi
bunga. Semerbak mawar yang mekar di malam hari langsung menyambutnya.
Eve
menangis, bahkan setelah berpisah dari Anna sekalipun Bian masih menyiapkan
tempat seindah dan seromantis ini untuknya. Eve berdiri di tengah taman seperti
yang biasa Bian lakukan. Airmatanya kembali mengalir, ia membayangkan segala
keromantisan yang bisa ia lalui bersama Bian disana. Eve membayangkan betapa
bahagia keluarga kecilnya ketika piknik di taman belakang.
Eve
mendongakkan kepalanya menatap bintang dan bulan yang menghiasi langit malam.
Ia kembali mengedarkan pandangannya menatap ke sekeliling taman. Hingga tak
sengaja kakinya hampir tersandung sebuah batu nisan kecil yang ada di sana dan
hampir tertutupi oleh semak mawar yang ada disana.
“Anakku
tersayang yang akan selalu hidup dalam hatiku dengan penuh cinta – B&A.”
Eve tertawa
kecil melihat tulisan di atas batu nisan tersebut. Ia menertawakan dirinya
sendiri yang bahkan tak bisa menggeser orang kelas rendahan yang sudah merebut
hati suaminya lebih awal itu. Eve menjatuhkan jam tangan milik Vincent lalu
menghujamkan sekop besar yang ada di tangannya merusak makam kecil yang ada di
tengah taman itu dengan penuh emosi.
“Bahkan
kamu cuma tidak lebih dari gumpalan daging! Kenapa aku kalah dari mahluk
rendahan sepertimu!” kesal Eve lalu menangis dan kembali merusak taman belakang
yang begitu Bian jaga itu.