BLANTERORBITv102

Bab 04

Sabtu, 23 September 2023

Nana hanya diam di kamar begitu sampai di rumah omnya. Yuni juga hanya bisa diam tak berani membela atau membenarkan Nana yang sudah kelewat batas. Bahkan Nana tak menyentuh makanan dan minuman yang di bawakan tantenya. Pikirannya kacau, terlalu stress untuk menghadapi masalahnya seorang diri.

"Kamu makan Na..." ucap Yuni lembut.

"Iya Tan. Nanti..." jawab Nana pelan.

Sementara itu Bram di buat sibuk mencari keberadaan Aji yang hilang begitu saja. Mulai dari menelfon sampai meminta bantuan teman-temannya di kepolisian. Nana masih diam di kamar, cemas, takut dan rasa bersalah itu bercampur hingga rasanya tak karuan.

"Habis kamu makan kita bicarakan semua... " ucap Bram sambil membanting pintu.

Yuni dan Nana hanya memejamkan mata dan mengedikkan bahu saat pintu di banting. Jelas ini bukan pertanda baik. Akan ada pembicaraan besar dan mungkin menjadi hari penghabisan bagi Nana.

Bram masih sibuk mencari di mana Aji dan minta tolong sana-sini agar lebih mudah ketemu. Bram sendiri sebenarnya tengah berusaha untuk mencari cara yang pas untuk memberitahu kakaknya perihal kelakuan putrinya yang hamil duluan begini.

"Mas... kok bisa kita kecolongan gini... " ucap Yuni yang menghampiri suaminya di ruang tamu.

"Aku ga mau bahas soal ponakanku dulu. Kamu panggil dia kesini... " jawab Bram yang enggan berkomentar.

"Mas mandi dulu... solat... jangan emosi, marah pun gak ada hasilnya... Ga ngerubah apapun... " Yuni masih berusaha menenangkan suaminya.

"Yun! Kamu paham gimana suamimu ini apa engga?!  Gimana posisiku sekarang! Kamu ngerti ga?!" bentak Bram dengan kesal pada istrinya.

"Mas! Ini waktu yang sulit buat semua mau gimana lagi? Mau di gimanain tetep aja sama!" Yuni masih berusaha meredam amarah suaminya.

"YUNI JANGAN BELAIN PONAKAN KURANG AJAR KAYAK GITU TERUS!" bentak Bram pada akhirnya sambil menggebrak meja.

Yuni hanya bisa diam toh kalau sudah begini tak mungkin ia menang debat melawan suaminya yang tengah emosi.

"Masuk kamar! Kita bicara nanti!" perintah Bram saat melihat Nana keluar kamar dengan tertunduk ketakutan.

Perlahan Nana memberanikan diri untuk mendekat dan bicara ataupun disidang oleh omnya. Mendengar Yuni yang berusaha membelanya atau paling tidak memredam emosi Bram hingga saling bentak dan bertengkar membuatnya tak tahan berdiam diri di kamar.

Yuni menatap Nana sedikit tak percaya, tatapannya begitu berkaca-kaca iba dengan nasib keponakannya. Tapi apa mau di kata ia tak bisa membela atau menemani. Entah ini hukuman atau ujian bagi Nana dan keluarga yang mau peduli padanya.

●●●

Dengan wajah tertunduk dan pipinya yang panas setelah di tampar Nana menceritakan bagaimana semua bisa sampai terjadi. Kisah indah percintaannya, sampai hari dimana ia putus saat Aji tau ia hamil. Bahkan Nana juga menceritakan perihal keluarga Aji yang menolaknya.

"Tetap saja! Dia harus tanggung jawab!" ucap Bram dengan emosi saat tau Nana malah membackup Aji yang begitu tega mencampakkannya.

Nana merasa benar-benar terpuruk sendiri kali ini. Ia bingung harus bagaimana. Stigma masyarakat soal dirinya yang hamil duluan, juga cap sebagai anak haram pada bayinya yang tak berdosa makin menghantui Nana.

"Besok kita kerumah bapakmu. Kita ceritakan semuanya..." ucap Bram lalu meninggalkan keponakannya yang menggeleng enggan mengaku pada bapaknya sendiri.

"Aku takut Om... Aku takut bapak kecewa..." sesal Nana sambil menangis.

Bram diam saja dan memilih masuk kamar menemui istrinya.

