BLANTERORBITv102

Bab 01

Jumat, 18 Agustus 2023

 


"Pagi Mas..." sapa Nana melihat kekasihnya, Aji  yang baru bangun.

"Pagi sayang..." balas Aji lalu mencium kening kekasih-nya yang tengah menyiapkan sarapan.

Semua tampak menyenangkan seperti hari biasanya. Minggu pagi ini terasa sangat indah terlebih semalam baru saja mereka bercinta. Ini waktu yang tepat bagi Nana mengabarkan kehamilannya pada Aji. Begitu kurang lebih pikir Nana.

"Ada apa? Kenapa menatapku begitu?" tanya Aji yang jadi salah tingkah dengan tatapan Nana padanya.

Nana hanya menggeleng pelan lalu mengeluarkan test pack dan hasil foto USG-nya. "Aku hamil..." ucap Nana dengan wajah sumringah.

Pagi yang tadinya menyenangkan dan penuh keroman-tisan tiba-tiba menjadi mimpi buruk yang muncul ke dunia nyata bagi Aji. Matanya melotot, tangannya gemetar memegang barang sialan yang menunjukkan kehamilan Nana.

"Bentar lagi kita jadi orang tua..." ucap Nana yang beranjak dari duduknya sambil memeluk Aji dari belakang sambil mengecup pipinya. "Aku seneng deh..." sambung Nana yang kembali mendekap Aji.

Aji hanya diam, matanya berkaca-kaca.  "Ha...ha...ham... hamil...Hamil?!" ucapnya terbata-bata.

"Umm... Iya... Kira-kira babynya nanti cowok apa cewek ya..." jawab Nana dengan senang dan masih sumringah.

Aji kembali menggeleng dan mulai menangis, di saat itu pula Nana melepas pelukannya dan duduk disamping Aji. Wajahnya masih senang melihat reaksi Aji yang tak pernah terharu begini, pikir Nana.

"I-itu... Itu bukan anakku! Ga gamungkin kamu hamil Na!" elak Aji di sela tangis frustasinya.

Wajah sumringah dan penuh bahagia Nana perlahan memudar mendengar ucapan Aji yang mengelak dan tak mau mengakui janin di rahimnya.

"Aku ga mau nikah cepet! Aku ga siap jadi ayah! Aku ga mau jadi orang tua! Gak! Dia bukan anakku!" tolak Aji sambil mengusap wajahnya dan meremas rambutnya dengan gusar.

"Tapi Mas... dia anakmu, kita dah lakuin itu hampir tiap hari... Kita dah tinggal bareng lebih dari enam bulan... Kita pacaran juga hampir dua taun Mas... dan kamu tau aku cuma tidur sama kamu..." ucap Nana dengan air mata yang mulai mengalir.

"Bisa aja kamu tidur sama cowo lain..." ucap Aji yang masih berusaha mengelak. "Aku ga mau kamu hamil! Kamu kan tau kita backstreet! Orangtuaku ga suka kamu, apalagi kamu hamil anak ga jelas gini!" sambungnya dengan kesal.

"Ga jelas katamu? Ini jelas anakmu Mas!"  saut Nana yang jelas tak terima dengan ucapan Aji yang terus mengelak.

Aji terus saja mengelak dan mengelak. Pertengkaran tak terelakkan lagi. Begitu sengit dan penuh tangis kecewa dan sakit hati. Bagaimana tidak Nana yang tadinya mengira pria yang sudah lama tinggal seatap dengannya. Terlalu banyak mimpi Indah dan janji-janji manis tertuang tiap harinya. Terlalu manis tiap hari yang sudah dilalui, terlalu banyak waktu dan aktivitas harian yang kerap dilakukan bersama seolah sudah menjadi pasangan sah. Nana lupa diri.

"Mas! Mas mau kemana?" tanya Nana saat melihat ke-kasihnya mengambil koper dan mulai merapikan barang-barangnya dengan terburu-buru.

Aji terus mengabaikan Nana sambil terus mengambil pakaian dan semua barang-barang miliknya, tanpa peduli tentang Nana yang menangisinya.

"Mas, Mas pernah janji ke aku bakal sama-sama terus... Mas janji ke aku bakal tanggung jawab soal aku... Kenapa sekarang Mas kayak gini, Mas?! " ucap Nana yang terus meng-ikuti Aji. "Mana janji-janjimu itu Mas?!" tagihnya sambil menarik bahu Aji agar mau memperhatikannya.

Aji berhenti lalu menghela nafas dan menatap Nana. "Itu dulu... masa lalu adalah sesuatu yang tidak nyata, itu hanya imajinasimu saja... ga ada pembuktian secara fakta dan bukti fisik kan sekarang? Lagi pula kamu bisa gugurin janin itu. Toh belum besar juga..." ucap Aji lalu mengeluarkan semua uang di dompetnya. "Itu harusnya cukup buat aborsi... Kamu aborsi ke dukun aja ga usah dokter biar ada sisanya..." sambung Aji.

"Mas terus hubungan kita gimana? Aku..."

"Ya udah putus, ga ada hubungan lagi... Simpelkan?" potong Aji.

"Tapi aku dah terlanjur kenalin kamu ke Omku... Kamu kan tau Mas, dia yang biayai kuliahku..."

"I don't care..." potong Aji acuh tak acuh lalu pergi begitu saja meninggalkan Nana yang diam termenung.

Ini hanya mimpi buruk sebentar lagi aku bangun dan semua kembali seperti semula... Batin Nana yang begitu sulit menerima kenyataan.

