0
Home  ›  BIANNA  ›  Chapter

Bab 23 – Ibu…

 Bab 23 – Ibu…-1

Melania begitu marah mendengar kabar jika Bian menghamili Anna. Melania langsung secara serius akan memindahkan Bian ke Swis dan kembali mendidik Bian seperti saat kecil dulu. Melania merasa apa yang Bian lakukan saat ini karena ia terlalu liar dan bebas.

“Oh! Bocah itu membuatku pusing!” kesal Melania sambil memijit pelipisnya.

Melania sudah benar-benar muak pada Anna dan Bian yang jadi lepas kendali. Ia ingin memindahkan Bian ke Swiss tapi sekolahnya hanya tinggal menunggu beberapa minggu untuk lulus, ingin menyingkirkan Anna dan janinnya, Bian jelas akan membela dengan sekuat tenaga dan segala perlawanan yang ia bisa. Melania benar-benar di buat serba salah sekarang. Sampai ia teringat pada Miranda, orang tua Anna yang sedang menikmati fasilitas darinya.

“Ah, aku mendapatkan kartu ASnya!” ucap Melania yang langsung tersenyum senang. “Panggil Bian! Aku akan mengurusnya!” perintah Melania.

***

“Maaf,” ucap Bian dengan berat hati meminta maaf pada Boni agar hubungannya dengan Anna bisa tetap harmonis.

Boni hanya diam dan Bian tak mau repot-repot menunggu jawabannya. Bian langsung masuk kedalam mobilnya dimana Anna sudah menunggunya.

“Sudah, jangan marah lagi,” ucap Bian kembali merayu Anna.

Anna mengangguk lalu menggenggam tangan Bian. Anna bingung pada dirinya sekarang. Ia marah pada Bian dan ingin pergi sejauh mungkin darinya. Tapi disisi lain ia juga ingin terus bersama Bian. Entah mungkin hormonnya atau keinginan janinnya.

“Udah gak marah?” tanya Bian sembari mengecup jemari Anna yang menggenggam tangannya seperti biasa.

Anna menggeleng. “Aku gak tau Bi, aku mau marah. Tapi aku…kayaknya dia gak mau kita marahan,” ucap Anna yang akhirnya melemah juga.

Bian tersenyum mendengar jawaban Anna. Bian benar-benar merasa senang dan terberkati dengan adanya si kecil yang ada di rahim Anna. Bian semakin yakin jika hubungannya dengan Anna akan tetap baik selama ada si kecil yang menguatkannya.

Begitu sampai di apartemen, Bian meminta kartu akses milik Anna yang biasa ia berikan untuk berjaga-jaga jika ada hal darurat. Bian juga mengambil ponsel Anna dan menyembunyikannya. Secara perlahan Bian mulai menutup akses Anna pada kehidupan normalnya. Bian menjadikan Anna sebagai tahanannya dan Bian ingin Anna kembali seperti sebelumnya.

***

“Anna susah di hubungi,” ucap Miranda pada Erwin yang menemaninya di rumah sakit.

“Oh, mungkin sudah mulai persiapan buat ujian kelulusan,” ucap Erwin mencoba mencari alasan agar Miranda tidak khawatir dan curiga.

Baca juga Epilog

Miranda mengangguk pelan. Kondisinya semakin memburuk dan menurun belakangan ini. Miranda hanya ingin melihat putrinya, berkumpul dengan kedua anaknya. Lidia juga memilih keluar dari asramanya karena ingin menemani Miranda dan Erwin memfasilitasinya untuk antar jemput dari sekolah ke rumah sakit.

Tak hanya Miranda sebetulnya yang merindukan Anna tapi juga Erwin dan Lidia juga. Terlebih sudah lama sekali mereka tidak berkumpul. Erwin dan Miranda juga sama-sama ingin membuat foto keluarga yang baru bersama kedua putrinya yang sudah besar. Lidia juga merasa sedih karena Anna tidak bisa berkumpul padahal kini Ayah sudah kembali bersama mereka lagi.

Lidia masuk dengan lesu lalu menggeleng pelan. “Ga bisa di telfon, chat juga belum di balas,” ucap Lidia sedih lalu duduk di samping ibunya.

“Gapapa mungkin kakak sibuk,” ucap Miranda mencoba mengerti kondisi putri sulungnya meskipun ia juga sudah sangat merindukan Anna.

“Aku juga udah coba telfon Kak Bian tapi gak di angkat juga,” ucap Lidia sedih dan masih coba menghubungi Bian.

“Udah gapapa, nanti kan kalo udah ada waktu luang kasih kabar. Kalo libur pasti kesini,” ucap Miranda lembut sembari mengelus rambut putrinya.

Erwin yang teringat jika Boni satu sekolah dengan Anna dan ada dalam satu angkatan yang sama mencoba menghubunginya. Tapi Boni juga tak bisa ia hubungi sampai ia melihat status Mano yang menunjukkan wajah Boni yang babak belur dengan caption yang mengutuk keluarga Griffin. Erwin langsung pergi menemui Boni setelah Miranda kembali terlelap.

***

“Bi, kayaknya aku perlu ke dokter lagi deh. Mualnya makin hari makin bikin gak nyaman,” ucap Anna pada Bian setelah hampir 2 minggu terkurung di apartemennya.

Bian mendekat pada Anna lalu memeluknya. “Enggak, kan berapa waktu lalu kita udah periksa. Mungkin karena kamu kebanyakan makan yang asem-asem, jadi perutnya jadi sakit. Tadi Bibi bikin ikan bakar, mau di suapin biar gak sakit perutnya?”

