Bab 43
"Mama aku nanti mau main
kerumah Doni loh... " ucap Alif setelah mandi pagi.
"Adek ga belajar baca dulu? "
tanya Nana sambil mengeringkan tubuh Alif dan memakainya baju.
"Oh iya, baca dong... " jawab
Alif semangat lalu menyisir rambutnya sendiri sementara Nana menjemur handuk.
Nana masih merapikan rambut Alif karena
memang ia belum bisa menyisir dengan rapi sendiri. "Adek makan dulu ya
biar ga laper terus kita belajar terus nanti baru main tempat Doni ya..."
ucap Nana.
Alif hanya mengangguk lalu menyiapkan buku
belajarnya. "Mama aku mau susu... " pinta Alif.
"Teh aja ya? Susunya kan buat kalo mau
tidur... " ucap Nana menolak
permintaan Alif.
Alif langsung cemberut tapi tak selang lama
ia tersenyum ceria melihat Nana mencuilkan tempe goreng yang di taburkan ke
mangkuk makannya yang berisi nasi dan sayur bayam. Alif langsung berlari
menunggu Nana di ruang tamu tengah sambil duduk dengan wajah yang sumringah. Nana memberikan dot
berisi teh manis sebelum mulai menyuapi putranya.
"Ma, nanti kalo aku dah besar aku mau
bikin rumah besar sekali, lantainya dari kaca tapi kacanya bersih sekali di
bawahnya di kasih ikan biar orang-orang kira tidak ada kacanya gitu... Nanti
pada takut lewat... Aku nanti bilang jangan takut tidak apa-apa itu bisa buat
jalan... Gitu kayak nabi Sulaiman... " ucap Alif berangan-angan setelah
terkesan dengan kisah nabi Sulaiman yang di bacakan Nana berkali-kali sesuai
permintaan Alif.
"Iya, amiin... Adek harus pinter kalo
mau kayak nabi Sulaiman ya, harus rajin solat juga rajin belajar nanti bisa
kayak gitu... " ucap Nana menanggapi Alif sambil menyuapinya.
"Iya, nanti mama ga usah masak, ga
usah kerja, aku saja nanti aku juga punya koki gitu... " ucap Alif yang
selalu ingin membuat Nana senang.
"Iya... " jawab Nana singkat.
Gimana bisa tega anakku mau di bunuh dulu, batin Nana sedih bila mengingat
betapa bencinya Aji juga keluarganya pada Alif saat masih di kandungan dulu.
"Mama sayang adek... " ucap Nana menyuapkan suapan terakhir di
mangkuknya.
Alif hanya mengangguk sambil mengacungkan
jempolnya. "Aku mau main ya ma... " pamit Alif.
"Tidak belajar baca? " tanya Nana
mengingatkan.
"Oh iya lupa! " pekik Alif lalu
tertawa kecil. "Aku sudah bawa bukunya malah lupa... " sambungnya
sambil tertawa bersama Nana.
"Buru-buru main mulu adek, katanya mau
kayak nabi Sulaiman... " goda Nana sambil menyingkirkan peralatan makan.
"Mama sudah makan belum sih? "
tanya Alif sambil membuka-buka buku.
"Nanti mama makan habis adek belajar
baca... Yuk mulai baca... " jawab Nana lalu kembali duduk bersiap menyemak
Alif yang membaca.
"Ba... Yi... Bayi... Ba... Ya...
Baya... Ba... Yo... Bayo... " Alif mulai mengeja sesuai yang ada di buku.
"Alif... Alif... " panggil Doni
yang sudah datang sambil membawa kotak berisi lego-lego bekas dalam toples
bekas sosis instan bertutup oren yang sudah penyok-penyok.
Alif langsung berlari keluar rumah menyambut
Doni. "Aku belajar dulu, ayo! " ucap Alif sambil mengajak Doni
menunggu di dalam.
Doni hanya mengangguk lalu nurut saja
dengan ajakan Alif daripada harus bermain dengan teman-teman perempuan yang
memaksanya ikut masak-masakan atau rumah-rumahan. Doni hanya duduk sambil
melihat Alif yang belajar membaca menunggu sampai selesai.
"Sudah? " tanya Nana yang melihat
Alif menutup buku.
Alif langsung mengangguk. "Aku mau
main dulu ya... " pamit Alif lalu memeluk Nana sebelum pergi bermain di
rumah Doni.
●●●
Aji menatap ponselnya, memandang wajah Alif
yang jadi wallpapernya. Alif terlihat begitu ceria membawa bingkisan ciki dan
kunci mobil milik Wulan. Rambutnya sedikit gondrong dengan baju yang kekecilan
dan sudah mulai koyak. Alif, putranya yang seharusnya hidup layak makan enak
jadi harus menderita.