Uang sewa kontrakannya sebentar lagi habis. Mungkin hanya tahan sampai selesai perpisahan nanti, lebih seminggu harusnya. Tapi biasanya pemilik kontrakan selalu menagih lebih awal. Pikiran-pikiran buruk mulai berseliweran di kepala Nana. Ketakutan di usir dan tak punya tempat tinggal mulai terbersit.

Ah tapi itu tidak penting. Masih belum seberapa. Ketakutan terbesarnya masih sama. Bagaimana nanti bila keluarganya tau? Bagaimana caranya memberi tahu mereka? Betapa marah dan kecewanya nanti, apa lagi ayahnya yang hanya seorang penjahit dan guru ngaji itu tak punya banyak uang. Jangankan banyak, ada uang untuk pegangan harian saja belum tentu.

Bagaimana caranya menyampaikan berita buruk ini terutama ke omnya? Adik kandung ibunya yang membiayai semua kebutuhannya sejak ibunya meninggal. Betapa sedih, marah dan kecewanya mereka semua nanti. Nana berusaha memikirkan semuanya sendiri dalam kekhawatiran dan ketakutannya.

Hanya ada uang sekitar lima juta yang Nana miliki sekarang. Jauh dari cukup untuk memperpanjang kontrak rumahnya sekarang. Belum lagi kebutuhan harian dan sekolah-nya. Bayi dalam kandungannya juga makin hari makin membesar pastinya.

Dua bulan lagi Nana akan lulus sekolah lalu ia akan kuliah di jurusan manajemen. Kurang lebih begitulah cita-cita terstruktur yang sudah di arahkan omnya yang lebih mengerti soal pendidikan. Tapi menahan diri dan menutupi kehamilannya rasanya akan sulit. Toh ia tak ingin menggugurkan janin itu, bahkan tak terbersit niatan itu di pikirannya. Maka itu artinya sebentar lagi semua orang bisa melihat perubahan fisiknya.

"Maaf ya..., kamu mau ga mau harus jadi anakku nantinya..." ucap Nana sambil mengelus perutnya yang masih datar.

Air matanya mulai mengalir deras. Meratapi perbuatan-nya yang menyebabkan hukuman seumur hidup begini. Oke mungkin memiliki bayi bukan hukuman bagi seorang wanita, itu adalah sebuah anugrah. Tapi untuk anak SMA dan lagi tanpa suami, apakah itu masih bisa di sebut sebagai anugrah?

Tapi mau di kata musibah bagaimana bila prosesnya saja di penuhi desah dan bagai candu. Nyaris tiap waktu menyatu, dalam cumbu dan gairah yang menggebu. Mau dikata kece-lakaan bagaimana bila apa yang terjadi atas asas suka sama suka. Dalam kerelaan dan kepasrahan bahkan kadang meminta duluan.

Janji-janji manis waktu itu hilang begitu saja. Aji yang notabene merupakan guru ekonomi di tempatnya bimbel dan masih kuliah ini ternyata tak bisa menaruh komitmen lebih padanya. Jangankan berharap komitmen, tanggung jawab dan loyalitasnya saja perlu di pertanyakan sekarang.

●●●

"Na jajan yuk!" ajak Reni teman sebangku Nana.

Nana hanya menggeleng pelan sambil tersenyum. "Hari ini aku bawa bekal... " tolaknya halus.

"Mau nitip gak?" tawar Reni lagi.

Nana kembali hanya menggeleng dan tersenyum sambil merapikan mejanya sebelum mulai membuka bekalnya. Sementara Reni pergi keluar kelas bersama siswi lainnya.

Aku harus lebih irit lagi... Batin Nana yang mulai memakan bekalnya.

Benar-benar seadanya, hanya nasi dan dua potong nugget. Hanya itu yang bisa ia siapkan pagi ini. Berbeda saat ia masih bersama Aji. Ah tapi untuk apa di ingat kembali. Ini bukan waktunya, dari pada Nana menangis lagi dan timbul kecurigaan.

"Na... Tadi aku ketemu mas Aji, nitip ini buat kamu... " ucap Reni membawakan bekal makan siang titipan Aji.

"Terus mas Ajinya dimana? " tanya Nana semangat.

"Langsung balik gitu, buru-buru orang dia ga turun dari mobil..." jawab Reni yang langsung membungkam Nana. "Care banget ya mas Aji ke kamu, padahal serumah. Mana kamu dah ada bekal, masih aja di bawain. Duh beruntung banget deh..."

Nana hanya diam lalu duduk dengan lesu. Matanya mulai berkaca-kaca tapi tetap ia berusaha menahannya. Lalu dengan cepat ia memasukkan makanan itu kedalam tasnya setelah menyeka setetes air matanya yang dengan kurang ajar tetap nekat mengalir.

●●●

Huft... Mau gimana juga dia hamil anakku... Batin Aji yang masih memikirkan Nana.

Gadis manis yang datang terlambat ke kelasnya. Tampak gemetar dan ketakutan saat pertama kali bertemu waktu itu. Tak satupun teman bimbelnya yang menyapa atau basa-basi berkenalan dengannya. Wajahnya cantik, dengan raut wajah keibuan yang meneduhkan hati. Badannya semampai dan proporsional, sempurna kalau saja ia tak minder atau ketakutan begini. Ah sial ingatan bagaimana saat ia bertemu Nana kembali terbersit di kepala Aji.

"Apa perlu ku kirimi susu?" gumam Aji saat melihat swalayan yang menggantung banner promo bulanan. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.