0
Home  ›  BIANNA  ›  Chapter

Bab 34 – Revenge

Beli Karya

 Bab 34 – Revenge-1

Lidia bolos hari ini. Ia pergi ke tukang service untuk memperbaiki ipadnya. Lidia menangis sendirian di mall yang sepi. Ini masih pagi menjelang siang, semua orang masih ada di sekolah dan kantor. Dulu Lidia sangat ingin bisa pergi jalan-jalan sendirian tanpa harus di bebani tanggung jawab membantu ibunya. Tapi sekarang ia benar-benar merindukan ibunya sekarang. 

Lidia benar-benar lelah dan muak dengan kehidupannya yang sekarang. Lidia berharap kehidupannya akan menjadi lebih baik. Ketika Lidia membuka ponselnya hujatan padanya terus bergulir. Sekarang orang-orang bukan hanya mengolok dirinya tapi juga kakak juga mendiang ibunya. Lidia benar-benar malu dan kesal.

Padahal Lidia berharap bisa memiliki kehidupan yang baik dan tidak di pandang sebelah mata karena ia anak dari Erwin Seymour, statsunya secara hukum juga sudah jelas sekarang. Tapi rasanya orang-orang itu tetap saja membullynya tanpa alasan yang jelas. Bahkan komiknya yang hanya bercerita soal kisah fantasi dan hanya sedikit keromantisan saja ia di bully habis-habisan. 

*** 

Tania datang ke sekolah begitu mendapat kabar dari wali kelas Lidia jika ia bolos dan langsung pergi keluar begitu saja. Tania bingung apa yang menyebabkan putrinya kabur sampai saat ia melewati ruang kelas Lidia ia melihat sebuah bangku kosong yang penuh sampah dan coretan dimana-mana. Ia diam cukup lama memandangi satu-satunya bangku kosong di kelas Lidia itu. 

“Itu bangku Lidia?” tanya Tania pada wali kelas yang hendak mengantarnya kedepan.

Walikelas itu langsung tampak gugup dan langsung menundukkan pandangannya. 

“Kamu tau Lidia tidak baik-baik saja?” tanya Tania lagi sambil tersenyum menatap teman sekelas Lidia yang kini menatapnya dengan gugup. “Ku lihat ada vidiomu yang sedang memuaskan kepala sekolah, apa aku perlu menunjukkannya pada suamimu?” Tania melangkah kembali. 

“T-tidak…kumohon jangan!” wali kelas itu langsung bersujut memohon di kaki Tania. Tania terus melangkah mengabaikannya.

Wali kelas itu kembali bangun untuk mengejar Tania. 

“Sebelum pulang sekolah, beri tau aku siapa yang merundung Lidiaku,” ucap Tania tegas lalu masuk kedalam mobilnya dan mencari Lidia dengan pelacak di ponselnya. 

Tania sedikit ragu mencari Lidia sendirian. Ia masih takut jika Lidia akan mengamuk padanya lagi tapi Anna dan Boni sedang sibuk. Sementra Suaminya juga sedang ke kantor. Tania menghela nafas beberapa kali sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari Lidia. 

Tania pergi ke mall, mengikuti arahan dari GPSnya yang selalu terhubung dengan kedua putrinya. Ia melihat Lidia duduk sambil menangis di dalam ruang karaoke kecil di dalam tembat bermain. Ia duduk didalam ruang kecil kedap suara, tempat karaoke kecil dengan kartu. 

Lidia menangis sendirian, bajunya koyak, ia juga menggunakan sandal sementara sepatunya terlihat basah dan kotor di penuhi tinta. Samar Tania juga melihat pipi dan mata Lidia yang memar. Ia merasa gagal menjadi ibu. Tania menyesal tak cukup bekerja keras untuk mendekati Lidia hingga ia harus menahan segala bullyan sendiri.

Tania mengatur nafasnya lalu membuka pintu. Lidia terperanjat kaget melihat Tania menemukannya. 

“T-tante…”

Tania langsung memeluk Lidia sambil berlutut di hadapannya. “Kamu kenapa gak bilang Nak kalo di bully?” Tania ikut menangis bersama Lidia. 

Lidia yang semula berusaha diam kini jadi menangis karena Tania yang ternyata menjadi orang pertama yang mau menemaninya di saat terendahnya. Lidia semakin menangis karena ia menyesal sudah begitu jahat sebelumnya pada Tania, tapi Tania tetap menyayanginya bahkan menangis untuknya.

“Maaf, maaf Tante gak tau kalo Adek di bully,” ucap Tania sambil mempererat pelukannya. 

Baca juga Epilog

Tania dan Lidia hampir menangis bersama selama 30 menit sebelum keduanya diam dan tenang. Tania hampir selalu menggenggam tangan Lidia, keduanya pergi ke drug store untuk mengobati luka-luka yang ada di tubuh Lidia. Tania juga membelikan baju ganti dan sengaja ikut masuk ke kamar mandi bersama Lidia untuk melihat bekas-bekas luka di tubuhnya. 

“Kasiannya anakku,” ucap Tania sedih sembari terus mengobati Lidia. “Kita visum ya habis ini,” ajak Tania.

Lidia menggeleng dengan murung. 

“Jangan takut, biar Tante yang hadapi semuanya. Tante bakal lindungin Adek dengan sekuat tenaga.” Paksa Tania yang benar-benar tidak terima dengan apa yang sudah di alami Lidia. 

Lidia diam lalu mengikuti Tania keluar, Tania mengajak Lidia makan di sebentar. Tania lelah menangis, jadi ia pikir pasti Lidia juga begitu. 

“Mereka udah ngapain aja?” tanya Tania sambil membawakan dua buah burger untuknya dan Lidia.

