0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 13

Bab 13-1

Alif yang melihat ada mobil terparkir didepan rumahnya langsung berlari pulang mendahului kakeknya. Begitu sampai Alif langsung tersenyum lalu menutupi wajahnya dan berucap, "Assalamu'alaikum... " dengan malu-malu lalu memeluk mamanya.

Alif langsung menyalimi Bram dan Yuni yang di panggilnya Bapak dan Ibu, lalu kembali bersembunyi di balik mamanya. "Makan yuk! " ajak Nana lalu mengajak Alif ke dapur.

Nana melanjutkan aktivitas membungkus nasi goreng pesanannya sementara Alif makan dengan sayap goreng kremes dan nasi goreng. Alif tampak sangat senang dengan menu makan siangnya kali ini.

"Mama, mau tambah..." pinta Alif yang makannya masih setengah.

"Tunggu mama selesai bungkus ya... " jawab Nana. "Itu kan belum habis... " sambung Nana.

"Sama nasi yang putih itu loh ma... " pinta Alif yang langsung di ambilkan secentong nasi dan tambahan kremes juga kecap.

Alif kembali melanjutkan makannya dengan lahap.

"Loh kok makan nasi goreng sama nasi putih... " ucap Yuni yang ikut membantu Nana sementara pak Janto dan Bram mengobrol dengan suguhan teh dan cilok.

"Iya... Aku suka... " jawab Alif.

"Tiap hari kayak gini Na? " tanya Yuni.

"Enggak tante... Biasanya sayur, ini kebetulan ada pesanan aja... " jawab Nana.

"Suka Nak, makan ayam? " tanya Yuni yang di angguki Alif.

"Ibu sudah makan belum? " tanya Alif sambil mengunyah tulang.

"Sudah... " jawab Yuni.

"Kalo mama sudah belum? " tanya Alif.

"Nanti habis bungkusin mama makan... " jawab Nana.

"Sip begitu dong! " ucap Alif lalu mengacungkan jempolnya.

●●●

Diam-diam Aji kembali mengecek semua berkas-berkasnya yang sudah lama ia simpan. Bukan karena bisnis atau dinas, tapi karena teringat kembali soal nasip Nana dan anaknya. Di carinya kembali nomer rekening Nana yang pernah ia tulis dulu. Di cobanya mengirimkan uang seratus ribu sebelum mengecek siapa penerimanya terlebih dahulu.

Bila benar alhamdulillah, bila salah anggap sedekah. Begitu pikir Aji saat mentransfer melalui m-banking.

"Siapa nama anakku ya... " gumam Aji penuh tanya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Sayang... Makan yuk! " ajak Wulan lalu memeluk Aji dari belakang. "Kamu habis transfer siapa? " tanya Wulan mengecek m-banking milik Aji.

"Nana... Muridku.... Ku dengar dia punya anak dan ya... Dari keluarga tidak mampu... Jadi aku mengiriminya uang... " jawab Aji berusaha menutupi soal Nana dan anaknya.

"Oh ya? Apa aku perlu memberinya santunan juga? Sepertinya bagus di blow up... " ucap Wulan lalu berjalan beriringan dengan Aji keluar.

"Aku tidak yakin... Tapi coba ku cari alamatnya... " jawab Aji berusaha tenang.

Wulan hanya mengangguk. Sungguh mencari orang susah yang terpinggirkan dan mau di blow up sebagai program pencitraan sulit sekali. Apa lagi dari orang netral dan benar-benar di kenalnya. Huft... Cukup sekali ia kecolongan saat salah beri bantuan pada juragan bambu waktu itu. Sekarang tidak lagi. Jangan sampai citranya rusak.

"Kamu tau dari mana soal Nana muridmu itu? " tanya Wulan pada Aji saat sudah duduk di tengah keluarga Aji.

"Ya... Aku tak sengaja bertemu dengannya tadi saat menemanimu ke pasar... " jawab Aji ragu sementara keluarganya langsung menghentikan aktivitas sejenak.

Mendengar Wulan menyebut nama Nana sebagai murid Aji benar-benar membuat keluarga Aji terkejut bukan kepalang, terlebih Eyang, mama dan papanya. Ingatan bagaimana Aji yang menghamili Nana kembali terputar. Tapi melihat cara Aji menjawab dan Wulan dengan reaksi positifnya rasanya tidak ada yang terbongkar sejauh ini.

"Ehm... " deham Eyang. "Apa tidak sebaiknya kita bahas soal yang lain? " tanya Eyang kikuk agar bahan pembicaraan soal Nana hilang.

"Ga bisa gitu Eyang... Ini tuh penting! Eyang kan tau aku mau maju ke dewan pusat... " ucap Wulan kekeh.

Orang tua Aji hanya saling tukar pandang lalu kembali melanjutkan makan. Tak satupun keluarga Aji yang buka suara menanggapi Wulan selain Aji. Itupun rasanya Aji enggan membahasnya.

"Oh iya hari ini nanti aku mau ke pembukaan mall baru... Aku mau siap-siap dulu... " ucap Wulan menyudahi makannya lalu berjalan ke kamar.

Eyang dan yang lain hanya mengangguk sambil tersenyum. Tak selang lama Wulan kembali keluar dengan tas jinjingnya. Eyang yang semula ingin bicara dengan Aji langsung terdiam menatap Wulan.

"Mas, aku mau ambil bajuku dulu... " pamit Wulan lalu mengecup pipi suaminya dan melangkah pergi.

Eyang dan yang lain masih diam menunggu sampai suara mobil Wulan menjauh.

