Bab 52
Untuk merayakan keberhasilan Nana masuk perguruan tinggi, Arif mengajak Nana pergi makan. Awalnya benar hanya makan. Tapi karena keduanya tengah berbahagia dan merasa sudah saling memiliki terlebih dua minggu lagi adalah hari pernikahan mereka. Arif dengan berani mengajak Nana pergi ke tempat wisata.
Dibawanya Nana ke tempat wisata alam air
terjun. Suasana sejuk dan dingin membuat keduanya tak bisa berjauhan. Saling
menggenggam sambil melihat pemandangan, melalui tangga dan jalan setapak
bersama. Sesekali bercanda atau sekedar membicarakan tentang masa depan mereka
nantinya.
"Dingin ya... " ucap Nana sambil
mengedikkan bahunya meskipun sudah memakai jaket.
Arif hanya mengangguk lalu tersenyum.
"Tapi baguskan peman-dangannya... "
"Bagus aku suka... Tapi dah mulai
mendung... " ucap Nana sambil menunjuk ke langit.
"Wah iya, yaudah ayo pergi...
Pulang... " ajak Arif lalu beranjak dari duduknya dan menggandeng Nana.
Keduanya melangkah lebih cepat. Meskipun
tetap saja mengobrol santai agar perjalanan menyusuri jalan setapak dan tangga
tidak terasa.
Nana dan Arif jelas tak mau bila harus
terjebak hujan disana. Pertama selain karena tak membawa payung, mereka berdua
juga tak menemukan gazebo, atau apalah untuk berteduh. Hanya ada kursi taman
dan kios-kios sate kelinci.
Sepanjang jalan Arif memacu motornya dengan
cepat. Sungguh Arif tak mau mengulang kesalahannya dulu lagi. Tapi begitu ia
sampai dilampu merah, ketika lampu merah itu padam dan berganti giliran dengan
lampu hijau, motornya mogok.
Arif berusaha menyalakan mesin sambil
membawa motornya kepinggir dan berteduh. Karena tak kunjung dapat distarter,
Arif meminta Nana untuk ikut membantunya mendorong motor sambil mencari
bengkel.
Cukup jauh dan lama keduanya membawa motor
mogok itu mencari bengkel. Sampai akhirnya ada bengkel, meskipun tempatnya
hanya berupa kios yang berdinding anyaman bambu, Arif memutuskan untuk tetap
membawa motornya ke sana. Karena tak ada pilihan lain.
"Disini dingin, ini olinya perlu
diganti akinya soak, lampunya mati. Kalo nunggunya mau enak bisa disitu...
" ucap pekerja bengkel tersebut sambil menunjuk penginapan melati tepat
disamping bengkelnya. "Murah mas, mbak...kalo buat makan murah... " sambungnya
memberi saran karen melihat pakaian Nana yang basah juga Nana yang gemetar
menahan dingin.
Arif hanya tersenyum lalu mengangguk sambil
menggandeng Nana ke penginapan yang dimaksud.
●●●
"Alif... Alif... " panggil Lila
yang datang dengan sepeda roda empat berwarna pink barunya.
"Eh Lila, ngapain kamu? " tanya
Alif yang keluar rumah menemui Lila.
"Aku besok mau ulang taun kamu datang
bawa kado ya... " ucap Lila sambil menyerahkan kartu undangan ulang
tahunnya.
"Lila mau kado apa? Aku tidak punya
uang... " ucap Alif sambil menerima undangan dan garuk-garuk kepala
bingung.
"Ya apa aja terserah Alif, kalo bisa
yang warna pink, di beliin barbie Thumbelina juga boleh... Dikasih baju princess juga
boleh... " Lila mengucapkan segala keinginannya untuk referensi Alif memberinya
kado.
Alif hanya diam dengan alis yang berkerut.
Kalau sebelumnya masalahnya hanya Aji yang akan pergi meninggalkannya keluar
negeri, sekarang bertambah lagi kalau ia harus memberi kado pada Lila.
"Pokoknya Alif harus kasih kado ya!
" paksa Lila lalu lanjut pergi dengan sepedanya lagi.
"Bapak... " panggil Alif lalu
menunjukkan undangan ulang tahun yang ia terima barusan. "Kata Lila aku
harus kasih kado tapi aku tidak tau mau kasih apa... Lila minta kado mahal...
