Bab 08 – Pulang
Selama UTS
Anna begitu keras pada Bian, bukan karena apa-apa. Tapi karena Bian terus
mengganggunya belajar sementara nilai akhirnya tidak boleh turun. Anna terus
memaksa Bian untuk belajar dengan segala ancaman yang ia bisa. Awalnya memang
Bian tidak suka, tapi Anna akan membahas soal Eve dan Bian akan lebih memilih
belajar daripada membicarakan gadis itu.
Bian tidak
membenci Eve, ia tak bermasalah sedikitpun dengan gadis muda itu. Eve cantik
dan menarik, Bian juga mengakui pesonanya. Tapi Anna tetap yang memenangkan
hati Bian.
“Sayang,
aku bikin sop,” ucap Anna pada Bian yang baru pulang dari acaranya.
“Sayur gak
suka,” komplain Bian yang langsung mengerutkan keningnya sambil mengendurkan
dasinya.
Anna
menghela nafas dengan berat. “Yaudah kalo gitu aku makan sendiri aja, sayang
udah susah payah masak gak ada yang makan.”
“Iya di
makan! Gitu doang ngambek!” ketus Bian sembari memeluk Anna lalu mandi dan
bersiap makan malam bersama.
Anna
tersenyum lalu menyiapkan makan malam Bian. Malam ini juga Anna berencana untuk
meminta ijin pada Bian agar saat libur nanti bisa pulang dan full di rumah.
Anna sudah khawatir pada ibunya yang sering mengeluhkan soal tekanan darahnya.
Setelah
mandi dan sudah ganti baju Bian duduk di ruang makan bersama Anna. Bian
menikmati masakan Anna sambil sesekali berusaha menyingkirkan sayurannya dan
langsung ditergur Anna. Bian benar-benar hanya mau menoleransi makanan yang
tidak ia suka jika Anna yang memasak dan membujuknya.
“Sayang…”
Anna menyodorkan ponselnya pada Bian menunjukkan pesan dari Ibunya terkait
kesehatannya.
Bian
menaikkan sebelah alisnya lalu mengambil ponsel Anna melihat pesan yang Anna
tunjukkan padanya.
“Aku besok
liburan tiga hari itu nginep di rumah Ibuku, gapapa kan?”
“Apa-apa!”
saut Bian tegas dan ketus. “Nanti aku bawa Ibu ke rumah sakit aja, Ibu pasti
lebih cepet sembuh kalo dirawat di rumah sakit daripada kamu,” ucap Bian dengan
alis berkerut.
“Bi…” lirih
Anna lalu menggenggam tangan Bian.
“Gak bisa,
kalo kamu mau ngerawat Ibu, aku ikut. Aku gak mau kamu jauh-jauh dari aku.”
Anna
menghela nafas, Bian benar-benar membuatnya stress dengan segala ke posesifan
dan keegoisannya.
“Aku gak
mau kalo kamu jauh-jauh nanti kamu dilirik orang-orang!”
Anna
mengusap wajahnya lalu tiba-tiba terbersit ide cemerlang di kepalanya. “Bi, aku
kan hampir nemenin kamu teruskan. Nah aku pengen pacaran gaya yang lain. Kalo
ketemu terus gini aku jadi ngerasa bosen sama kamu, nanti gimana?”
“Heh! Na!”
Bian langsung melotot.
“Nah
makannya selama libur ini, kita ceritanya LDRan gitu. Kamu mau gak? Aku kan
pengen tau juga rasanya kangen-kangenan, chatting gemes gitu ke kamu,
biar kayak orang-orang,” bujuk Anna dengan lembut dan ceria agar Bian tidak
curiga.
Bian
memicingkan matanya ragu dengan ide dan bujukan Anna.
“Emang kamu
gak pengen kalo ketemu aku, aku ceria terus peluk kamu, sambil cium-cium, terus
sampe sini bobo bareng. Kamu bisa manja-manja, aduh pasti seru!” Anna memegangi
pipinya sendiri. “Ah sayang banget ya, pacarku gak suka kalo kayak gituan.
Yaudah deh apa boleh buat.”
“Mau! Oke
gak masalah cuma 3 hari ini!” Jack pot Anna mulai mengerti cara
mengendalikan Bian.
“Yakin?”
tanya Anna memastikan.
“Iya!”
Anna
langsung tersenyum sumringah lalu berjalan ke kamar untuk menyiapkan barang
bawaannya.
“Na, kamu
cuma nginep 3 hari kan?” Bian langsung mengikuti Anna ke kamar.
“Iya,
Sayang.”
Bian
langsung ciut ketika melihat Anna yang semangat berkemas. “Kamu semangat bener
packingnya. Kayak mau minggat.”
“Enggak
minggat, Bi. Ini kan baju-baju tang kamu kasih ke aku beberapa aku kurang suka.
Jadi aku mau bagi ke Lidia.”
“Taruh di
kamar sebelah aja, biar kalo Lidia nginep kesini ada baju ganti,” Bian tak mau
kalah.
Anna
mengambil ponselnya lalu menunjukkan pesannya dengan Lidia. Bian menghela
nafas, ia tak mau membuat Lidia kecewa.
