0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 17

Bab 17-1

Arif mengambilkan buku absensi dan catatan SPP TPA. Nana diam duduk di depan masjid bersama Alif yang memakan bekal. Alif berusaha makan sendiri dengan hati-hati agar tidak berceceran dan mengotori masjid, sementara Nana menunggu Arif menunjukkan apa yang akan ia tunjukkan.

"Ini mama Alif... Kemarin Alif ga masuk empat hari ya? " tanya Arif membuka pembicaraan sambil menunjukkan buku absen.

"Ah iya maaf Mas, kemarin sempet sibuk jadi ga bisa antar Alif... " jawab Nana berbohong, karena sebenarnya bukan sibuk tapi masih sakit hati anaknya di bully.

"Oh iya, tidak apa-apa... Ini SPP bulan ini... " ucap Arif melanjutkan.

"Loh ada SPP-nya... " ucap Nana. "Yang lain yang bayar siapa ini?" tanya Nana.

"Hamba Allah... " jawab Arif sambil tersenyum lembut.

"Jadi berapa Mas? " tanya Nana sambil mengeluarkan dompetnya.

"Tidak usah biar hamba Allah lagi saja yang bayar... " jawab Arif santai.

"Jangan begitu... Aku masih kuat bayar buat anakku... " Nana kekeh.

"Lima belas ribu... " jawab Arif.

Nana langsung mengeluarkan uang lembaran sepuluh ribu dan tiga lembar dua ribuan.

"Bilang ke hamba Allah... Nanti kalo ada waktu dan uang ku ganti semua... " ucap Nana.

Arif langsung tersenyum dan mengangguk. "Tidak pulang? " tanya Arif.

"Nunggu maghrib... " Nana menundukkan pandangan sambil membenarkan kerudungnya. "Oh iya mas ustadz... Alif mau pindah... Jadi kemungkinan hari ini terakhir TPA... " ucap Nana.

"Loh kenapa? Kok buru-buru sekali? " tanya Arif kaget.

"Aku mau kuliah, Alif juga perlu masuk TK. Jadi mau pindah ke rumah om biar Alif ada yang jagain... " jawab Nana.

"Loh kan kalo di sini Alif bisa TPA... " ucap Arif berat berpisah dengan Alif.

Nana kembali menundukkan wajah sambil tersenyum lembut. "Mas ustadz... Jujur saya sudah tidak nyaman di sini... Kalau mau bahas ini juga tidak nyaman ada kalo Alif dengar... " ucap Nana lembut lalu mengelus rambut Alif.

"Mama Alif... Saya mau tanya tapi mohon maaf kalo ini menyinggung... " Arif berusaha memberanikan diri untuk bertanya pada Nana.

Nana mengangkat pandangannya menatap Arif sambil mengangguk.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Apa benar mama Alif cerai? " tanya Arif ragu.

"Tidak... " jawab Nana singkat.

"Ah maaf... Sudah ku duga ini cuma gosip! Jadi aku cuma memastikan saja... Maaf menyinggung... Ah aku lancang sekali tanya seperti itu... " Arif langsung salah tingkah dan kelimpungan dengan jawaban Nana yang singkat dan tidak melanjutkan ucapan sama sekali.

"Aku tidak pernah menikah... " lirih Nana.

Arif langsung terdiam, mati-matian ia berusaha menyembunyikan rasa terkejut atas jawaban Nana.

●●●

"Dek... " panggil Aji sambil berjalan masuk ke kamar.

Wulan menurunkan buku yang di bacanya menatap Aji yang menghampirinya.

"Ada hal serius yang mau ku bicarakan... Tapi khusus hal ini tolong jangan kamu sentuh atau kamu ganggu... " ucap Aji serius.

Wulan langsung menutup bukunya dan meletakkan di atas laci. Pandangannya langsung serius. "Iya Mas... " jawab Wulan sambil mengangguk.

"Berjanjilah... Ini satu-satunya permintaan terakhirku dan satu-satunya hal yang ingin ku lindungi... " ucap Aji lalu duduk berhadapan dengan Wulan.

"Iya Mas aku janji... " ucap Wulan serius.

Aji langsung mengeluarkan ponselnya dan mematikan perekam suaranya. Aji kembali bangun untuk mengunci pintu kamarnya sebelum mulai bicara serius dengan Wulan.

