Bab 09
"dasp98, novel romance, novel dewasa, dasp world, novel erotis, Hidden Gem Author"
Sudah hampir menginjak usia 8
bulan masa mengandung, rasanya melahirkan tinggal menghitung hari saja.
Kontraksi sudah mulai di rasakan Nana. Segala kesulitan menjalani aktivitas
juga sudah mulai Nana rasakan. Betapa sulitnya hanya sekedar bangun dari tidur,
atau berjongkok untuk buang air.
Tiap kali memeriksakan kandungannya Nana
juga hanya bisa menahan rasa sedih. Saat semua bayi di nanti dan akan di sambut
dengan suka cita oleh keluarganya, ibu dan ayahnya secara lengkap. Bayinya tak
bisa merasakan semuanya, jangankan di nanti dan di sambut saat masih belum
berbentuk saja sudah di minta mati.
"Sehat-sehat ya Dek... " ucap Nana
tiap mau tidur sambil mengelus perutnya.
Hampir tiap malam pula Nana menangis dalam
diam, dalam tiap salatnya. Entah solat Tahajud maupun salat Taubat. Nana benar-benar
merasa berdosa tiap kali menatap pantulan dirinya di cermin. Belum lagi saat
para muda-mudi yang datang untuk membeli dagangan jajanannya sambil sengaja
menanyakan terkait kondisi dan statusnya saat ini yang sudah jelas.
Bahkan kadang samar terdengar di telinga
Nana kalau ia di jadikan contoh buruk pergaulan bebas. Bahkan ketika ia tetap
berusaha mempertahankan penampilannya yang menutup aurat tetap saja ia di hujat
dalam tiap gunjingan tak berdasar.
Kalo
ada mas Aji sama aku... Pasti ga ada yang anggap aku buruk... Batin Nana sedih.
Keluarga Nana juga perlahan berusaha
memahami kondisi Nana yang di rasa tengah membayar perbuatannya. Jadi baik
bapaknya maupun om tantenya sudah tak ada lagi yang merasa berkeberatan untuk
menerima bayinya.
Bahkan Bram mengizinkan Nana dan bayinya
nanti untuk tinggal selama asi ekslusif di rumahnya. Sekalian untuk pancingan
agar Yuni bisa hamil juga.
●●●
"Maaf ya Mas... " ucap Wulan
penuh sesal dan hanya bisa menunduk sedih.
Sudah 4 bulan sejak pernikahannya dan ia
baru tau kalau memiliki masalah di tiroidnya. Tentu saja ia akan kesulitan
dalam memiliki keturunan. Belum lagi beberapa masalah lain terkait kesehatannya
karena sebelumnya selain Wulan seorang perokok, pola hidup tidak sehatnya
selama sekolah di USA membuatnya jadi kesulitan untuk memiliki keturunan
seperti sekarang.
"Tidak apa-apa... " ucap Aji
tenang lalu menyantap makan siangnya.
"Mas, apa kita mau coba bayi tabung?
" tawar Wulan.
"Tidak usah, kita baru saja menikah...
Tidak usah buru-buru begitu... Toh masih bisa di obati... " ucap Aji
santai. "Ada kakakmu, ada dua kakakku juga... Tidak usah buru-buru toh
orang tua kita sudah dapat cucu... "
Wulan yang tadinya sedih langsung tersenyum
sumringah mendengar ucapan Aji yang tak ambil pusing dan mempermasalahkan soal
anak padanya. Bahkan meskipun Eyang sudah mendesak dan berkali-kali memberi kode
keras. "Trimakasih Mas... "
"Untuk apa? Sudah kewajibanku
membuatmu bahagia... " jawab Aji lalu mengecup kening Wulan.
"Ih Mas... Berminyak
bibirnya... " keluh Wulan lalu tertawa bersama Aji.
Rasa bersalah yang kadang menyeruak di hati
Aji kini perlahan mulai pudar. Entah sejak kapan. Tapi kini baginya
membahagiakan Wulan dan menjaga pernikahannya adalah bentuk penebusan dosanya.
Meskipun tiap ia melihat wanita hamil, anak SMA, dan bayi yang di fikirannya
tetap Nana dan rasa bersalahnya. Aji berusaha untuk mengacuhkannya.
Aji akui menikah dengan Wulan tidak
menyiksanya sama sekali, bahkan Wulan juga tak semenyebalkan yang ia bayangkan.
Tapi tetap saja... Ah sudahlah toh Aji tetap tak berani bertanggung jawab,
terlalu bermimpi untuk seorang Aji mau tanggung jawab. Berani menemui Nana dan
bertanya soal calon bayinya saja sudah seperti mimpi di siang bolong.
