0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 32

 

Bab 32-1

Sebulan berlalu...

Aji hampir tiap hari terus datang ke rumah Nana. Baik hanya meninggalkan makanan untuk Alif, baju, jajanan, sembako, atau uang. Aji terus berharap dan selalu meminta pada Nana untuk kembali dengannya.

Hampir segala macam cara di lakukan Aji. Bahkan Aji sampai memilih untuk membeli rumah baru di perumahan dekat tempat tinggal Nana agar bisa sering mengunjungi Nana atau hanya sekedar melihat Alif di kejauhan. Aji sudah tak peduli lagi dengan nasip rumah tangganya dengan Wulan. Persidangan tak pernah di hadirinya, hanya kuasa hukumnya saja yang turun tangan.

Wulan juga tak begitu peduli lagi dengan masalah pernikahannya, yang penting ia cepat bercerai tanpa ada yang mengetahui lalu bisa fokus pada karirnya atau apapun nantinya. Wulan sendiri merasa cukup puas dan senang dengan perpisahannya dengan Aji. Selain karena tau masa lalu Aji dan Nana, tapi juga saat ia melihat Alif rasanya seperti menatap calon anaknya dahulu bila ia tak melakukan aborsi. Wulan senang karena akan memberikan keluarga utuh untuk Alif sebagai tebusan rasa bersalah akan dosanya yang dulu begitu gegabah menggugurkan kandungannya.

Pak Janto sendiri juga sudah lelah untuk mengusir Aji yang tiap hari datang kerumahnya. Hingga akhirnya membiarkan Aji datang meskipun hanya di terasnya saja namun tetap kekeh tak mengijinkannya untuk bertemu Alif secara langsung. Pak Janto juga masih sakit hati dan ragu pada Aji yang tiba-tiba datang dan bersikap baik bahkan berkata ingin bertanggung jawab. Kejadian saat itu masih sangat membekas di hati, saat Aji menolak Nana bahkan memfitnah dan keluarga Aji yang malah menyuruh untuk aborsi kala itu sungguh menyakitkan hatinya.

Alif juga makin ketat di awasi Nana atau pak Janto. Meskipun Alif sendiri sudah bisa menjaga dirinya dan selalu berusaha menjauhi Aji yang selalu muncul.

"Mama!!! Ada orang aneh lagi! " teriak Alif saat melihat Aji datang dengan banyak bahan makanan.

Nana langsung keluar rumah dan menarik Alif masuk. "Adek di rumah saja ya... " ucap Nana yang di turuti Alif.

"Na, mau sampai kapan kita kayak gini? Alif juga anakku... Mau sampai kapan dia manggil aku 'orang aneh'? Mau gimanapun dia kan anakku juga..." ucap Aji saat Alif sudah masuk.

"Kamu yang buang aku, nolak aku, suruh gugurin juga.. Sekarang ngaku... Bilang mau tanggung jawab... Telat! " ucap Nana kesal.

"Ku mohon Na, kali ini aku sungguh-sungguh dengan ucapanku... Aku mau tanggung jawab... Ayo menikah... Apapun yang menghadang mari kita lalui bersama... Sebagai keluarga... Aku, kamu, Alif... "

"Seorang pria itu omongannya yang jadi pegangan, konsisten, setia, ga mencla-mencle... Kalo dah kayak kamu gini aku ga percaya, ga ada pembuktian apa-apa... Pergilah seperti sebelumnya... " potong Nana.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Kasih aku waktu Na... Aku bakal buktikan kalo aku bisa lawan keluargaku dan dapetin restu buat nikah sama kamu, biar kita bisa sama-sama buat Alif... Aku janji... " ucap Aji dengan tatapannya yang serius.

"Halah basi! " Nana tak percaya.

"Akan aku buktikan semuanya Na... " ucap Aji yakin lalu melangkah pergi.

"Mama dia sudah pergi belum? " tanya Alif dari kamar sambil berteriak.

Aku tidak pernah memaksamu Mas, lakukan apapun sesukamu... Toh kamu tetap jadi boneka... Batin Nana sambil menatap Aji yang terus berlalu.

