Bab 50
Aji sibuk memilih ayam tepung
di restoran cepat saji. Aji sengaja memilih paket untuk anak-anak agar bisa
sekalian dapat hadiahnya, apa lagi restoran ini kerap memajang iklannya di TV.
Terbayang di benak Aji betapa senangnya Alif nanti dengan pemberian kecilnya.
Sembari menunggu pesanannya jadi Aji juga
sempat membeli beberapa mainan dan sepasang sandal untuk Alif. Ukuran kakinya
juga ia kira-kira sendiri. Toh tak masalah bagi Aji bila kehilangan uang lima
puluh sampai seratus ribu untuk membelikan Alif sesuatu.
"...mas, aku mau balik ke rumah...
Mama bilang eyang mau nginep... " ucap Alice begitu Aji mengangkat telfon.
"Yaudah tunggu aku otw kesana! Kita
bareng!" jawab Aji panik lalu berjalan ke mobilnya dengan banyak tentengan
baik makanan maupun mainan.
Aji langsung tancap gas, terbayang
bagaimana mamanya yang pasti merasa tertekan dan tidak nyaman dengan kehadiran
eyang lagi. Aji benar-benar tidak mau ada konflik baru lagi di hidupnya. Cukup
mengurus Alice dan Alif juga Nana sudah membuatnya kacau. Jangan ada masalah
baru lagi!
●●●
Alif bolak-balik keluar masuk rumah.
Menunggu Aji datang sesuai janjinya. Alif benar-benar menunggu Aji. Setelah salat jama'ah,
setelah mandi, setelah makan. Bahkan Alif sampai tidak pergi main dan tidur
siang.
"Om aneh tidak datang lagi... "
gumam Alif sambil menghela nafas sedih.
"Adek nunggu siapa? " tanya Nana
yang datang menghampiri Alif.
"Om aneh... Dia kan janji mau
datang... " jawab Alif penuh harap dengan janji yang di berikan Aji
padanya. "Lama sekali... " keluh Alif.
Nana hanya diam lalu kembali masuk, menahan
amarahnya karena Alif yang malah dengan mudah didekati Aji. Perasaan Nana
benar-benar semrawut bingung harus bagaimana sekarang, senang atau marah pada
Aji yang terus menyeruak masuk dalam kehidupannya.
Saat ini sudah waktunya Nana menyudahi
semua, membuka lembaran baru, move on. Sudah sepantasnya Nana bangkit dan
mengejar semua ketertinggalan juga mengambil semua yang seharusnya ia rasakan.
Jangan ada gangguan lagi, tidak untuk kedua kalinya. Begitu pikir Nana setiap
bayang-bayang Aji menyusup masuk pada hati
atau pikirannya.
"Mama... Liat aku punya makan banyak!
" ucap Alif didepan kamar sambil membawa plastik-plastik besar yang
dikirim Aji untuknya. "Mama buka pintu ma.... " ucap Alif lagi sambil
mengetuk-ngetuk pintu.
"Iya buat adek aja... " jawab
Nana dari dalam kamar.
Alif hanya diam sambil memperhatikan pintu
kamar, tangannya yang menjijinjing plastik perlahan turun. Wajah cerianya
menjadi lesu. Alif hanya ingin membagi makanannya dengan mamanya. Alif hanya
ingin mamanya ikut senang atas apa yang membuatnya senang.
"Mama kalo tidak mau aku habisin
semuanya deh... " ucap Alif dengan nada mengejek agar mamanya mau keluar
kamar.
"Udah habisin aja dek, mama kenyang!
" jawab Nana yang masih saja membiarkan Alif.
Alif hanya diam lalu mulai duduk bersandar ditembok,
masih saja menatap pintu kamar yang tertutup itu. Alif yang tadinya ceria
menjadi murung. Alif paling tidak suka kalau mamanya menolak sesuatu darinya,
Alif hanya ingin membahagiakan mamanya. Penolakan yang dilakukan Nana jelas
membuatnya sedih.
"Bapak ga
dikasih? " tanya pak Janto menghibur Alif.
"Bapak mau
juga? Bapak ambil aja pilih mau yang apa... " jawab Alif lalu membiarkan
pak Janto ikut membuka isi plastik yang dikirimkan Aji untuknya.
Aji ini sudah
benar-benar berubah atau ada niat lain? Batin pak Janto sambil melihat betapa
banyak mainan yang diterima Alif juga makanan-makanannya.
"Om aneh
ternyata baik juga ya... " ucap Alif senang sambil memakan kentang goreng
yang dimakannya dengan nasi dan saos tomat agar bisa menyisakan ayamnya untuk
mamanya.
"Adek makan
kentang, kentang aja... Kalo nasi sama ayamnya... " ucap pak Janto
mengarahkan Alif.
"Ayamnya mau
di bagi sama mama... " jawab Alif sambil terus makan dengan lahap.
●●●
Sejak hari itu Alif hampir setiap hari
mendapat kiriman makanan dari Aji. Entah hanya makanan ringan, kue, ayam,
lauk-pauk yang di rasa kesukaan anak-anak, buah. Aji juga tak pernah
tanggung-tanggung saat mengirimi pakaian, mainan, atau apa barang kebutuhan
Alif. Tapi sayang Aji jarang muncul kali ini.
