Bab 20
"Kerja... " jawab Aji singkat
lalu masuk ke dalam ruang kerjanya mengabaikan Wulan yang dari tadi
menunggunya.
Wulan hanya memejamkan mata lalu mengusap
wajahnya dengan frustasi, dengan menahan emosi Wulan melangkahkan kakinya
menuju ruang kerja Aji. Tak tampak Aji di dalam ruangannya, sampai terdengar
suara shower yang menyala. Beberapa
kali suara hantaman di dinding terdengar dengan geraman penuh emosi.
Wulan duduk menunggu di meja kerja Aji.
Tangannya mengecek ponsel suaminya yang kini jadi memakai password. Wulan mencoba memasukkan kombinasi tanggal ulang tahun
Aji, gagal. Wulan kembali mencoba untuk memasukkan kombinasi tanggal ulang
tahunnya, gagal lagi. Wulan masih mencoba dengan memasukkan kombinasi tanggal
pernikahannya, hasilnya sama saja. Sampai Wulan harus menunggu sekitar 30 detik
hingga satu menit karena tiap kombinasi yang ia masukkan tak pernah benar.
"Mas, kita harus bicara... " ucap
Wulan saat Aji keluar kamar mandi.
"Aku mau istirahat... " tolak Aji
sambil melangkah ke lemari berusaha menyibukkan diri, mengabaikan Wulan.
"Tidak enak ya di usir dari rumah pak
Janto? " tanya Wulan yang membuat Aji tercekat hingga menghentikan
aktivitasnya. "Yasudah, sepertinya ini bukan hari baikmu yang
menyenangkan... Sleep well Hubby... " sambung Wulan lalu
melenggang keluar dengan santai.
"Dek... Dek... " kejar Aji lalu
menarik tangan Wulan. "Kita udah bicara soal Nana, Alif dan keluarganya
biar kamu ga ganggu... Kenapa masih di ganggu?! " tanya Aji to the poin
dengan kesal.
"Aku tidak mengganggunya, bahkan aku
tidak menemuinya kalau saja kamu ga menyempatkan waktu untuk datang ke sana
tadi! " jawab Wulan tegas.
Suara gemeletuk gigi Aji yang menahan emosi
sedikit terdengar, menunjukkan betapa marah dan kesalnya Aji. Tangannya
terkepal, matanya menunjukkan hal yang sama. Hingga ketegangan menyelimuti
keduanya.
"Apa? Ada masalah? Tidak terima?
Pukul! Tampar! Aku tidak takut! " tantang Wulan sambil mendorong Aji.
"Pria pengecut sepertimu pantas mendapat perlakuan buruk! Aku malu sudah
menikahimu dan menunjukkannya ke publik! " Wulan langsung berjalan
meninggalkan Aji. Tapi belum jauh langkahnya, Aji sudah menariknya dan
menyudutkannya ke tembok.
"Kalau sampai kamu ikut campur dan
ganggu, aku gak bakal nahan diri lagi buat sebar semua kasusmu! " ancam
Aji sambil mencengkram dagu Wulan.
"Sebar saja! Aku tidak takut!"
jawab Wulan tanpa rasa takut dan gentar sedikitpun lalu meludahi wajah Aji.
"Aku jijik dan muak padamu! Aku tak menyangka sudah menikahi pria dari
keluarga bangsawan malah berkelakuan rendahan! Bahkan kalau bukan karena
pelancaran ini itu dari keluargaku apa bisa bisnis tekstil keluargamu jalan?! "
ucap Wulan menyudutkan Aji. "Aku tak menyangka pria sepertimu hanya bisa
mengencingi seorang wanita muda yang begitu belia hingga hamil! Lalu kau
campakan setelah tuntas kencingmu! Pria rendahan!! "
"Astaga! " pekik Eyang yang baru
saja masuk dan menyemak sedikit pertengkaran antara Aji dan Wulan barusan.
"Eyang?!!" pekik Aji dan Wulan
bersamaan.
Brugh! Eyang langsung terjatuh lemas tak kuat dengan apa yang di dengar
dan di lihatnya.
●●●
Aji dan Wulan hanya diam saat eyang Tini
mulai tenang dan siap menengahi pertengkaran mereka. Wanita tua itu menatap
Wulan dan Aji bergantian lalu mulai buka suara.
"Nana sama anaknya itu sudah bukan
urusan kita lagi... Dia yang murah, hamil di suruh gugurin ga mau, kita kasih
uang buat ganti untung masih ga mau... " ucap Eyang sambil beberapa kali
menghela nafas.