Anna menghela nafas lalu mengangguk. Bian mengambilkan kimono untuk menutupi tubuh Anna yang telanjang bulat setelah bercinta dengannya. Anna berjalan ke kamar mandi untuk memberisihkan wajahnya juga tubuhnya sebelum makan.

Anna benar-benar merasa tidak enak badan, perutnya terasa benar-benar sakit dan nyeri. Selain itu laptop dan komputer disana juga tiba-tiba tidak bisa mendapat akses internet, tak cukup sampai di situ saluran tv juga tiba-tiba hanya bisa menyiarkan chanel flora dan fauna saja. Anna benar-benar di buat gila oleh Bian yang mengekangnya hingga seperti ini.

“Sayang aku udah bikinin susu buat kamu,” ucap Bian lembut lalu memeluk Anna yang baru selesai mandi.

“Makasih Sayang,” lirih Anna lalu membalas pelukan Bian.

Baca juga Bab 74 – Hamil

Anna mengambil dasternya lalu juga mengambil sweeternya. Anna merasa kedinginan belakangan ini, rasanya berat badannya juga ikut turun karena ia yang sering muntah-muntah dan kehilangan selera makan juga. Bian memang lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, tapi Anna merasa Bian ada bersamanya bukan untuk bermanja-manja seperti dulu tapi untuk mengawasinya.

“Badanmu agak demam, nanti aku minta Bibi buat bawakan sup,” ucap Bian setelah menempelkan tangannya di kening Anna.

Anna mengangguk lalu duduk di sofa. Hari ini kepalanya benar-benar pusing, dua kali lipat lebih pusing dari sebelumnya.

“Aku suapin ya,” ucap Bian lalu mengambilkan makanan untuk Anna dan bersiap menyuapinya.

Anna benar-benar di perlakukan dengan baik seperti seorang ratu, namun Bian mencabut semua kebebasannya. Anna ingin pulang menjenguk ibunya dan berkumpul bersama keluarganya. Anna ingin mengambil foto bersama Ayah, Ibu dan Lidia. Tapi Bian terus mengekangnya, bahkan akan langsung marah jika Anna membahas soal ibunya. Jadi Anna hanya bisa diam.

“Sayang, nanti aku mau ketemu Ibu. Kamu disini dulu gapapa kan?” tanya Bian basa-basi.

Anna mengangguk pelan. “Bi tapi kalo kamu pergi dan aku gak pegang hp kalo aku kenapa-napa gimana? Aku harus minta tolong siapa?” tanya Anna pelan berusaha membujuk Bian untuk memberikan kembali ponselnya.

Bian menghela nafas lalu pergi ke ruangannya mengambil ponsel Anna. Bian sudah menghapus semua pesan yang masuk ke ponsel Anna bahkan juga menghapus nomor-nomor yang Anna simpan dan hanya menyisakan nomor telfonnya dan nomortelfon keluarga Anna saja.

“Ini, tapi jangan macem-macem ya, jangan coba kabur!” ucap Bian memperingatkan Anna sembari memberikan ponselnya lalu mengecup kening Anna.

Anna menghela nafas. “Kabur kemana emangnya aku, orang anakmu aja gak mau jauh dari Papanya,” ucap Anna yang membuat Bian tersenyum sumringah dan percaya pada Anna kembali.

Anna menggenggam tangan Bian lalu meletakkan ponselnya di meja seolah Anna tak membutuhkannya. “Nanti jangan lama-lama ya,” ucap Anna lembut sembari kembali menerima suapan dari Bian.

“Pengen di bawain apa nanti?” tanya Bian lembut.

Anna terdiam sejenak sambil menelan makanannya. “Kamu inget kue waktu kita aniv? Aku pengen itu,” pinta Anna sembari menolak suapan yang Bian berikan karena sudah terlalu kenyang dan mual.

“Oke aku beliin nanti ya,” ucap Bian lalu masuk ke kamar untuk bersiap-siap.

Anna kembali mengikutinya ke kamar lalu tiduran kembali setelah meminum susunya. Bian tampak bahagia dan tenang ketika Anna memperhatikannya. Tapi Anna juga ingat jika Bian sudah sangat egois dan membuatnya terkurung seperti ini.

“Papa pergi dulu ya,” pamit Bian sembari mengecup perut Anna.

“Hati-hati Papa,” ucap Anna menjawab Bian sembari memeluknya.

Bian mengangguk lalu keluar kamar dan menyempatkan untuk memastikan jika tak ada pesan masuk di ponsel Anna sebelum ia pergi. Anna diam di kamar berpura-pura tidur sambil memejamkan matanya agar Bian bisa segera pergi dan yakin jika ia tidak akan melakukan perlawanan atau kabur.

Begitu Bian pergi Anna langsung mengambil ponselnya. Tapi baru ia hendak menghubungi keluarganya tiba-tiba ia mendapat panggilan dari Lidia.

Kak! Ibu meninggal!” ucap Lidia sambil menangis tersedu-sedu.

Anna langsung menangis sejadi-jadinya. Ia benar-benar hancur sekarang. Sekolahnya berantakan, di sejap Bian, tidak bisa menemani Ibunya di saat-saat terakhir, hamil duluan, dan sekarang ia harus kehilangan ibunya. Anna langsung menelfon Bian mengabari kabar duka ini pada Bian. Bian yang hampir sampai di rumahnya langsung putar balik dan bergegas kembali ke apartemennya.

Anna sudah menangis begitu histeris di telfonnya. Bian tak mau membuat Anna yang sedang bersedih semakin drop. Bian sendiri juga mulai merasa bersalah dan merasa jika apa yang ia lakukan pada Anna sudah keterlaluan.


74
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share