Alif sendiri sejak Nana sibuk mengurus
persiapan menikahnya, meskipun rencana hanya di KUA dan syukuran biasa saja
dirumah. Tampak sangat sibuk, sibuk mengurus surat-surat persiapan nikahnya.
Sejak itu Alif jadi kerap dititipkan dirumah tante Yuni. Kalau tidak begitu
Alif akan pergi main kerumah Doni sendiri atau di masjid sendiri sambil
menunggu apapun itu kiriman dari Aji.
"Alif ikut Baba yuk main rumah Baba...
" ajak abah Ical pemilik tempat rosok dekat masjid saat melihat Alif minum
air keran ditempat wudhu.
"Aku tungguin tukang ojek... "
jawab Alif menolak ajakan abah Ical.
"Tunggunya di rumah Baba aja, sambil
makan sama-sama yuk! " desak abah Ical yang biasa dipanggil Baba.
"Nanti aku dimarahin... " jawab
Alif ragu tapi tetap mengikuti abah Ical berjalan kerumahnya.
"Enggak ada yang marahin Alif...
" ucap abah Ical menghalau pikiran buruk Alif. "Doni kemana? Biasanya
kamu sama doni... " tanya abah Ical mengalihkan pembicaraan.
"Doninya lagi sibuk, dia lagi belajar
naik sepeda... " jawab Alif.
Abah Ical hanya mengangguk saja lalu
mempersilahkan Alif masuk ke rumahnya. Rumah abah Ical cukup besar, malah bisa
dibilang sangat besar. Meskipun memang halamannya di penuhi tumpukan besi tua,
botol plastik, kardus, kertas, koran, semua barang-barang yang bisa didaur
ulang.
"Ayo masuk didalam nonton TV sama-sama
!" ajak abah Ical.
Tapi Alif hanya diam tak bergeming begitu
melihat istri abah Ical. Alif langsung menggeleng lalu berjalan keluar dari
rumah abah Ical, kembali kemasjid. Alif teringat pernah di dorong oleh istri
abah Ical secara sengaja, lalu juga mencubitnya dengan keras saat Nana tak
melihatnya. Istri abah Ical sebenarnya tidak benar-benar benci pada Alif hanya
saja karena Alif anak Nana dan abah Ical pernah kepergok berniat menaruh hati
pada Nana. Sejak itu istrinya jadi judes pada Alif.
"Nggak usah bawa-bawa anak haram itu
kesini! Jijik aku liatnya! " omel istri abah Ical.
●●●
"Ibu udah bilang, gara-gara kamu dulu
nekat nikah sama wanita ga berkelas kayak Siwi ini. Liat anak-anak mu jadi
susah diatur semua! Amburadul semua! " ucap eyang memarahi Broto disamping
Siwi yang kembali drop hingga harus dirawat inap.
"Bu... " ucap Broto berusaha
menyela.
"Ini juga pasti gara-gara Aji yang
sok-sokan deketin si Nana sama anak haramnya itu. Liat nempel kan ke Alice
jadinya! Makannya kalo dibilangin orang tua nurut! Nurut! Ngeyelan sekali kalo
dinasehatin! Deket-deket sama cewek murahan, kampungan dari keluarga gembel.
Lihat ga susahnya, sialnya jadi nular?! " ucap eyang yang tak ada
puas-puasnya mengomel.
"Bu, ini kan keluargaku, biar aku yang
urus... " ucap Broto yang terus menggenggam tangan Siwi yang terlelap
diranjang rumah sakit.
"Ohhhh!!! Bagus! Jadi ibu bukan lagi
keluarga ya?! " ucap eyang tak terima dengan ucapan putranya. "Susah
payah ibu besarin kamu, sekolahin ke luar negeri, berharap bisa berbakti, bisa
berguna, bahagia... Malah jatuhnya nikah sama cewek kere kayak gini... Didik
anak ga bisa! Minggat! Ga di awasin! Sampe hamil!! Masih di bela?! Tega-teganya
kamu sama ibu! " sambung eyang dengan nada suara melengkingnya.
Broto hanya diam tertunduk sambil terus
menggenggam tangan Siwi. Aji hanya bisa diam memperhatikan dari luar. Alice
juga tak bisa berbuat banyak.
"Gimana? " tanya Aji pada Alice
yang baru saja disodori pilihan untuk menggugurkan kandungannya atau pergi
keluar negeri kalau mau terus hamil.
"Mas, kalo aku ke luar negeri mas bisa
temenin aku ga? " tanya Alice dengan nada bicara yang sudah bergetar
menahan tangis.
Aji hanya menghela nafas. Setelah susah
payah mencari Joe dan tak mendapat jalan keluar, ditambah sekarang keluarga Joe
pindah kembali ke negara asalnya benar-benar pukulan bagi Aji, paling berat
untuk Alice rasanya.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, Aji tak bisa
berbuat apa-apa lagi sekarang. [Next]