"Mas, kartunya jatuh
tadi... " ucap seorang satpam yang mencegat Arif di pintu masuk mall
dengan begitu akrab.
"I-iya... " dengan canggung dan
gemetar Arif menerima kartu membernya yang tertinggal.
Aji hanya tersenyum melihat apa yang Arif
lakukan sambil bertingkah seolah tak tau apa-apa dan hanya fokus pada Alif yang
sudah berjalan menuju eskalator.
"Adek sering kesini ya? " tanya
Aji yang hanya digelengi Alif.
Keringat dingin mulai membasahi telapak kaki dan tangan
Arif.
"Kita mau main dulu apa makan dulu?
" tanya Aji sambil menggandeng Alif.
"Aku mau main mobil yang putar-putar
kayak dulu itu loh om... Mobil kecil itu... " pinta Alif penuh semangat
pada Aji.
"Oke bos! " jawab Aji menuruti
Alif yang mengundang tawa riang Alif.
Arif hanya diam mengikuti kemana langkah
Aji dan Alif pergi. Mulai naik mobil-mobilan, bermain trampolin dan mandi bola,
membeli sepatu dan kaos kaki baru, membeli mainan hingga buku dongeng. Alif
bebas memilih mau yang mana, benar-benar bebas meskipun Alif malu-malu kucing.
"Mau coba kebab ga? " tawar Aji
sambil menggendong Alif dan membiarkan Arif membawa belanjaannya.
"Aku beli-beli terus nanti uangnya
habis... Tidak baik... " jawab Alif menolak untuk dibelikan lebih lagi.
"Gapapa kan sama om... " jawab
Aji, sungguh ingin sekali ia dipanggil Papa seperti yang seharusnya. "Adek
sering kesini ya? " tanya Aji.
"Dulu... " jawab Alif. Lega
rasanya bagi Arif mendengar jawaban Alif yang dirasa cukup menguntungkannya.
"Dulu waktu sama om sekali sama mama juga itu loh, ingat tidak? "
sambung Alif yang jelas membuat Arif ketar-ketir.
"Kita makan ayam yuk, aku lapar...
" ajak Aji sambil menatap Arif dengan seringai dibibirnya.
Alif kembali bermain prosotan saat menunggu
pesanan ayamnya jadi. Sementara Aji memperhatikannya dan Arif duduk dengan
wajah tertunduk memandang ponselnya. Hanya mengalihkan pandangan, berusaha
menutupi rasa bersalahnya.
"Besok aku tidak perlu kamu lagi buat
kasih uang buat Alif... Aku tau kamu jujur... Tapi aku mau aku saja langsung
yang datang ke Nana sama anakku. Tolong bujuk Nana ya... Aku tau kamu makan
sendiri uangku... Belajarlah korupsi dengan lebih rapi... " ucap Aji tanpa
membiarkan Arif bicara atau menyanggahnya. "Aku bukan anak kemarin sore...
" sambung Aji sambil menghela nafas.
"Om liat aku meluncur! " panggil
Alif minta diperhatikan.
Aji bangkit dari duduknya. "Iya aku
liatin! " jawab Aji sambil mengabadikan momen kebersamaannya dengan Alif.
"Liat anakku! " bisik Aji sambil menepuk bahu Arif. "Bisa tega
kamu curi uangnya? " tanya Aji sambil menatap sinis pada Arif.
"Astaghfirullah kenapa mas ini
menuduh-nuduh saya begitu. Bahkan gak sepeserpun uang ku pakai buat aku pribadi.
Semua buat keluarga, buat rumah baru kita nanti... " kelit Arif tak mau
terus di sudutkan dan berusaha membalik keadaan.
Aji hanya mengatakan alisnya meremehkan
jawaban Arif. Sudah kere, bocah, tukang bohong pula... Batin Aji yang memandang
rendah Arif.
●●●
Arif benar-benar mati kutu, kesal dengan
serangkaian kegiatannya dengan Aji dan pembicaraan yang menyudutkan ini.
Kepalanya nyut-nyutan mengingat tiap ucapan Aji. Belum lagi Aji yang memilih
untuk datang langsung daripada melaluinya sebagai perantara.
"Mas... Makan dulu yuk... " ajak
Nana yang sudah menyiapkan makan malam sederhananya. Oseng buncis yang di
hangatkan dengan tempe goreng dan jadi istimewa dengan ayam tepung pemberian
Aji. "Dah di tunggu Alif juga itu... " sambung Nana sambil memijit
bahu suaminya itu.
Arif hanya tersenyum lalu menuruti Nana
untuk makan malam bersama. Tampak Alif masih saja sibuk membongkar pemberian
Aji. Dipamerkannya berkali-kali pada Nana dan Arif. Bahkan saat pak Janto
telepon pun ia masih saja memamerkan pertemuannya dengan Aji.