"Kamu ini wanita tua tidak punya hati
ya?!" Wulan menanggapi dengan sinis dan kesal. "Bagaimana bisa
seorang wanita yang paham bagaimana punya anak, hamil, melahirkan, berkeluarga,
berpasangan, bisa berkata begitu kejam sepertimu!" kesal Wulan yang sudah
tak habis pikir lagi dengan keluarga suaminya yang seborok ini.
Aji langsung menampar pipi Wulan dengan
cukup keras. Eyang langsung menutup mulutnya dengan tangan keriputnya saat
melihat Aji menampar Wulan.
"Apa-apaan kamu ini?!! " bentak
Wulan tak sabar lagi.
"Kamu ini kelewat kurang ajar ke Eyang! Ga masalah
kalo kamu maki-maki aku! Tapi jangan kurang ajar ke Eyang!! " balas Aji
membentak Wulan.
Wulan dan Aji bersitegang soal tata krama,
Wulan yang enggan menghormati dan tunduk di bawah perintah Aji dan para tetua
di keluarganya. Sementara Aji yang memaksa Wulan untuk menjaga sikapnya.
"Bahkan aku tidak pernah sekejam kamu
dan keluargamu itu!!" bentak Wulan setelah banyak percekcokan.
"Apa maksudmu kejam? Kamu bakar pasar
lama, menggusur kota tua, menyogok KPU. Apa itu tindakan terpuji? Apa itu
bentuk kelembutan? Apa itu bentuk keadilan? " serang Aji tak mau kalah.
"Itu sudah lagu lama! Bahkan
pembantaianpun sah dalam politik! Setidaknya aku tak sekejam Hitler tak sekeras
Kim Jong-un. Toh aku tidak memaksa orang lain untuk menggugurkan anakku, aku
tidak merusak moral dan masa depan gadis polos tak berdosa itu, aku tak
menculiknya secara paksa dengan embel-embel asrama, aku tidak menipu! Aku
berlaku dengan adil! Toh kotornya aku di dunia politik itu hal wajar! Semua
halal di dalam politik. Suap, sogokan, penggusuran, kampanye, pencitraan. Semua
halal! Setidaknya aku tidak mengemis pada besanku untuk jabatan ceceremehan!! " ucap Wulan yang
benar-benar memojokkan Aji dan eyang Tini.
Keduanya hanya bisa tutup mulut, bingung
membalas bagaimana. Tangan Aji mulai terangkat kembali siap menampar Wulan
lagi. Tapi belum tangannya mendarat pada tubuh Wulan, Hari langsung menangkap
tangan Aji dan menghempaskannya sebelum mengenai Wulan.
"Panggil pengacaraku, urus
perceraianku. Dengan gugatan KDRT... Ku rasa pengesahan RUU PKS[1] memang harus segera di sahkan... " sindir Wulan lalu berjalan
masuk ke kamarnya. "Bibi!" panggil Wulan dengan berteriak memanggil
asisten rumah tangganya.
Tak selang lama wanita paruh baya yang di
panggil Wulan itu datang dengan tergopoh-gopoh. "Ada apa Non... "
tanyanya siap menerima perintah.
"Kemasi semua barang-barang punya Aji.
Besok siang harus sudah selesai..." perintah Wulan. "Keluarkan dia dan
tua bangka itu! " ucap Wulan pada Hari.
Aji kaget bukan kepalang, tak menyangka
Wulan akan setegas ini padanya. Ia tak menyangka wanita yang begitu ia bela dan
ia banggakan itu akan mengusirnya dengan tanpa hormat. Ia tak menyangka bahkan
setelah banyak pengorbanan dan begitu banyak kepercayaan keluarganya pada
Wulan, ia bisa dengan teganya membuang nenek juga dirinya.
"Wulan... Dek... " panggil Aji
yang mengejar Wulan. Tapi sayang Wulan langsung mengunci pintu begitu ia masuk
tanpa peduli lagi dengan Aji yang menggedor-gedor dan memanggilnya di luar
sana.
●●●
"...sudah
jangan galau lagi, nanti kalo emang jodohmu pasti ada jalannya... Tapi ibu ga
menghalangi kamu, kamu yang lebih paham gimana calonmu, gimana cewekmu...
Selama kamu nyaman ibu merestui... " ucap Jamilah, ibu Arif dari telfon.
"Iya Bu... Insyaallah kalo sudah
mantap sudah yakin nanti Arif ajak ketemu... " ucap Arif lega setelah
menceritakan semua tentang Nana secara detail pada ibunya.
Benar-benar tak ada yang ia tutupi, dari
siapa Nana, orang tuanya, Alif, bahkan masalalu kelam Nana juga. Arif berusaha
sejujur dan seterbuka mungkin pada ibunya, daripada ia harus menyimpan bom
waktu dalam ketakutan. [Next]