●●●

Pagi-pagi sekali Nana sudah di bangunkan oleh om dan tantenya untuk solat subuh. Tentu tak butuh waktu lama untuk membangunkan Nana yang memang tidak tidur semalaman. Nana terus merenung memikirkan bagaimana cara menjelaskan semua pada bapaknya yang begitu lugu dan tak tahu menahu soal dirinya dan kenakalannya.

Hanya menjahit dan mengurus rumah sempit tipe duasatu yang ia huni seorang diri. Semenjak ibunya meninggal dan adiknya meninggal karena kangker, rasanya pukulan itu masih belum sembuh dan belum cukup waktu untuk bisa bangkit dan hidup seperti dulu. Belum lagi sekarang Nana harus memberi tahu bapaknya soal kehamilannya di luar nikah. Betapa kejam dan menyakitkan nya nanti.

"Ayo solat dulu..." ajak Yuni.

Nana menurut, tapi tetap saja pikirannya tak tenang. Apa yang nanti akan ia sampaikan benar-benar membuatnya khawatir. Mengingat ia selalu memberi kabar baik, mulai dari lomba cerdas cermat, lomba qiroah, dan juara kelas. Penuh preatasi yang begitu membanggakan dan seolah menjadi oasis di tengah gurun bagi bapaknya sekarang Nana harus menyampaikan berita bahwa ia hamil duluan. Entah ujian atau ganjaran.

Bram hanya mendiamkan Nana dan enggan sama sekali menatapnya. Hanya Yuni yang masih baik padanya dan jujur itulah yang Nana butuhkan sekarang.

"Sarapan Na..." ajak Yuni saat suaminya tengah mandi. "Kamu bawa ke kamar gapapa..." sambungnya.

"I-iya tante..." jawab Nana sungkan.

Yuni langsung memeluk Nana yang tampak begitu tertekan. "Gapapa... Kamu khilaf..." ucapnya menenangkan Nana yang malah membuatnya menangis.

"Aku malu tante... aku takut... aku bingung harus gimana..." ucap Nana di sela tangisnya.

"Sst... Sudah. Kita lalui semua satu-satu. Allah itu kalo ngasih cobaan atau ujian atau teguran pasti hambanya sudah di ukur kekuatannya. Kalo ga kuat ga mungkin di timpakan. Dah jangan nangis..." hibur tante Yuni. "Dah sekarang kamu makan dulu ya... Nanti kita ke rumah bapak bareng-bareng..." sambung tante Yuni.

Nana hanya mengangguk sambil berusaha tersenyum dan tegar.

●●●

Usai sarapan dan bersiap pulang, Nana hanya tertunduk diam. Barang-barangnya masih banyak di kontrakan. Sudah dua hari ini ia tak berangkat sekolah dan tak balik ke kontrakan. Hpnya juga tertinggal di kontrakan. Sudahlah Nana begitu pasrah sekarang.

"Assalamu'alaikum... " ucap Bram begitu sampai rumah pak Janto, bapaknya Nana.

"Wa'alaikumsalam... " jawabnya sambil tergopoh-gopoh keluar membukakan pintu. "Weh... Tumben kesini... Gimana sekolahmu lancar Na? Temenmu di asrama baikkan?" sambut pak Janto lalu menyalimi Bram dan Yuni sambil mempersilahkannya masuk.

Tangan dan kakinya basah, bajunya di gulung. Tampaknya ia sedang bersih-bersih rumah. Wajahnya tampak lelah namun juga ceria menyambut kedatangan Nana, putrinya yang menjadi satu-satunya hiburan dan harapannya saat hati dan tubuh tuanya lelah bekerja. Memandang foto nana yang kerap nana kirim ternyata di cetak. Mulai saat lomba, memperoleh piala, sampai saat ulang tahunnya di rayakan bersama teman-teman kelasnya.

Nana makin tidak tega bila harus menyampaikan soal kehamilannya dan kebenaran kalau ia kumpul kebo bukan ke asrama pada bapaknya. Hati siapa yang tega bila melihat orang tua yang begitu lugu ini di bohongi dan terus di tipu begini.

"Bapak mau rendem cucian dulu, tolong kamu bikin teh Na buat om tante... " pinta pak Janto.

Nana langsung menuruti perintah bapaknya. Bram dan Yuni hanya diam, tak tega berkata-kata.

"Maaf ya di tinggal sebentar... Ga kabar-kabar... Jadi ga bisa siap-siap nyajiin apa-apa... " ucap pak Janto lalu masuk lagi ke dalam rumahnya. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.