"Udah dek, nanti lagi. Makan dulu...
" ucap Nana sambil mengambilkan makan untuk suami dan anaknya.
"Aku ga pernah dibeliin gini sama
ayah, aku suka ada Om aneh. Dia baik kayak doraemon, bisa kasih apa aja... Aku sayang om
anehku, " ucap Alif terang-terangan memuji Aji.
Kembali memanaslah telinga Arif terutama ia
tersudut karena jawaban polos dari Alif.
"Kapan ya mas, kita bisa beliin Alif
sendiri... Biar ga usah nunggu di kasih-kasih gini sama mas Aji... " ucap
Nana sambil menyuapi Alif.
"Ayah ga usah pusing om anehku bilang
mau main sini terus, dia tidak keluar negara lagi... " ucap Alif yang ikut
menyemak pembicaraan orang tuanya.
Habis sudah kesabaran Arif, dengan gelap
mata digebraknya meja lalu melemparkan piringnya yang masih penuh makanan tepat
ke arah tembok di antara Alif dan Nana. "Bisa gak kita ga bahas mantanmu
itu Na?! Kalo kamu banding-bandingin aku sama dia terus mending kamu sama dia
aja! " kesal Arif sambil menatap Nana dan Alif dengan kesal lalu pergi keluar
rumah tanpa pamit.
Alif tersentak kaget dengan apa yang
dilakukan Arif barusan. Baik Nana maupun Alif bingung apa yang membuat Arif
sampai begitu marah. Apa mungkin marah karena dibandingkan? Tapi bahkan itu
bukan kali pertama, pak Janto dan Bram juga kerap membandingkan. Apa cemburu?
Tapi bukankah Arif sendiri yang mendukung bila Aji dekat dengan putranya lagi.
Nana hanya bisa diam sambil menyeka air matanya sambil merenungkan ucapannya
barusan.
"I-itu tidak baik... Lepar makanan
tidak baik! " ucap Alif lalu memeluk Nana.
"Adek jangan main sama om aneh lagi
ya... Nanti ayah marah... " ucap Nana menasehati Alif sambil menyeka air
matanya.
"Kenapa? Om aneh kan baik... "
"Dia gak baik! " bentak Nana
menyela ucapan Alif.
Alif kembali tersentak kaget mamanya membentak
dengan begitu keras. Airmata Alif langsung mengalir mendengar bentakan dari
mamanya, meskipun masih ingin membela Aji.
"Kamu anak kecil, ga tau mana yang
baik mana yang buruk. Om aneh itu jahat. Sudah jangan membantah! " bentak
Nana lagi.
●●●
"Kita mau kemana Mas? Dari tadi
keliling-keliling ngukur jalan gak jelas gini... " ucap Zulia yang masih
kepikiran tugas kuliahnya.
Di parkirnya motor butut itu disebuah
angkringan. "Makan juga? " tanya Arif pada Zulia tapi belum dijawab
Arif langsung berucap, "Nasi dua es teh dua" barulah duduk.
Zulia tampak suntuk dan kesal Arif
tiba-tiba mengajaknya pergi begini. Bukan perginya yang jadi masalah, tapi
tempatnya. Zulia kira ia akan diajak makan malam di kafe atau restoran paling
tidak food court, bukan angkringan begini. Sudah tadi ditinggal tiba-tiba
sekarang diajak ke angkringan, kurang menyebalkan apa lagi coba Arif hari ini.
"Huft... " Arif menghela nafas
berat.
"Ada apa Mas? " tanya Zulia
sambil mencomot mendoan didepannya. "Harusnya yang kesel tu aku ya, dah
ditinggal sendiri ga dikabarin, sekalinya ngajak pergi cuma ke angkringan...
Kesel tau ga sih! " omel Zulia
manja.
"Ada masalah... " ucap Arif
memulai pembicaraan.
"Apa? Ketauan? Mbak Nana minta cerai?
" tebak Zulia blak-blakan.
Arif menggelengkan kepala lalu kembali
menghela nafas. "Bapaknya Alif bakal berhenti transfer ke aku, katanya mau
langsung ke Alif sama Nana... " ucap Arif memberitahu Zulia.
"Hah?! Terus gimana dong kamu? "
tanyanya kaget.
"Yaudah mo gimana lagi nanti bujuk Nana
sama Alif. Uangnya mau ku buat beli rumah, kita nikahnya di tunda dulu ya...
" ucap Arif yang langsung membuat Zulia sedih dan kecewa.
Airmata Zulia mengalir begitu saja mendengar keputusan Arif. Sudah baik hati ia mau dijadikan madu, sekarang harus ditunda lagi. Mau sampai kapan seperti ini. Zulia kesal dengan ketidak pastian akan apa yang ia harapkan. Ingin pergi tapi terlanjur jauh, ingin di teruskan rasanya terlalu sakit. [Next]
0 comments