Aku tidak punya uang buat kasih... " sambung Alif menceritakan problemnya.
"Kado mahal apa? " tanya pak
Janto heran.
"Berbi, baju pinces... Yang warna pink... Aku bingung... " jawab Alif.
Pak Janto tak kalah bingungnya dengan Alif
untuk membelikan kado. Terbayang kalau Nana juga perlu menikah dan membayar
kuliah. Semua pengeluaran sudah ditekan seminimal mungkin tapi rasanya tetap
saja kurang.
"Nanti bapak pikirin ya... " ucap
pak Janto pada akhirnya.
Alif akhirnya bisa sedikit lega setelah
mendengar ucapan pak Janto. Meskipun Alif sebenarnya tidak akrab dan tidak
begitu suka bermain dengan Lila, Alif tetap saja ingin memberikan yang terbaik.
Apalagi ini kali keduanya menghadiri acara ulang tahun, setelah yang pertama
hanya perayaan di masjid saat TPA. Tapi bila di telusur dan di ingat kembali
ini kali pertama Alif diundang secara resmi dengan kartu undangan.
Alif masih saja harap-harap cemas, apalagi
ia belum bilang Nana soal ulang tahun Lila. Alif juga sudah menunggu-nunggu Nana
pulang untuk membagi bento dan dessertnya. Tapi rasanya Nana juga tak kunjung
datang.
Hingga usai salat maghrib Nana masih
saja tak terlihat. Alif yang biasanya selesai salat lebih awal tanpa
berdoa juga sudah berdoa agar Nana baik-baik saja dan bisa segera pulang.
"Mama kok ga pulang-pulang
sih..." keluh Alif yang sudah siap pergi salat isya, setelah lama
menunggu tapi Nana tak kunjung datang.
"Nanti datang... " ucap pak Janto
menenangkan Alif sambil menggandengnya ke masjid.
"Tapi lama ya... " saut Alif yang
khawatir pada Nana. "Aku kangen mama... " sambungnya sambil berjalan
beriringan dengan pak Janto.
"Nanti adek berdoa biar mama cepat
pulang ya... " ucap pak Janto.
Tapi baru saja pak Janto menutup mulut
terlihat Nana dan Arif yang datang dengan motor bebek butut melintasinya begitu
saja.
"Mama! Itu mama! " pekik Alif
senang dan langsung mengejar Arif dan Nana pulang begitu saja tanpa
menghiraukan pak Janto.
Pak Janto sendiri akhirnya kembali pulang
mengikuti Alif yang sudah berlari duluan.
"Pak... " sapa Arif sambil
menyalimi pak Janto.
"Kok lama kemana saja? " tanya
pak Janto curiga.
"Mogok tadi waktu hujan... "
jawab Arif sambil menggaruk telinganya.
"Adek kemasjid dulu sana, salat mama mau
mandi! " usir Nana pada Alif.
Alif hanya mengangguk. "Ma, tadi om
aneh kasih aku ini enak sekali nanti mama makan ya... " ucap Alif
menunjukkan bento dan dessertnya sebelum akhirnya pergi lagi ke masjid bersama
pak Janto. "Ustadz ikut salat juga? " tanya Alif yang melihat Arif.
Arif hanya tersenyum canggung sambil
mengangguk.
●●●
"Aku mau nemenin Alice, tapi nanti...
Aku mau habiskan sebentar waktuku sama Alif... " ucap Aji pada Broto yang
memintanya ikut menemani Alice.
Broto hanya menghela nafas mendengar ucapan
Aji. Kepalanya terasa mau pecah setiap mengurus keluarganya yang amburadul
begini.
"Biar Alice habiskan waktu dulu, di
luar Jawa... Biar home schooling... Selesaikan SMA... Biar dia ada aktivitas
juga... " ucap Aji memberi saran. "Aku mau sama anakku dulu... "
sambung Aji kekeh.
"Bawa aja anakmu... Apa tidak bisa?
" saran Broto yang kelewat pusing.
"Tidak mau dia, tidak ada Nana dia
tidak mau... " jawab Aji sambil memijit pangkal hidungnya.
Broto hanya geleng-geleng kepala lalu pergi ke kamarnya lagi terlalu ruwet dengan urusan anak ke tiga dan keempatnya. [Next]