“Anna tapi
nanti pulang kan?” tanya Bian yang benar-benar takut di tinggal.
“Iya, Bian
masih mau jemput kan?”
Bian
mengangguk dengan cepat lalu duduk disamping Anna sembari memeluk pinggangnya.
“Nanti kalo
ga ada aku, harus tetep makan sayur. Minimal buah, kamu kalo gerdnya kambuh
nanti repot,” ucap Anna sembari membiarkan Bian bermanja-manja dengannya.
“Bawel,”
cibir Bian sembari mengeratkan pelukannya.
Anna
tersenyum mendengar cibiran Bian, ia tau Bian sedang mencoba menguatkan hatinya
sebelum di tinggal menginap.
“Oh iya,
kalo kamu pergi nginep boleh gak aku pergi makan siang sama Eve?” Bian
tiba-tiba meminta ijin.
Anna
terdiam, jantungnya terasa begitu mencekat. Ia memang ingin bebas dari Bian,
tapi Anna masih belum siap melepaskan Bian untuk Eve. Anna mengangguk pelan,
lalu mengelus tangan Bian.
“Aku cuma
makan siang doang kok, aku capek di teror mulu sama dia.”
Anna hanya
diam lalu kembali mengangguk sembari mengelus tangan Bian. Merasakan ototnya
yang menonjol lalu kembali menyibukkan diri dengan packingannya.
“Pokoknya
kamu jangan sampe gerdnya kambuh,” ucap Anna mewanti-wanti Bian.
Bian
mengangguk lalu mengecup bahu Anna dengan lembut. Ia akan sangat merindukan
kekasihnya itu. Bian memejamkan matanya sembari menghirup aroma parfum dan
sabun yang masih tersisa di kulit Anna.
“Aku
takut…” lirih Bian.
“Kita
jalanin tiap hari pelan-pelan aja, gak usah mikir terlalu jauh. Kita harus
banyak bikin kenangan yang indah,” ucap Anna lembut sembari merapikan barangnya
kedalam koper.
“Aku pengen
sama kamu terus,” bisik Bian yang semakin terlihat rapuh.
“Tuan Muda
Bi…”
“Gak mau!
Aku mau di panggil Sayang aja!” sela Bian sembari mencium kepala Anna.
Anna
tertawa mendengarnya Bian yang paling mudah terpancing jika di panggil Tuan
Muda. Anna membalik tubuhnya setelah selesai dengan urusannya berkemas lalu
memeluk Bian. Anna menghela nafas dengan berat lalu mengecup kening Bian, ini
alasannya terus bertahan dengan Bian terlepas dengan segala keegoisannya dan
hal menyebalkan Anna selalu melihat sisi rapuh Bian yang tak memiliki kuasa
atas dirinya sendiri.
“Kamu
ganteng banget,” puji Anna mengalihkan pembicaraan agar Bian tidak larut dalam
kesedihannya.
Bian
bersemu lalu memalingkan wajahnya mendengar pujian dari Anna. “Anak kita bisa
dapet wajah ganteng kayak aku, mau bikin?” tawar Bian yang membuat Anna tertawa
mendengarnya.
Bian ikut
tertawa bersama Anna, hanya bersama Anna ia bisa mengatakan apa yang ada di
kepalanya dan menjadi dirinya sendiri. Tidak perlu menjaga ucapan dan martabat,
tidak perlu menjaga sikap dan selalu memasang wajah stay cool. Ia bisa
bermanja-manja, merengek, memaksa, dan lebih lepas.
“Besok aku
masakin kamu apa enggak?” tanya Anna lembut sembari membiarkan Bian
menggendongnya memindahkannya ketempat tidur.
Bian
menggeleng. “Nanti aku numpang makan dirumah Ibu aja,” ucap Bian yang juga
nyaman bersama keluarga Anna.
Anna
tersenyum lalu menangkup wajah Bian. “Kamu kalo gak marah-marah bikin aku makin
cinta, pasti aku nanti gampang kangen sama kamu,” ucap Anna lembut.
“Oh jelas!
Aku ganteng dan ngangenin!” Bian langsung sombong lalu mengecup bibir Anna.
***
Eve
melompat girang dan langsung menari-nari bahagia melihat pesan dari Bian yang
mengajaknya makan siang bersama. Ia benar-benar senang Bian menepati ucapannya
untuk mengatur waktu dengannya. Padahal sebelumnya Eve sudah mengira jika Bian
mengabaikannya.
“Mama! Kak
Bian ngajak makan!” seru Eve dengan penuh kegembiraan.
Lifi
tersenyum sumringah mendengar kabar dari putrinya. “Ngajak makan dimana?
Kapan?” tanya Lifi antusias.
“Cuma makan
siang sih, tapi bilangnya tempatnya gak formal,” ucap Eve sembari menunjukkan
pesan di ponselnya pada Lifi.
Lifi mengangguk
paham. “Berarti kamu bisa bikin makanan yang sederhana aja, cookies?” saran
Lifi.
Eve langsung berlari kedapur mengabari pelayan di rumah untuk membantunya membuat cookies untuk pertemuannya dengan Bian besok.