●●●

"Aku sudah sabar... Mau nunggu sampai kapan lagi hmm? " tanya Joe sambil menyetir mobil Honda Jazznya yang sudah di modifikasi untuk menjemput Alice.

"Tunggu... Sabar... Minimal sampai aku UN... Lulus SMA saja..." Alice memohon dengan suara lembut sambil mengelus lengan Joe.

Joe hanya menghela nafas sambil menggeleng pelan. "Aku sudah bilang kan dari kemarin-kemarin... Kamu fokus saja dengan keluargamu, kita putus saja..." ucap Joe lalu menghentikan mobilnya saat lampu merah.

"No! No! No!" Alice langsung menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya sambil menggelengkan kepalanya.

Joe hanya menghela nafasnya dengan kesal. Joe tak mau merusak hubungan asmaranya dengan Alice, Joe juga tak mau terus-terusan melihat Alice murung dan tertekan akan segala tuntutan keluarganya, dan lagi-lagi Joe tak mau bila Alice hidup bagaikan boneka. Bahkan selama Joe berpacaran dengan Alice tak pernah sekalipun mereka bisa kencan dengan bebas tanpa batas waktu. Joe hanya ingin memberikan kebebasan dan rasa bahagia pada Alice.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Joe, aku tidak mau kita pisah! Aku hanya memintamu sedikit bersabar... Hanya sampai aku lulus SMA! " ucap Alice sambil berteriak frustasi dalam mobil sebelum akhirnya mulai menangis.

Joe kembali menghela nafasnya lalu membawa mobilnya masuk ke parkiran rumah sakit. "Alice..." panggil Joe setelah memarkirkan mobilnya. "Berhentilah... Jangan menangis..." Joe melepas sabuk pengamannya lalu menatap Alice.

"Aku tidak mau di tinggal sendirian... Aku tidak mau..." Joe langsung melumat bibir Alice yang terus menangis sambil terus meracau itu.

"Alice... Percayalah padaku semuanya akan baik-baik saja kalau kita bersama-sama... " ucap Joe saat Alice mulai tenang.

Alice hanya bisa diam, air matanya terus mengalir. Ia terus menatap keluar jendela, sesekali nafasnya tersengal dan suara isakannya terdengar. Kepalanya pusing di paksa memutuskan. Ia tak bisa meninggalkan keluarganya dan masa depannya begitu saja, tapi juga tak mau kehilangan Joe. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk keluarganya, untuk ibunya, tapi ia juga perlu bahagia.

"Alice... " panggil Joe saat melihat gang dekat rumah pacarnya itu. "Maaf aku terlalu menekanmu..." sambungnya lalu menggenggam tangan Alice.

"Joe jemput aku nanti malam... Ayo kita pergi..." ucap Alice mantap dengan keputusannya.

●●●

"Eyang kira mas Aji..." ucap Eyang menyambut kedatangan Alice.

Alice hanya diam dengan alisnya yang terangkat sebelah dan wajah angkuhnya menatap pria muda yang jadi tamu di rumahnya kali ini.

"Ah, ini Anjas... Anak om Rido itu loh... Temennya papa..." ucap Eyang antusias mengenalkan orang yang jadi tamunya kali ini.

"Dari pada Anjas namanya lebih bagus Anjir... " sinis Alice lalu berjalan menaiki tangga masuk ke kamarnya.

"Maaf ya... Emang agak keras anaknya... Tapi Alice itu baik kok... Pasti nanti suka..."

Duak! Alice langsung membanting pintu kamarnya hingga Eyang dan tamunya terkejut. Siwi yang melihat anaknya yang lagi-lagi akan di jodohkan hanya bisa diam, pasrah dan sedih tak dapat berbuat banyak.

Siwi yang semula akan menyajikan suguhan dan teh pada tamunya memilih untuk menyuruh asisten rumah tangganya saja. Sementara ia memasakkan makanan untuk Alice.

"Nduk... Siwi... Nanti kamu kasih tau si Alice buat lebih baik lagi sifatnya... Bikin malu aja... " bisik Eyang yang menghampiri Siwi di dapur.

"Nggih Bu... " jawab Siwi patuh dengan kepala tertunduk. [Next]

Bab 32-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share