Di tatapnya sekeliling rumahnya. Begitu
luas bahkan rumah Nana saat ini saja tidak lebih luas dari garasinya. Terbayang
betapa bahagianya Alif bila tinggal di rumahnya. Bisa berlarian
kesana-kemari, berenang, makan tanpa
harus menunggu sisa jualan lauk, minum susu tidak hanya saat malam hari,
pakaian yang bisa pilih tanpa harus pikir harga, menonton TV dan segala
acaranya tanpa harus menumpang ke tetangga, mainan ? Tinggal sebut saja akan
Aji penuhi.
Aji terus saja memantau pesan dari Nana
yang ia sematkan, menunggu kapan Nana bisa menemuinya. Aji berharap bisa
kembali tentunya, bisa kembali memeluk Nana lalu membesarkan Alif bersama.
Tetap saja pesan atau kabar apapun tak kunjung datang, malah spam WA dari Alice
yang muncul.
Aji hanya memejamkan matanya erat-erat
sambil memijit pelipisnya pelan. Aji masih saja tak habis pikir bagaimana bisa
hidupnya jadi kacau begini. Bahkan Alice sampai kelepasan begini meskipun sudah
di awasi begitu ketat belum lagi ibunya juga ikut menemaninya saat minggat.
Bagaimana bisa sampai kecolongan hingga hamil duluan begini?!
"...mas aku takut... " ucap Alice
setengah menangis dari telefon.
"Ini kamu di mana? " tanya Aji.
"...di kontrakan... " jawab Alice
sambil menangis. "...aku kirim alamatku, mas kesini ya... Aku takut banget
mas, Joe gak bisa di hubungi lagi orang tuanya juga... " Alice mulai
merengek.
"Iya nanti tunggu... " Aji
mengiyani adiknya yang begitu panik dan kelewat kacau.
Aji sendiri sebenarnya juga pusing harus mengatasi
masalah kali ini. Harus menjelaskan bagaimana ke orangtuanya, keluarganya juga.
Mungkin bila hanya menjelaskan kepada kedua kakaknya mungkin adalah hal biasa,
tapi menjelaskan ke ayah juga ibunya adalah masalah yang tak bisa di remehkan.
●●●
Alif duduk bersandar di tembok sambil
menatap Doni yang di gendong sambil bercanda dengan ayahnya yang beberapa kali
memutar-mutarkan tubuhnya lalu menggelitikinya. Alif terus memperhatikan Doni
yang dapat tertawa terbahak-bahak setiap kali Ayahnya datang.
"Dek liat ayah punya permen... "
ucap ayah doni yang memberikan sebungkus permen gummy bear sebelum masuk ke
kamar mandi.
"Wah! " pekik Doni senang menerima
oleh-oleh ayahnya. "Ni... " Doni membagi satu dari lima permen gummy
bear kecil dalam sebungkus permen yang ia bawa dengan Alif.
"Terimakasih ya... " ucap Alif
senang menerima permen dari Doni.
Aku pengen bapak kayak ayah Doni... Batin
Alif membandingkan pak Janto yang selama ini di panggilnya bapak dengan ayah
Doni.
"Enak ya?! " pekik Doni senang
yang di angguki Alif.
Usai permennya habis Doni dan Alif
melanjutkan kembali permainan mereka. Asik semua kembali seperti sebelumnya.
"Don, bobok siang dulu ya... Alif juga
pulang dulu, nanti lagi bobok dulu ya... " ucap ayah Doni usai mandi.
Alif yang langsung tau diri segera
merapikan mainan yang ia mainkan ke dalam kardus mainan Doni. Sementara Doni
sibuk merengek tidak mau tidur siang.
"Aku pulang dulu ya... Dada... "
pamit Alif sambil memakai sandal dan melambaikan tangan sebelum melangkah
pulang.
Alif melepas kedua sandalnya di tengah
perjalanan. Alif melempar tangkap sandalnya di udara sambil tertawa kecil
membayangkan apa yang di alami Doni tadi juga bisa ia alami.
Pluk!
Salah satu sandal milik Alif masuk ke
selokan, dengan hati-hati Alif mengambilnya agar tidak ikut tercebur ke dalam
selokan dan terkena lumpur.
"Aduh aku tidak bisa... " gumam Alif lalu mengambil
sedotan untuk membantunya yang jelas tak kuat mengangkat sandalnya.
Tak habis akal Alif mencari benda panjang
lain untuk membantunya mengambil sandal.
Kring... Kring... Kring...
Segerombolan anak-anak melaju pesat sengaja
melintasi Alif. Salah satu anak bahkan menendang Alif yang berjongkok berusaha
mengambil sandalnya.
"AWW!! " pekik Alif yang langsung
jatuh ke dalam selokan yang tak seberapa dalamnya itu, tapi tetap saja membuat
Alif kesulitan naik meskipun kini kedua sandalnya kembali di dapatkannya.
"Mama... " lirih Alif menahan tangis.
"Hahahah... Sukurin jatuh!! Main di
selokan! Anak haram main di selokan!!! " anak-anak itu menyuraki Alif
sebelum kembali satu di antaranya meludahi Alif di susul yang lain dan
buru-buru melesat dengan sepedanya.
"Alif!!! Itu Alif!!!" [Next]