Bab 10
"dasp98, novel romance, novel dewasa, dasp world, novel erotis, Hidden Gem Author"
2 tahun berlalu...
Nana masih fokus membesarkan anaknya, yang
ia namai Alif Fadjri As-Sidiq yang biasa di panggil Alif. Kelahirannya nyaris
merenggut nyawa Nana waktu itu, bahkan Alif juga hampir di sita pihak rumah
sakit karena Nana tak punya BPJS dan tak cukup mampu untuk membayar rumah sakit
waktu itu.
Memang hanya lima ratus ribu, tapi rasanya
begitu mahal bagi Nana. Beruntung masih ada simpanan dan anting emas yang di
pakainya. Jadilah Nana dapat menebus bayinya dan membawanya pulang. Nana yang
tak mampu membeli susu waktu awal jadi memilih untuk memberi susu ASI saja pada
putranya sampai usia satu setengah tahun, sampai akhirnya ia bisa membeli susu
untuk putranya. Kadang putranya juga hanya minum teh manis atau air mineral
saja yang di campur gula.
Tapi putranya dapat tumbuh dengan baik dan
sehat, ceria dan begitu pintar dalam mengerti kondisi ibunya yang serba
berkesulitan. Tidak mudah pengen dengan mainan teman-temannya rasanya sangat
membantu bagi Nana. Tak banyak menuntut ini dan itu. Hanya kadang memang
putranya tanya kenapa di tolak main kerumah tetangganya.
"Ma... Baca ini... " pinta Alif
yang membawa buku cerita bergambar yang di beli Nana di pasar buku loak bulan
lalu.
Kisah-Kisah Teladan Al-qur'an (untuk anak),
judulnya. Masih ada stiker harga dari toko sebelumnya sekitar seratus lima
puluh ribu tapi karena di beli di pasar loak jadi harganya hanya dua puluh lima
ribu itu juga di dapat Nana setelah menawar dan putranya terus merengek.
Pemilik kios jelas ingin mempertahankan
harganya apa lagi saat tau si anak menangis merengek begitu. Tapi begitu Nana
menanyakan harganya dan tau uangnya tak cukup, setelah tawarannya dengan semua
uang di kantongnya waktu itu di tolak. Nana hanya bisa murung dan bilang pada
pemilik kios untuk menyimpan buku agar tak di beli yang lain.
“...uang mama cuma dua
lima, kalo beli bukunya adek ga beli susu loh...”
Bujuk Nana waktu itu pada putranya yang
menangis sambil memegangi buku yang menarik perhatiannya itu.
“...pak, uang saya cuma
tinggal dua lima. Saya minta tolong bapak simpankan bukunya, dua hari lagi saya
datang saya beli bukunya, boleh?...”
Ucap Nana dengan tawaran terakhirnya sambil
mengambil buku dalam genggaman Alif. Mendengar ucapan Nana jelas membuat hati
si pedagang terenyuh, baru kali ini ada yang memberikan tawaran seperti itu.
Akhirnya dilepaslah buku bacaan itu dengan harga dua puluh lima ribu. Nana
senang bukan main setelah mendapat harga begitu murah untuk menyenangkan
putranya, meskipun setelahnya ia jadi tak bisa membeli susu dan telur.
"Adek belajar baca dong biar bisa baca
sendiri... " ucap Nana sebelum mulai membacakan cerita untuk Alif.
Sejak tvnya di jual untuk membenarkan mesin
jahit pak Janto memang hanya buku bacaan bergambar itu jadi hiburan bagi Alif
tiap kali teman bermainnya tak boleh bermain dengannya. Nana juga tak mau
banyak bertingkah untuk menanyai para ibu atau bersikap keras menghadapi
tekanan yang ia hadapi. Selama ia masih mampu untuk membesarkan hati putranya
dan berusaha membesarkannya sendiri itu cukup.
"Aku mau belajar baca tapi aku tidak
mengerti... " ucap Alif lalu duduk bersandar di samping mamanya dan
meminum teh manis dalam dotnya.
"Kalo mama ada uang nanti mama beli
poster abjad kita belajar ya... " ucap Nana lalu mengecup pipi dan kening
Alif. "Kamu mau dibacain yang mana? "
Usai membacakan cerita dari buku yang cukup
tebal itu, Nana yang melihat putranya sudah tidur dengan dot kosong yang masih
di peganginya. Langsung mengambilkan bantal agar Alif bisa tidur lebih nyaman.
Sementara Nana bisa kembali mengerjakan soal-soal SBMPTN yang ia download di
ponselnya. Hanya modal buku tulis dan alat tulisnya dulu Nana kembali belajar
sebelum kesempatannya kuliah di perguruan tinggi negeri habis.
Sesekali Nana meninggalkan aktivitasnya
untuk menerima pelanggan es atau ciloknya. Atau membantu bapaknya memotong pola
kain dan mengobras tiap baju yang selesai di jahit. Baru menjelang sore setelah
tukang sayur datang memberikan uang dari dagangan titipannya Nana bersiap untuk
jualan lagi. Alif yang di daftarkan TPA dekat rumah juga sudah mandi dan rapi
untuk berangkat sebelum adzan Ashar di antar Nana.
