Bab 46
Alif tak begitu menikmati
acara, ia terus saja memegangi tangan Nana dan enggan duduk di samping Arif.
Rasanya Alif ingin sekali cepat pulang, tapi terlalu takut mengucapkannya.
"Mas marah ya? " tanya Nana pada
Arif yang dari tadi juga diam dengan wajah di tekuk.
"Enggak... " jawab Arif pelan.
"Mas, pulang yuk... " ajak Nana
lembut.
Arif hanya mengangguk lalu beranjak dari
duduknya.
"Ayo pulang, nanti kalo mama ada uang
lebih kita nonton lagi ya... " ajak Nana sambil menggandeng Alif.
"Alif ya? " panggil Siwi yang
berpapasan dengan Nana dan Alif.
"Halo! " sapa Alif ceria.
Siwi begitu senang bisa bertemu Alif dan
Nana, tapi belum juga ia tersenyum Broto yang berdiri di belakangnya sudah
menatap Alif dengan tajam. Meskipun sebenarnya Broto juga gemas dengan Alif.
Alif langsung bersembunyi dibalik mamanya setelah menatap Broto.
"Mas jangan gitu dong... " ucap
Siwi berusaha mencairkan suasana. "Acaranya belum selesai kok udah pergi
mau kemana? " tanya Siwi berusaha menahan Nana dan Alif yang tampak sudah
sangat tidak nyaman.
"Ayo jadi pulang gak? " tanya
Arif yang kembali menghampiri Nana dan Alif.
"Aku pulang dulu ya... " ucap
Alif lalu berjalan bersama mamanya mengikuti Arif.
Apa itu suaminya Nana? Pikir Siwi dan Broto
yang melihat Arif sebelum keduanya saling bertukar pandang.
●●●
Sepanjang perjalanan Arif terus diam, Nana
juga tak berani memulai pembicaraan. Alif sendiri juga diam saja karena masih
merasa bersalah.
Apa mas Arif gini gara-gara aku ga ngasih
kejelasan ya... Apa aku harus kasih jawaban sekarang ya... Batin Nana yang
mulai intropeksi dan mempertimbangkan pilihannya.
Zulia nanti gimana ya kalo ternyata Nana
milih aku, ah tapi kan ada Aji pasti Nana ngeberatin Aji... Batin Arif yang
kini bimbang memilih antara Nana atau Zulia.
Zulia yang notabene adalah seorang ning
menggoyahkan fokus Arif secara perlahan. Pelan tapi pasti. Entah trik apa yang
di lakukan Zulia. Arif sendiri bingung sejak kapan ia suka dengan Zulia. Bahkan
saat Sarah yang lebih cantik dari Zulia saja dapat ia tolak dengan tegas,
kenapa kini Zulia tidak.
Zulia dengan pikirannya yang bebas dan out
of the box perlahan menarik Arif, memalingkan pandangannya, mengalihkan
fokusnya. Apa benar hanya ada Nana di hati Arif? Atau Nana sekarang hanya
menjadi sebuah obsi pilihan?
"Trimakasih ya mas... " ucap Nana
begitu sampai rumah.
"Trimakasih ya... " ucap Alif
juga lalu langsung masuk duluan ke rumah.
"Na, bisa kita ngobrol berdua? "
tanya Arif.
Nana hanya mengangguk lalu masuk ke dalam
rumah, sekali lagi untuk pamit keluar. Tak lama Nana kembali duduk di bonceng
Arif. Keduanya diam sampai Arif sampai di sebuah taman.
"Ayo... " ajak Arif lalu berjalan
mendahului Nana dan duduk di salah satu bangku.
Keduanya duduk dalam diam, cukup lama.
Sampai akhirnya Arif yang kembali buka suara.
"Aku deket sama cewek namanya Zulia...
" ucap Arif lalu menunjukkan ponsel dan semua isi chattingnya.
Nana diam melihat nama Zulia di bagian atas
bahkan tersemat emotikon hati ♡. Nana menutup ponsel Arif lalu menghela nafas dan tersenyum.
"Aku goyah Na, aku takut ga bisa jaga
hatiku... Aku mau sama kamu, aku bingung... " ucap Arif dengan mata
berkaca-kaca. "Aku ga mau nyembunyiin sesuatu dari kamu... " sambung
Arif.
