BLANTERORBITv102

Bab 59

Sabtu, 30 September 2023

 


"Mas, kartunya jatuh tadi... " ucap seorang satpam yang mencegat Arif di pintu masuk mall dengan begitu akrab.

"I-iya... " dengan canggung dan gemetar Arif menerima kartu membernya yang tertinggal.

Aji hanya tersenyum melihat apa yang Arif lakukan sambil bertingkah seolah tak tau apa-apa dan hanya fokus pada Alif yang sudah berjalan menuju eskalator.

"Adek sering kesini ya? " tanya Aji yang hanya digelengi Alif.

Keringat dingin mulai membasahi telapak kaki dan tangan Arif.

"Kita mau main dulu apa makan dulu? " tanya Aji sambil menggandeng Alif.

"Aku mau main mobil yang putar-putar kayak dulu itu loh om... Mobil kecil itu... " pinta Alif penuh semangat pada Aji.

"Oke bos! " jawab Aji menuruti Alif yang mengundang tawa riang Alif.

Arif hanya diam mengikuti kemana langkah Aji dan Alif pergi. Mulai naik mobil-mobilan, bermain trampolin dan mandi bola, membeli sepatu dan kaos kaki baru, membeli mainan hingga buku dongeng. Alif bebas memilih mau yang mana, benar-benar bebas meskipun Alif malu-malu kucing.

"Mau coba kebab ga? " tawar Aji sambil menggendong Alif dan membiarkan Arif membawa belanjaannya.

"Aku beli-beli terus nanti uangnya habis... Tidak baik... " jawab Alif menolak untuk dibelikan lebih lagi.

"Gapapa kan sama om... " jawab Aji, sungguh ingin sekali ia dipanggil Papa seperti yang seharusnya. "Adek sering kesini ya? " tanya Aji.

"Dulu... " jawab Alif. Lega rasanya bagi Arif mendengar jawaban Alif yang dirasa cukup menguntungkannya. "Dulu waktu sama om sekali sama mama juga itu loh, ingat tidak? " sambung Alif yang jelas membuat Arif ketar-ketir.

"Kita makan ayam yuk, aku lapar... " ajak Aji sambil menatap Arif dengan seringai dibibirnya.

Alif kembali bermain prosotan saat menunggu pesanan ayamnya jadi. Sementara Aji memperhatikannya dan Arif duduk dengan wajah tertunduk memandang ponselnya. Hanya mengalihkan pandangan, berusaha menutupi rasa bersalahnya.

"Besok aku tidak perlu kamu lagi buat kasih uang buat Alif... Aku tau kamu jujur... Tapi aku mau aku saja langsung yang datang ke Nana sama anakku. Tolong bujuk Nana ya... Aku tau kamu makan sendiri uangku... Belajarlah korupsi dengan lebih rapi... " ucap Aji tanpa membiarkan Arif bicara atau menyanggahnya. "Aku bukan anak kemarin sore... " sambung Aji sambil menghela nafas.

"Om liat aku meluncur! " panggil Alif minta diperhatikan.

Aji bangkit dari duduknya. "Iya aku liatin! " jawab Aji sambil mengabadikan momen kebersamaannya dengan Alif. "Liat anakku! " bisik Aji sambil menepuk bahu Arif. "Bisa tega kamu curi uangnya? " tanya Aji sambil menatap sinis pada Arif.

"Astaghfirullah kenapa mas ini menuduh-nuduh saya begitu. Bahkan gak sepeserpun uang ku pakai buat aku pribadi. Semua buat keluarga, buat rumah baru kita nanti... " kelit Arif tak mau terus di sudutkan dan berusaha membalik keadaan.

Aji hanya mengatakan alisnya meremehkan jawaban Arif. Sudah kere, bocah, tukang bohong pula... Batin Aji yang memandang rendah Arif.

●●●

Arif benar-benar mati kutu, kesal dengan serangkaian kegiatannya dengan Aji dan pembicaraan yang menyudutkan ini. Kepalanya nyut-nyutan mengingat tiap ucapan Aji. Belum lagi Aji yang memilih untuk datang langsung daripada melaluinya sebagai perantara.

"Mas... Makan dulu yuk... " ajak Nana yang sudah menyiapkan makan malam sederhananya. Oseng buncis yang di hangatkan dengan tempe goreng dan jadi istimewa dengan ayam tepung pemberian Aji. "Dah di tunggu Alif juga itu... " sambung Nana sambil memijit bahu suaminya itu.

Arif hanya tersenyum lalu menuruti Nana untuk makan malam bersama. Tampak Alif masih saja sibuk membongkar pemberian Aji. Dipamerkannya berkali-kali pada Nana dan Arif. Bahkan saat pak Janto telepon pun ia masih saja memamerkan pertemuannya dengan Aji.