●●●

"Om... Tante... Kayaknya Nana ga usah kuliah S1  deh, kursus aja... Kalo gak D3 aja biar cepat lulus... Biar bisa cepat kerja... " ucap Nana setelah mendengar perihal yang akan di sampaikan om tantenya hingga datang jauh-jauh mengunjunginya.

"Gapapa Na... Kamu kuliah saja... Nanti kamu tinggal di rumah Tante... Sama Alif juga TK di sana... " ucap Yuni.

"I-iya nanti Nana pikirin lagi Tante... " ucap Nana lalu bangun mengantarkan tantenya keluar.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Di pikirin dulu baik-baik... " ucap Yuni lalu memberikan selembar lima puluh ribuan untuk Alif sebelum masuk mobil.

Nana hanya mengangguk sementara Alif tampak ceria mengantar kepergian Bram dan Yuni sambil melambaikan tangan. Alif sebenarnya ingin ikut, tapi ia sudah terlanjur rapi dan siap TPA jadi ia hanya bisa mengantar sampai depan bersama mama dan pak Janto yang di panggilnya bapak.

"Yuk dek kita TPA... " ajak Nana yang membawa bungkusan nasi gorengnya juga bekal untuk menyuapi Alif.

"Ini uangnya buat Mama... Tapi nanti aku mau jajan sedikit... " ucap Alif yang memberikan uangnya pada Nana.

Nana hanya mengangguk lalu memasukkan uang dari Alif kedalam dompet. Setelah Alif pamit pada pak Janto barulah ia berjalan ke masjid bersama mamanya. Alif masih membawa pralonnya dan berjalan dengan ceria sambil mengibas-ngibaskannya.

"Nanti mama temenin adek TPA... " ucap Nana saat sudah mau sampai masjid.

"Loh mama ga bantuin bapak potongin kain? " tanya Alif.

"Tidak... " jawab Nana yang langsung membuat Alif tersenyum senang.

Ini kali keduanya TPA di temani mamanya. Dulu mamanya menemani Alif waktu awal mendaftar, awalnya Alif malu-malu dan takut. Bahkan hari kedua juga begitu. Tapi saat mamanya berbisik kalo harus di temani terus nanti mamanya tidak bisa cari uang, Alif akhirnya mau di bujuk ustadzah Asnia yang saat itu pengabdian untuk mengajar di TPA-nya sekarang.

Ini benar-benar hari terbaik bagi Alif. Alif tampak sangat semangat dan bersuara paling kencang agar mamanya dengar dan tetap memperhatikannya. Alif juga terus melihat mamanya yang duduk diluar meskipun ustadz sudah menegurnya.

Tak selang lama ibu-ibu yang lain datang, mereka sudah tampak tak suka dengan kehadiran Nana di sana. Tapi tetap saja Nana melempar senyum dan sapaan hangatnya. Jujur Nana tidak nyaman dengan suasana seperti ini, tapi bila ia pulang atau pergi pasti Alif akan sedih dan mencarinya.

"Alif ngaji dulu... Iqra' nya di bawa? " tunjuk ustadz pada Alif yang sudah tampak tak jenak.

"Aku bawa tapi aku mau ke mamaku sebentar saja boleh tidak? Nanti aku ngaji lagi... " jawab Alif bernegosiasi yang hanya dijawab dengan anggukan sambil tertawa oleh ustadz Arif yang sudah duduk bersila siap menyemak Alif.

Alif langsung berlari dengan semangat sambil melompat dengan riang ke mamanya. Tapi belum juga sampai...

Bugh! Alif jatuh tersandung di jegal Rian yang langsung di tertawakan murid-murid TPA juga para ibu yang dari tadi memperhatikan.

Mata Alif langsung berkaca-kaca melihat ke kanan dan kiri, ke arah orang-orang yang menertawainya. Dadanya terasa sesak, begitupun perutnya. Wajah Alif langsung memerah antara menahan tangis dan sakit.

Ustadz langsung menolongnya meskipun berbeda sesaat.

"Aku tidak papa... " dusta Alif yang mulai terisak saat di bantu bangun.

Dagu Alif ternyata juga memar karena jatuhnya yang cukup keras.

Teman-temannya yang melihat Alif di tolong dan reaksinya malah tertawa makin kencang ada juga yang melemparkan pensil padanya.

"Anak haram sih... " komentar salah satu ibu.

Nana yang melihat sedari tadi hanya bisa menahan marah juga tangisnya. Nana tak paham mengapa semua membencinya bahkan juga Alif yang bahkan tak pernah berbuat buruk pada mereka.

"Anakmu usil ya jeng... " ucap salah satu ibu pada ibu dari Rian dengan santai sambil berusaha menahan tawa karena Nana menatap gerombolannya.

"Maklum namanya anak-anak suka bercanda... Iya kan mama Alif? " tanya ibu Rian pada Nana yang sudah susah payah menahan marah.

"Yang saya tau bercanda itu kalau kedua belah pihak sama-sama bahagia... Sama-sama tertawa... " jawab Nana tak terima.

Ibu Riyan langsung mengedikkan bahunya dan berkacak pinggang. "Humornya anakmu saja yang rendahan, emang Alifnya aja yang lemah makannya nangis... Tuh liat yang lain ketawa kan MA? MAMA ALIF? " ucapnya penuh penekanan saat menyebut Nana dengan sebutan mama Alif.

"Mama kok ga ada papanya... " imbuh ibu lain yang benar-benar membuat Nana kesal dan memilih diam. [Next]

Bab 13-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share