"Dek... Jujur aku sudah punya anak... " ucap Aji.

Wulan langsung terperanjat kaget, tangannya langsung menutupi mulutnya. Tangan itu mulai turun perlahan dengan sedikit getar dan wajah terkejut yang tertunduk. "Ahaha... Kamu bercanda..."

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Anakku namanya Alif... Aku pernah menghamili seorang gadis... Dia muridku bimbel... Sebelum akhirnya aku di jodohkan denganmu, aku sudah meninggalkannya terlebih dahulu karena merasa itu aib dan Eyang begitu tak setuju... " ucap Aji melanjutkan ceritanya. "Gadis itu namanya Nana... Hanya lulusan SMA, sudah tidak punya ibu, bapaknya penjahit... "

Plak! Tamparan keras di layangkan Wulan pada Aji. Matanya berkaca-kaca, marah, sedih dan kecewa campur aduk rasanya.

"Aku tau kamu pasti akan marah... Jadi aku memintamu berjanji untuk tidak menyentuhnya... Sebagai gantinya aku tidak akan menemuinya..." ucap Aji yang makin membuat Wulan jengkel.

Flash back~

"Charles mengertilah aku masih muda! Tidak mungkin aku hamil dan tetap kuliah! Kamu kenapa mengeluarkan di dalam? " omel Wulan ketika tau dia hamil.

Charles  hanya diam menatap Wulan yang begitu benci dengan janin di perutnya.

"Aku tidak menginginkannya! Aku tidak menghendaki kehadirannya di perutku! " kesal Wulan sambil memukuli perutnya.

Charles langsung menahan tangan Wulan dan memeluknya erat sambil mengecup keningnya. "Tenang... " bisik Charles berusaha menenangkan Wulan.

Wulan langsung menangis histeris sambil memukil kepalanya dan menjamak-jambak rambutnya dengan frustasi.

Charles masih mendekapnya hingga Wulan lelah menangis. Charles sendiri juga ikut menangis. Bukan karena ia menyesali perbuatannya dengan Wulan. Tapi karena usahanya untuk mempertahankan Wulan dengan adanya bayi mereka nanti gagal.

Sekarang Wulan bukan hanya marah karenanya yang pernah bergandeng tangan berkencan dengan Lusi, tapi kini lebih parah lagi. Wulan bahkan membenci calon bayinya, Wulan frustasi dan stres bukan main melihat hasil tes yang menyatakan kalau ia hamil.

Sudah dua hari Wulan mengamuk begini, memaki tak jelas dan marah tanpa sebab. Charles juga terus berada di sisinya untuk memeluknya, menenangkannya, juga meminta maaf.

"Sayang... Tolong jangan di bunuh... Biarkan dia hidup... Biarkan dia lahir... " ucap Charles dengan matanya yang sembab dan penuh harap. "Biar aku yang membesarkannya... Biar aku yang mengurusnya..." sambung Charles sambil mengelus perut Wulan.

Wulan hanya menggeleng. Sungguh ia tak mau hamil! Entah berapa kali Charles memohon, bersujud dan menangis di hadapannya keputusan Wulan masih tetap sama. Berpisah dan menggugurkan janinnya yang baru saja merasakan tiupan ruh ke tubuh ringkih yang baru mulai terbentuk itu.

"Ku mohon... " pinta Charles dengan air mata yang mulai berderai.

Wulan masih menggeleng lalu di putuskannya untuk bangun dan mengambil gunting. Charles berusaha mendekat dan menahannya. Tapi Wulan langsung mengarahkan gunting itu ke perutnya dan menusukkannya.

Flash back off ~

"Kenapa kamu tidak menikahinya dari dulu? " tanya Wulan setelah merasa cukup kuat untuk buka suara.

"Aku tidak bisa... Aku tidak boleh menikahinya... "

"Kenapa?! " potong Wulan yang kelewat kesal.

"Eyang tidak suka, dia anak pertama sementara aku anak ke tiga... Dia anak tunggal dari keluarga tak mampu... Sementara aku... Aku harus menikah dengan orang pilihan dari keluargaku... " ucap Aji berusaha menjelaskan.

Wulan menggelengkan kepalanya tak paham bagaimana bisa ia menikahi seorang pengecut dan penakut berkelakuan rendahan begini. [Next]

Bab 17-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share