"Udah dek, nanti lagi. Makan dulu... " ucap Nana sambil mengambilkan makan untuk suami dan anaknya.

"Aku ga pernah dibeliin gini sama ayah, aku suka ada Om aneh. Dia baik kayak doraemon, bisa kasih apa aja... Aku sayang om anehku, " ucap Alif terang-terangan memuji Aji.

Kembali memanaslah telinga Arif terutama ia tersudut karena jawaban polos dari Alif.

"Kapan ya mas, kita bisa beliin Alif sendiri... Biar ga usah nunggu di kasih-kasih gini sama mas Aji... " ucap Nana sambil menyuapi Alif.

"Ayah ga usah pusing om anehku bilang mau main sini terus, dia tidak keluar negara lagi... " ucap Alif yang ikut menyemak pembicaraan orang tuanya.

Habis sudah kesabaran Arif, dengan gelap mata digebraknya meja lalu melemparkan piringnya yang masih penuh makanan tepat ke arah tembok di antara Alif dan Nana. "Bisa gak kita ga bahas mantanmu itu Na?! Kalo kamu banding-bandingin aku sama dia terus mending kamu sama dia aja! " kesal Arif sambil menatap Nana dan Alif dengan kesal lalu pergi keluar rumah tanpa pamit.

Alif tersentak kaget dengan apa yang dilakukan Arif barusan. Baik Nana maupun Alif bingung apa yang membuat Arif sampai begitu marah. Apa mungkin marah karena dibandingkan? Tapi bahkan itu bukan kali pertama, pak Janto dan Bram juga kerap membandingkan. Apa cemburu? Tapi bukankah Arif sendiri yang mendukung bila Aji dekat dengan putranya lagi. Nana hanya bisa diam sambil menyeka air matanya sambil merenungkan ucapannya barusan.

"I-itu tidak baik... Lepar makanan tidak baik! " ucap Alif lalu memeluk Nana.

"Adek jangan main sama om aneh lagi ya... Nanti ayah marah... " ucap Nana menasehati Alif sambil menyeka air matanya.

"Kenapa? Om aneh kan baik... "

"Dia gak baik! " bentak Nana menyela ucapan Alif.

Alif kembali tersentak kaget mamanya membentak dengan begitu keras. Airmata Alif langsung mengalir mendengar bentakan dari mamanya, meskipun masih ingin membela Aji.

"Kamu anak kecil, ga tau mana yang baik mana yang buruk. Om aneh itu jahat. Sudah jangan membantah! " bentak Nana lagi.

●●●

"Kita mau kemana Mas? Dari tadi keliling-keliling ngukur jalan gak jelas gini... " ucap Zulia yang masih kepikiran tugas kuliahnya.

Di parkirnya motor butut itu disebuah angkringan. "Makan juga? " tanya Arif pada Zulia tapi belum dijawab Arif langsung berucap, "Nasi dua es teh dua" barulah duduk.

Zulia tampak suntuk dan kesal Arif tiba-tiba mengajaknya pergi begini. Bukan perginya yang jadi masalah, tapi tempatnya. Zulia kira ia akan diajak makan malam di kafe atau restoran paling tidak food court, bukan angkringan begini. Sudah tadi ditinggal tiba-tiba sekarang diajak ke angkringan, kurang menyebalkan apa lagi coba Arif hari ini.

"Huft... " Arif menghela nafas berat.

"Ada apa Mas? " tanya Zulia sambil mencomot mendoan didepannya. "Harusnya yang kesel tu aku ya, dah ditinggal sendiri ga dikabarin, sekalinya ngajak pergi cuma ke angkringan... Kesel tau ga sih! " omel  Zulia manja.

"Ada masalah... " ucap Arif memulai pembicaraan.

"Apa? Ketauan? Mbak Nana minta cerai? " tebak Zulia blak-blakan.

Arif menggelengkan kepala lalu kembali menghela nafas. "Bapaknya Alif bakal berhenti transfer ke aku, katanya mau langsung ke Alif sama Nana... " ucap Arif memberitahu Zulia.

"Hah?! Terus gimana dong kamu? " tanyanya kaget.

"Yaudah mo gimana lagi nanti bujuk Nana sama Alif. Uangnya mau ku buat beli rumah, kita nikahnya di tunda dulu ya... " ucap Arif yang langsung membuat Zulia sedih dan kecewa.

Airmata Zulia mengalir begitu saja mendengar keputusan Arif. Sudah baik hati ia mau dijadikan madu, sekarang harus ditunda lagi. Mau sampai kapan seperti ini. Zulia kesal dengan ketidak pastian akan apa yang ia harapkan. Ingin pergi tapi terlanjur jauh, ingin di teruskan rasanya terlalu sakit. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.