BLANTERORBITv102

Bab 64

Sabtu, 27 Juli 2024

Flash back~

Aji memperhatikan Nana yang ia rasa tak kunjung datang bulan. Di perhatikannya pembalut yang tak kunjung berkurang, bahkan sampai berdebu. Ada yang tidak beres!

Aji bergegas menemui ibunya menanyakan ini itu seputar menstruasi dan kehamilan. Semakin jelas kalau Nana hamil. Aji kembali menanyakan hal yang sama pada Eyangnya yang memegang kendali pada semuanya. Sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya.

"Eyang... Kalau aku menghamili orang bagaimana? " tanya Aji takut-takut.

"Pacarmu yang rendahan itu? Gugurkan saja, bunuh, buat seolah-olah kecelakaan... Bayar, beri uang tutup mulut... Jangan memperkeruh keadaan... " jawab Eyang yang membuat nyali Aji langsung ciut.

Tak sampai hati ia menghabisi Nana. Tak sampai hati ia memperlakukan Nana bagai pelacur. Apapun yang terjadi Nana tetap miliknya, janin itu tetap calon anaknya.

●●●

"…ahhh...shh..ahh..." desah itu rasanya tak bisa membantunya berpikir jernih saat ini.

Tapi meskipun begitu Aji tetap meneruskan bergumul dengan Nana, sambil terus memikirkan jalan keluarnya. Hingga esok hari tiba, mimpi buruk itu benar-benar terjadi.

"Pagi Mas... " sapa Nana melihat kekasihnya Aji yang baru bangun.

"Pagi sayang... " balasnya lalu mencium kening kekasihnya yang tengah menyiapkan sarapan.

Semua tampak menyenangkan seperti hari biasanya. Minggu pagi ini terasa sangat Indah terlebih semalam baru saja mereka bercinta. Ini waktu yang tepat bagi Nana mengabarkan kehamilannya pada Aji. Begitu kurang lebih pikir Nana.

"Ada apa? Kenapa menatapku begitu? " tanya Aji yang jadi salah tingkah dengan tatapan Nana padanya.

Nana hanya menggeleng pelan lalu mengeluarkan tes pack dan hasil foto USG-nya. "Aku hamil... " ucap Nana dengan wajah sumringah.

Aji kacau bukan main ia bingung harus apa. Pikirannya kalut begitu mendengar kalau Nana hamil. Dengan gegabah diambilnya pilihan kedua dari Eyangnya. Nana harus tetap hidup.

"I-itu... Itu bukan anakku! Ga gamungkin kamu hamil Na! " elak Aji disela tangis frustasinya.

Wajah sumringah dan penuh bahagia Nana perlahan memudar mendengar ucapan Aji yang mengelak dan tak mau mengakui janin dirahimnya.

Flashback off~

Pagi itu pertama kali dalam hidupnya, Aji enggan menemui Alif dan Nana. Bahkan ia sudah berhasil berbicara bahkan hingga bersepakat dengan Nana. Aji ingin diam, menenangkan dirinya. Menenangkan hasratnya untuk mengambil Nana secara paksa.

"Aku mau sendiri dulu Ma... " ucap Aji saat Siwi masuk ke kamarnya.

Tanpa bicara Siwi langsung keluar dari kamar Aji. Niatnya untuk mengajak Aji pergi menemui Nana ia urungkan. Siwi tau putranya sedang tidak baik-baik saja.

●●●

"Mas, apa bener mas Aji kirim uang lewat kamu? " tanya Nana sambil menyapu teras rumahnya.

"Kenapa kamu tanya gitu? " Arif balik bertanya dengan cepat.

"Mas Aji bilang dia rutin kirim uang buat Alif lewat kamu... " Belum selesai Nana bicara Arif langsung menyeretnya masuk kedalam rumah.

"Dia ngomong apa saja?! " tanya Arif mengintimidasi Nana.

"Banyak, intinya dia minta aku kembali... " Arif langsung menampar pipi Nana dengan kuat hingga Nana tersungkur. "Mas kamu kenapa?! " bentak Nana syok.

"Dia bilang apa lagi?! " tanya Arif dengan geram.              

"Dia bilang harusnya kita hidup enak, dia transfer banyak uang ke kamu. Apa benar mas? Terus mana uang-uangnya? " tanya Nana yang lagi-lagi mendapat tamparan keras di pipinya dari Arif.

"Asalamualaikum! Ini aku Alif... " ucap Alif yang pulang main sambil membawa pralon dan menyeret truk mainannya.

Arif langsung menyeret Alif masuk dan menutup pintu secara paksa. Arif tak peduli lagi kalau jari Alif terjepit hingga luka, yang penting Alif dan Nana sudah ada didalam.

"Kalo kamu cerewet, kamu bakal sama kayak mamamu! " ancam Arif lalu menampar Nana lagi didepan Alif.

"MAMA! MAMAKU! JANGAN PUKUL MAMA! JANGAN JAHAT KE MAMA! " Alif menjerit histeris sambil berlari ke arah mamanya.

Arif langsung menendang dada Alif hingga Alif jatuh menghantam meja TV dengan keras. BRUGH! TV di atas meja jatuh menimpa Alif.

Nana terperanjat melihat putranya hanya diam terkapar tertimpa tv. Darah mulai membasahi lantai. Arif mulai sadar akan kekhilafannya barusan.

Di bantunya Alif yang sudah tak sadarkan diri. Arif dan Nana buru-buru membawa Alif ke rumah sakit berharap masih ada harapan untuk Alif. Berharap ini hanya luka biasa. Nana hanya bisa menangis menggendong anaknya. Nana terus berdoa agar Alif baik-baik saja.

Tapi tangis Nana makin menjadi-jadi begitu dokter mengatakan tak ada lagi detak jantung Alif. Dokter menyampaikan Alif seperti mendapat tekanan kuat didadanya hingga tulangnya menusuk paru-paru hingga robek. Alif tak lagi tertolong.

"Anakku... Kamu bunuh anakku!" ucap Nana histeris sambil menunjuk Arif.

Arif hanya bisa geleng-geleng kepala. Berusaha mengelak. "Aku bapaknya gimana bisa aku yang bunuh... " lirihnya mencari simpati.

Nana langsung mengambil ponselnya mengabari Aji atas kematian Alif dengan sangat histeris meskipun Arif terus berusaha menghalangi.

●●●

Kabar kematian Alif yang begitu mendadak benar-benar memukul banyak pihak. Terutama Aji dan Nana. Aji menyesal bukan main saat hari ini ia enggan bertemu Alif hanya karena egonya. Kalau saja... Kalau saja... Aji terus merutuki dirinya begitu pula dengan Nana.

"Aku ini papamu Lif... Aku papamu yang benar... Aku papamu yang sempat mengacuhkanmu... Aku papamu yang tak menginginkanmu... Aku papamu yang hina... Aku pengen dipanggil papa... Sekali lagi... Sekali saja lagi... Papa sayang sekali sama Alif... " bisik Aji mengulang-ulang kata yang sama sambil memeluk tubuh Alif yang sudah terbujur kaku sementara Nana masih menangis histeris tak menyangka Alif meninggalkannya dengan cara yang begitu mengenaskan.

"Anakku... Anakku... " ucap Nana dalam tangisnya.

Hingga Alif dikebumikan. Nana masih tak ikhlas, begitu pula dengan Aji.Rasa bersalah itu kembali menghantuinya. Perintahnya untuk mengaborsi Alif sekarang terlaksana. Terlaksana tapi sudah bukan itu yang ia pinta. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.