Nana mengangguk paham, meskipun sejujurnya
Nana tak bisa menerima pengakuan Arif. Tapi tetap saja Arif yang masih bujangan
itu berusaha menerima Nana, mencintainya yang begitu kotor dan banyak salah.
Nana cukup tau diri ia tidak dalam posisi memilih, bahkan menjadi pilihan pun
tidak.
"Maaf aku tadi bentak Alif... "
lirih Arif. "Na... Menikahlah denganku... Aku tersiksa menunggu
jawabanmu... Aku mulai tak percaya diri lagi... "
Mungkin ini saatnya aku memilih... Aku ga
mungkin selamanya sendiri. Mas Arif mungkin suami dan papa yang tepat buat
Alif... Sulit buat orang nerima aku, sekarang ada yang mau sama aku sama Alif
juga mau ku suruh menunggu sampai kapan? Aku gak gadis lagi, ga menarik lagi,
ga ada yang memilihku kayaknya mas Arif emang yang paling telat. Aku yakin!
batin Nana yang mulai memantapkan diri. Melihat betapa gundahnya Arif, betapa
lama ia menunggu. Nana mulai memikirkan banyak hal.
Tak terpikirkan lagi soal Alif di kepala
Nana. Tak terpikir pula soal pertimbangan keluarga atas pilihannya. Nana
menundukkan pandangan, menghela nafas panjang lalu menatap Arif. "Ayo
menikah Mas... " ucap Nana mantap menjawab permintaan Arif.
"Serius?! " tanya Arif antara
senang dan tak percaya.
Nana segera mengangguk dengan yakin yang
membuat Arif makin senang dan refleks memeluknya bahkan mencium pipinya sengan
penuh suka cita.
"Astaghfirullah.... " Nana
membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang di lakukan Arif.
"Apa? Gapapa dong kan bentar lagi jadi
istriku! " tegas Arif yang masih begitu senang sebentar lagi bisa menikahi
janda cantik Nana.
●●●
Arif tak langsung memulangkan Nana. Nana
sendiri juga tak ingin cepat-cepat pulang. Bagai pasangan muda lainnya yang
tengah di mabuk cinta keduanya hilang akal. Lupa kalau persetujuan Nana tadi
hanya persetujuan biasa. Tak ada dasar hukum yang kuat di dalamnya. Bahkan Nana
yang pernah berbuat salah rasanya sudah tak ingat lagi. Tak ingat bila hanya
ucapan cinta saja tak bisa menjadi landasan hukum yang kuat. Tak ada
perlindungan atas dirinya.
Di bawanya Nana pergi entah kemana tanpa
tujuan jelas, hingga hujan tiba-tiba turun. Tak mau basah dan tak ada jas
hujan, Arif akhirnya membawa Nana berteduh di salah satu emperan ruko yang
terlihat paling nyaman untuk berteduh.
Kalau biasanya Arif menjaga jarak dengan
Nana dan tak mau kontak fisik dengannya. Kali ini berbeda, sudah berani
bergandengan bahkan Arif beberapa kali menciumi punggung tangan Nana.
"Ini hari terindah... " bisik
Arif di telinga Nana sebelum akhirnya mendaratkan ciumannya di bahu Nana.
Nana hanya mengedikkan bahunya. Tak menyangka
perasaannya kembali berbunga-bunga setelah melakukan begitu banyak kontak fisik
dengan Arif. Tak munafik Nana rindu sentuhan seorang pria dewasa ditubuhnya.
Gatal... Panas... Nana butuh lebih, ingin sesuatu yang lebih lagi, rindu akan
belaian dan kucuran kasih sayang di tubuhnya.
"Aku bener-bener ga sabar ijab nikahin
kamu, saya terima nikah dan kawinnya.... " Arif mulai berandai-andai
sambil terus memegangi tangan Nana dan menciuminya entah sayang entah nafsu.
Nana tersipu di buatnya. Sudah lama sekali
ia tak berandai-andai, lama sekali ia tak di sentuh. Ah sial ingatan panasnya
dengan Aji berputar kembali di ingatannya. Bukan benci dan segera
menyadarkannya Nana malah makin panas dan kehilangan kewarasannya secara
perlahan.
Arif bangun dan melihat sekitar. Nana tak
berani bangun kakinya terlalu lemas. "Lihat ada karaoke, mau kesana?
" tawar Arif yang lagi-lagi diangguki Nana. [Next]