Apa
ini gara-gara aku pernah aborsi dulu ya... Batin
Wulan khawatir dan mulai menyesali perbuatannya dulu.
●●●
"Na... Habis lairan mau
apa?" tanya Yuni saat Nana pindah ke rumahnya.
"Belum tau tante... Mungkin lanjut
jualan, nanti sambil masak-masak lauk dititipin, kalo ga ya mau jual
gorengan... Masih bingung, tapi kan aku bisa jahit, jadi kayaknya mau bantu
bapak jahit kalo ga kerja di konveksi... " jawab Nana yang memang dari
awal ia memutuskan untuk menjadi orang tua tunggal sudah berusaha mempersiapkan
diri.
"Apa ga mau ikut balai pelatihan kerja
gitu? Cari softskill baru? "
tanya tante Yuni yang senang dengan apa yg di rancang Nana meskipun belum
mantap.
"Apa bisa? Aku kan harus jagain anakku
juga Tan... Belum dia juga butuh biaya banyak... " jawab Nana
mempertimbangkan sambil mengelus perutnya.
Jujur di akui Nana membahas soal masa
depannya dengan orang lain terasa seperti olok-olokan baginya. Bahkan dia sudah
menghancurkan masa depannya sendiri dengan pergaulan kelewat bebasnya. Sekarang
mau bicara soal tatanan masa depannya, tidakkah terdengar lucu. Belum lagi
membicarakan anaknya nanti... Duh... Duh... Bapaknya saja enggan menerima,
sekarang rasanya seperti melihat gembel yang begitu bangga memperoleh sepatu
hanya sebelah saja. Tak berguna.
Nana kembali menundukkan kepala tersadar
bagaimana memalukannya ucapan barusan. Tangannya yang mengelus perut besarnya
dengan tulus dan penuh rasa cinta juga rasanya tak wajar. Toh ia hanya jadi
benalu, ia bukan seorang istri, ia hanya wanita bodoh yang di butakan cinta lalu di rayu
lelaki kurang ajar.
"Na... Kamu masih mau kuliah ga
sebenarnya? " tanya Yuni sambil berbisik.
Nana terdiam sejenak menatap tantenya. Ia
jelas ingin menempuh pendidikan lebih lanjut dan lebih tinggi. Nana sadar betul
hanya dengan pendidikan akan menjadi jalannya untuk memperoleh strata sosial
yang lebih baik, pekerjaan yang lebih layak, dan paling tidak bila anaknya
nanti ditanya apa lulusan orang tuanya dia bisa jawab ibuku seorang sarjana.
Keren sekali bukan?
"Kalo kamu mau, insyaallah tante sama
om masih bisa biayai... Tapi ga bisa fasilitasi apa-apa... Paling ya cuma motor
bebek punya tante itu kamu pakek... " ucap Yuni menawari lago dengan lebih
serius karena tak ada jawaban dari Nana.
"Masalah mau, jelas mau tante... Tapi
kan aku dah banyak repotin om sama tante... Nanti ngurus anakku ini gimana? Aku
ga mau membebani tante sama om lebih jauh lagi... Lebih berat lagi... "
Nana mencoba menjelaskan kondisinya.
"Hmm... Iya juga... Tapi coba kamu
fikirkan ulang... Anakmu titip ke tante juga boleh sekalian buat pancingan biar
tante cepet hamil... "
Nana hanya mengangguk sambil tersenyum
canggung. Bagaimana bisa ia tega menambah beban begini. Apalagi Nana juga sudah
bilang kalau ia akan bertanggungjawab full atas kesalahannya sebagai bentuk
penebusan dosanya. Tapi bila di pikir lagi kesempatan ini tak mungkin datang
duakali. Baiklah mungkin kesempatan datang duakali, tapi tidak dengan
kepercayaan.
Kepercayaan om tantenya ini serasa mukjizat
bagi Nana. Benar-benar mukjizat, selain karena di terima dengan lapang dada,
nana juga di tawari untuk kuliah dan tantenya mau menjaga bayinya. Beruntung
sekali! Mungkin ini saatnya Nana memfokuskan dirinya pada sesuatu yang lebih.
Kemampuannya selama ini akan benar-benar di uji, bukan hanya saat mengisi
soal-soal UN/SBMPTN bahkan menjawab TTS, sekarang ia akan menjawab soal-soal
yang akan membawanya masuk dan melangkah lebih dekat, lebih maju ke
kesuksesannya. It's like dreams come
true!
"Iya tante...nanti Nana pikir lagi,
sama minta pertimbangan bapak... " jawab Nana senang dengan mata
berbinar-binar menahan tangis harunya yang begitu senang masih di beri
kepercayaan oleh keluarganya. [Next]