Flash back~
Aji memperhatikan Nana yang ia rasa tak
kunjung datang bulan. Di perhatikannya pembalut yang tak kunjung berkurang, bahkan sampai
berdebu. Ada yang tidak beres!
Aji bergegas menemui ibunya menanyakan ini
itu seputar menstruasi dan kehamilan. Semakin jelas kalau Nana hamil. Aji
kembali menanyakan hal yang sama pada Eyangnya yang memegang kendali pada
semuanya. Sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Eyang... Kalau aku menghamili orang
bagaimana? " tanya Aji takut-takut.
"Pacarmu yang rendahan itu? Gugurkan
saja, bunuh, buat seolah-olah kecelakaan... Bayar, beri uang tutup mulut...
Jangan memperkeruh keadaan... " jawab Eyang yang membuat nyali Aji
langsung ciut.
Tak sampai hati ia menghabisi Nana. Tak
sampai hati ia memperlakukan Nana bagai pelacur. Apapun yang terjadi Nana tetap
miliknya, janin itu tetap calon anaknya.
●●●
"…ahhh...shh..ahh..." desah itu
rasanya tak bisa membantunya berpikir jernih saat ini.
Tapi meskipun begitu Aji tetap meneruskan
bergumul dengan Nana, sambil terus memikirkan jalan keluarnya. Hingga esok hari
tiba, mimpi buruk itu benar-benar terjadi.
"Pagi Mas... " sapa Nana melihat
kekasihnya Aji yang baru bangun.
"Pagi sayang... " balasnya lalu
mencium kening kekasihnya yang tengah menyiapkan sarapan.
Semua tampak menyenangkan seperti hari
biasanya. Minggu pagi ini terasa sangat Indah terlebih semalam baru saja mereka
bercinta. Ini waktu yang tepat bagi Nana mengabarkan kehamilannya pada Aji.
Begitu kurang lebih pikir Nana.
"Ada apa? Kenapa menatapku begitu?
" tanya Aji yang jadi salah tingkah dengan tatapan Nana padanya.
Nana hanya menggeleng pelan lalu
mengeluarkan tes pack dan hasil foto USG-nya. "Aku hamil... " ucap
Nana dengan wajah sumringah.
Aji kacau bukan main ia bingung harus apa.
Pikirannya kalut begitu mendengar kalau Nana hamil. Dengan gegabah diambilnya
pilihan kedua dari Eyangnya. Nana harus tetap hidup.
"I-itu... Itu bukan anakku! Ga
gamungkin kamu hamil Na! " elak Aji disela tangis frustasinya.
Wajah sumringah dan penuh bahagia Nana
perlahan memudar mendengar ucapan Aji yang mengelak dan tak mau mengakui janin
dirahimnya.
Flashback
off~
Pagi itu pertama kali dalam hidupnya, Aji enggan
menemui Alif dan Nana. Bahkan ia sudah berhasil berbicara bahkan hingga
bersepakat dengan Nana. Aji ingin diam, menenangkan dirinya. Menenangkan
hasratnya untuk mengambil Nana secara paksa.
"Aku mau sendiri dulu Ma... "
ucap Aji saat Siwi masuk ke kamarnya.
Tanpa bicara Siwi langsung keluar dari
kamar Aji. Niatnya untuk mengajak Aji pergi menemui Nana ia urungkan. Siwi tau
putranya sedang tidak baik-baik saja.
●●●
"Mas, apa bener mas Aji kirim uang
lewat kamu? " tanya Nana sambil menyapu teras rumahnya.
"Kenapa kamu tanya gitu? " Arif
balik bertanya dengan cepat.
"Mas Aji bilang dia rutin kirim uang
buat Alif lewat kamu... " Belum selesai Nana bicara Arif langsung
menyeretnya masuk kedalam rumah.
"Dia ngomong apa saja?! " tanya
Arif mengintimidasi Nana.