Alif bagitu penurut terbilang mudah di atur
dan tidak nakal. Alif yang tak begitu teteh berbicara juga sudah mulai di minta
untuk menghafalkan surah pendek, do'a harian, dan ya selebihnya menyanyi.
Sementara Nana belanja kebutuhan dagangannya. Alif juga hanya minum, dari dot
yang ia bawa di tas saja sambil melihat teman-temannya yang berhamburan
menghampiri tukang cilok atau pedagang mainan.
"Alif ga jajan? " tanya Arif
ustadz muda yang tengah mengabdi untuk jadi pengajar di TPA.
Alif hanya menggeleng lalu duduk ikut
bergabung dengan anak-anak lain yang tengah memasang lego yang baru di belinya.
"Aku mau pinjam boleh tidak? "
tanya Alif sambil menunjuk lego yang ia lihat.
"TIDAK INI PUNYAKU! KAMU BELI SENDIRI!
" bentak anak itu lalu mendorong Alif dan memunguti legonya untuk pindah
tempat agar tidak di lihat Alif.
"Aku pinjam sebentar... " pinta
Alif lagi sambil mengikuti dan membawa kardus kemasan lego milik temannya.
"TIDAK BOLEH!!! " tolaknya lagi
sambil menyaut kardus bekas kemasan di tangan Alif.
"Aku mau pegang saja sebentar...
" pinta Alif lagi sedikit memaksa dengan memelas.
"TIDAK BOLEH YA TIDAK BOLEH! "
bentaknya lagi pada Alif.
"Kalo lihat saja boleh tidak? "
Alif masih saja ingin melihat dan menyentuh lego itu.
"Alif... " panggil ustadz yang
dari tadi memperhatikan Alif. "Ini... " ustadz Arif mengeluarkan
sebuah wafer coklat dari baju kokonya untuk Alif.
"Trimakasih ya... " ucap Alif
senang lalu kembali menyodorkan wafernya barusan pada ustadz untuk dibukakan
bungkusnya.
●●●
Setelah solat maghrib Alif kembali pulang
bersama kakeknya, lalu makan malam bersama di rumah. Nana hanya memasak telur
dadar yang di campur dengan sayur juga sedikit tepung agar cukup di makan
bertiga. Alif tampak begitu lahap tiap kali makan malam. Maklum saat yang lain
ke TPA sambil di suapi ibunya Alif hanya bisa melihat.
"Mama tadi aku di kasih wafer sama
ustadz..." ucap Alif lalu mengambil tas kecilnya mencari wafernya tadi.
Nana hanya menunggu sambil menyuapi Alif.
"Eh iya sudah di makan tadi... "
ucap Alif malu lalu cengar-cengir tertawa bersama Nana.
"Tadi belajar apa? " tanya pak
Janto pada Alif.
"Berdoa, sama menyanyi saja... Tadi
temanku beli mainan susun-susun terus jadi robot gitu loh... Bagus sekali...
" ucap Alif mulai bercerita dengan heboh. "Tapi aku gak beli, aku gak
pengen..." sambung Alif lalu kembali membuka mulut kecilnya menerima
suapan dari Nana.
"Iya sip, adek pinter! " ucap
Nana menanggapi.
"Ma kapan aku belajar baca? "
tanya Alif.
"Besok ya mama carikan posternya
dulu... " jawan Nana. "Mam lagi? " tanya Nana yang sudah
menyuapkan suapan terakhir dan langsung di angguki Alif.
Nana kembali kedapur untuk mengambilkan
nasi dan lauk yang masih secuil yang harusnya ia makan.
"Mama tidak makan? " tanya Alif.
"Sudah... " jawab Nana lalu
menyuapi Alif lagi.
"Kapan? " tanya Alif lagi.
"Waktu adek TPA... " jawab Nana
yang di angguki Alif sambil mengunyah apa yg di suapkan mamanya.
Jelang malam setelah membacakan buku cerita
dan menemani Alif bermain sebentar sambil mengecek masakannya yang bakal di
titipkan besok, Nana mulai merapikan jajanan kue-kue buatannya. Beberapa kali
Alif menghampiri karena sudah mengantuk dan Nana masih sibuk.
"Ma... Besok aku di kasih itu ya...
" pinta Alif sambil menunjuk cilok yang tengah di tiriskan Nana.
"Iya... " jawab Nana lalu
menusukkan sebutir cilok untuk Alif.
"Ma nanti kalo aku punya uang buanyak
banget mau beli mainan sendiri... " ucap Alif yang menerima cilok dari
mamanya.
"Iya, adek harus pinter dulu kalo mau
punya uang buanyak ya... " jawab Nana yang di angguki Alif.
●●●
Anak
gemesin kayak Alif gitu kok tiap TPA ga pernah bawa duit ga di samperin ibunya
juga... Kasian... Batin ustadz Arif mengingat
kembali soal Alif sambil melihat tunggakan bayaran infaq TPAnya.
"Aku lagi yang bayarin infaqnya ..." gumam ustadz lalu memasukkan selembar lima ribuan. [Next]