Lidia tampak gugup dan ragu untuk bercerita, tapi karena Tania sudah melihatnya dalam kondisi terburuk dan ketahuan bolos ia jadi tak memiliki alasan untuk menutupi ini semua. 

“A-aku di bully, katanya aku anak haramnya Ayah. Ibuku wanita simpanan, kelas rendahan seperti lalat. Mereka juga mengolok soal Kakak, yang paling parah soal Ipadku. Aku hilang kendali tadi…” 

Tania geleng-geleng kepala. Padahal ia sudah mengusahakan segala cara agar orang-orang tak mengetahui latar belakang Lidia. Tapi tetap saja ia tak bisa menutupinya dan pada akhirnya ia tak bisa melindungi apapun.

“Kamu sekarang anak Tante, apapun yang terjadi kamu anak Ayah sama Tante. Meskipun kamu gak mau manggil Mama, kamu tetep anakku. Jangan sedih Sayang,” ucap Tania dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

Lidia menundukkan pandangannya, ia benar-benar sudah terlalu jahat pada Tania. 

“Tante bakal urus semuanya, gak ada yang boleh menyakiti anak-anakku!” ucap Tania dengan tegas. 

Kling! Tak lama ia dapat pesan dari wali kelas Lidia dan bukti perundungan dari CCTV. Lengkap dengan rekaman suaranya. 

*** 

Tania tetap membawa Lidia untuk melakukan visum. Setelahnya ia pulang bersama Lidia. 

Baca juga Bab 74 – Hamil

“Tante mau keluar beliin kamu Ipad buat gambar lagi, kamu masih ada kontrak kan?”

Lidia mengangguk dengan ragu dan benar-benar tidak enak hati pada Tania. Tania tersenyum lalu meletakkan air mineral di atas laci. 

“Istirahat, nanti Tante pulang sedikit terlambat,” pamit Tania lalu keluar dari kamar Lidia. 

“Ma…” lirih Lidia yang cukup untuk menahan langkah Tania. 

Tania menatap Lidia kaget mendengar ucapan Lidia meskipun belum menyelesaikan kalimatnya.

“Makasih Ma, udah sayang ke Lidia…” lirih Lidia malu-malu memanggil Tania pertama kalinya dengan panggilan Mama.

Tania tak bisa menyembunyikan senyumannya. Ia benar-benar senang dan bahagia mendengar Lidia yang akhirnya memanggilnya Mama dan mau membuka hati untuknya. Tania kembali mendekat untuk memeluk Lidia lalu berlari keluar dengan ceria. 

*** 

“Jadi kamu datang untuk meminta maaf padaku setelah anak pungutmu dengan arogan menyakiti putriku?” 

Tania menghela nafas lalu menunjukkan sebuah map pada ibu si pembuly. “Apa aku perlu memutarnya saat kelas biologi besok?” tanya Tania yang tak gentar sedikitpun menghadapi ibu si pembuly. 

Wanita itu membelalakkan matanya kaget melihat apa yang Tania tunjukkan. 

“Pergi, menjauhlah, keluar dari sekolahan. Aku muak melihat belatung seperti kalian mengganggu anakku! Lidia anakku! Berhentilah menghinanya!” ucap Tania dengan suara yang makin meninggi lalu pergi ke rumah dua orang teman si perundung.

Tania langsung pergi melanjutkan kegiatannya sebelum makan malam tiba. Masih ada dua orang lagi yang harus ia beri pelajaran. Tak ada yang boleh merundung putrinya. Tidak satupun!

“Seperti ini rumah orang yang mengganggu anakku rupanya…” ucap Tania yang harus pergi ke pinggiran kota dan masuk kedalam apartemen kelas bawah yang mengejutkan si perundung.

Anak perempuan teman si perundung itu langsung gemetar melihat Tania yang datang di antar ajudan dan mobil dinas dari kementraian. 

“Apa kamu mengajarkan anakmu untuk berbuat selayaknya perundung murahan ha?” ucap Tania tegas lalu memberikan sebuah flask disk berisi perundungan yang Lidia alami. “Inikah gadis kecil yang mengganggu waktuku dan menghina putriku?” ucap Tania lalu langsung pulang. 

Ia benar-benar menyiapkan kejutan untuk membalas para perundung esok hari.  

*** 

Lidia yang masih sakit dan trauma memutuskan untuk ijin sekolah sampai lukanya sembuh. Lidia juga kembali mengotak-atik Ipad barunya dan mulai melanjutkan gambarnya. 

“Tidak usah vakum, dilanjutkan saja. Mama mulai baca komikmu sekarang,” ucap Tania menyemangati Lidia. 

Lidia tersenyum lalu mengangguk. Lalu tiba-tiba ponselnya di banjiri notifikasi kembali. Lidia sudah khawatir jika ia kembali di bully dan menjadi bahan olok-olokan ketika tidak di kelas. Tapi ini beda, semua orang membicarakan para pembully dan kehidupannya yang sesungguhnya. 

“Mama! Lihat ini!” Lidia langsung berlari mencari Tania menunjukkan apa yang baru ia dapat dari grup sekolahnya.

“Ya ampun! Ibunya bintang porno?!” Tania berpura-pura keget sambil menutup mulutnya dengan jemarinya. 

“Aku tidak tau siapa yang memviralkannya, tapi tiba-tiba ini tersebar di Twitter!” ucap Lidia antusias. 

“Apa mereka yang membullymu kemarin?” tanya Tania yang langsung di angguki Lidia. “Ugh! Jahatnya sudah menyakiti anakku, ternyata mereka yang rendahan. Menjijikkan!” 


74
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share