"Banyak, intinya dia minta aku
kembali... " Arif langsung menampar pipi Nana dengan kuat hingga Nana
tersungkur. "Mas kamu kenapa?! " bentak Nana syok.
"Dia bilang apa lagi?! " tanya
Arif dengan geram.
"Dia bilang harusnya kita hidup enak,
dia transfer banyak uang ke kamu. Apa benar mas? Terus mana uang-uangnya?
" tanya Nana yang lagi-lagi mendapat tamparan keras di pipinya dari Arif.
"Asalamualaikum! Ini aku Alif...
" ucap Alif yang pulang main sambil membawa pralon dan menyeret truk
mainannya.
Arif langsung menyeret Alif masuk dan
menutup pintu secara paksa. Arif tak peduli lagi kalau jari Alif terjepit
hingga luka, yang penting Alif dan Nana sudah ada didalam.
"Kalo kamu cerewet, kamu bakal sama
kayak mamamu! " ancam Arif lalu menampar Nana lagi didepan Alif.
"MAMA! MAMAKU! JANGAN PUKUL MAMA!
JANGAN JAHAT KE MAMA! " Alif menjerit histeris sambil berlari ke arah
mamanya.
Arif langsung menendang dada Alif hingga
Alif jatuh menghantam meja TV dengan keras. BRUGH! TV di atas meja jatuh
menimpa Alif.
Nana terperanjat melihat putranya hanya
diam terkapar tertimpa tv. Darah mulai membasahi lantai. Arif mulai sadar akan
kekhilafannya barusan.
Di bantunya Alif yang sudah tak sadarkan
diri. Arif dan Nana buru-buru membawa Alif ke rumah sakit berharap masih ada
harapan untuk Alif. Berharap ini hanya luka biasa. Nana hanya bisa menangis
menggendong anaknya. Nana terus berdoa agar Alif baik-baik saja.
Tapi tangis Nana makin menjadi-jadi begitu
dokter mengatakan tak ada lagi detak jantung Alif. Dokter menyampaikan Alif
seperti mendapat tekanan kuat didadanya hingga tulangnya menusuk paru-paru
hingga robek. Alif tak lagi tertolong.
"Anakku... Kamu bunuh anakku!"
ucap Nana histeris sambil menunjuk Arif.
Arif hanya bisa geleng-geleng kepala.
Berusaha mengelak. "Aku bapaknya gimana bisa aku yang bunuh... "
lirihnya mencari simpati.
Nana langsung mengambil ponselnya mengabari
Aji atas kematian Alif dengan sangat histeris meskipun Arif terus berusaha
menghalangi.
●●●
Kabar kematian Alif yang begitu mendadak
benar-benar memukul banyak pihak. Terutama Aji dan Nana. Aji menyesal bukan
main saat hari ini ia enggan bertemu Alif hanya karena egonya. Kalau saja...
Kalau saja... Aji terus merutuki dirinya begitu pula dengan Nana.
"Aku ini papamu Lif... Aku papamu yang
benar... Aku papamu yang sempat mengacuhkanmu... Aku papamu yang tak
menginginkanmu... Aku papamu yang hina... Aku pengen dipanggil papa... Sekali
lagi... Sekali saja lagi... Papa sayang sekali sama Alif... " bisik Aji
mengulang-ulang kata yang sama sambil memeluk tubuh Alif yang sudah terbujur
kaku sementara Nana masih menangis histeris tak menyangka Alif meninggalkannya
dengan cara yang begitu mengenaskan.
"Anakku... Anakku... " ucap Nana
dalam tangisnya.
Hingga Alif dikebumikan. Nana masih tak
ikhlas, begitu pula dengan Aji.Rasa bersalah itu kembali menghantuinya.
Perintahnya untuk mengaborsi Alif sekarang terlaksana. Terlaksana tapi sudah
bukan itu yang ia pinta. [Next]
0 comments