0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 35

 

Bab 35-1

"Mama ga bawa ponsel? " tanya Alice saat tengah menunggu jemputan Joe di bandara.

"Wah ketinggalan! Kayaknya kemarin mama charger deh... Tau ah biarin... " jawab Siwi setelah mengecek tasnya.

Alice hanya tersenyum lalu bersandar di bahu Siwi. Alice tampak begitu bahagia, begitu juga dengan Siwi. Apalagi ini kali pertama keduanya pergi kabur. Alice juga sudah tak membawa ponselnya yang biasa, ia bahkan sudah membawa dan menyiapkan ponsel baru.

Tak lama Alice dan Siwi menunggu kedatangan keluarga Joe yang datang menjemput. Sambutan hangat dari orang tua Joe membuat Alice dan Siwi lebih nyaman dan tak canggung meskipun tetap menjaga kesopanan, terutama bagi Siwi. Alice sendiri sudah akrab sejak lama dengan orang tua Joe.

"Mama... Aku janji kita bakal bersenang-senang... " ucap Alice sambil menggenggam tangan Siwi.

Siwi hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia senang bisa pergi dari rumah suaminya. Ia senang ini kali pertamanya merasakan kebebasan, terlepas dari tali kekang di lehernya. Tak akan ada lagi yang memarahinya, mencambuk punggung atau kakinya, tidak ada pula yang akan memakinya di depan umum.

"Aku ga nyangka... " ucap Alice dengan tatapannya yang mulai tegak lurus melihat kedepan. "Aku ga nyangka bisa kabur dari rumah, pergi dari Papa sama Eyang... " sambung Alice sambil mengeratkan genggamannya.

"Kamu hebat... " puji Joe lalu mengecup kening Alice di depan Siwi.

Alice hanya mengangguk lalu bersandar di bahu Joe dengan tangan yang masih menggenggam ibunya.

"Kita sama-sama... Semuanya bakal baik-baik saja... " ucap Joe menguatkan Alice.

Alice hanya mengangguk tanpa berucap.

"Alice... Tapi bentar lagi kan kamu masuk kampus... " ucap Siwi teringat tentang rancangan masa depan putrinya.

"Biarkan saja... " ucap Alice acuh.

Siwi hanya menghela nafas. Berusaha memaklumi putrinya dengan segala keinginannya yang tengah meledak-ledak.  Siwi juga enggan merusak mood dan perasaan Alice untuk saat ini, meskipun Siwi tau waktu seleksi datang dalam hitungan hari.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

●●●

Nana di temani Alif sibuk mengurus administrasi, sesekali Alif melirik ke UGD apakah ustadznya masih ada, apakah semua baik-baik saja. Wajahnya tampak cemas dengan alisnya yang berkerut. Nana juga cemas tapi berusaha lebih tenang agar Alif tidak terlalu panik.

"Gapapa... Habis di obati nanti semuanya baik-baik saja..." ucap Nana menenangkan Alif lalu menggecup keningnya.

"Iya... " jawab Alif sambil mengangguk pelan dan memeluk Nana.

Sarah menatap Nana dan Alif penuh tanya. Mungkin saudaranya Arif, tak mungkin istri atau anaknya kan Arif masih bujang... Batin Sarah yang dari tadi terus berada di sisi Arif.

"Mama... " panggil Alif lalu tiduran berbantal pangkuan Nana. "Ustadz kenapa di pukul orang? " tanya Alif sedih.

Nana hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. "Mama juga tidak tau... " jawab Nana lalu mengusap kepala Alif dengan lembut.

"Kasian ustadz jadi sakit ya..." ucap Alif lalu memeluk pinggang Nana.

Nana hanya mengangguk pelan lalu mengelus kepala Alif sambil berdoa agar Arif baik-baik saja. "Adek berdoa biar ustadz gapapa ya... " ucap Nana yang di angguki Alif.

"Dari tadi aku doa... Alfatihah..." jawab Alif.

"Mbak siapanya mas Arif? " tanya Sarah yang memberanikan diri untuk mendekati Nana.

"Saya... Em... Saya... Saya tetangganya dulu... " jawab Nana takut salah jawab.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Sarah langsung menghela nafas lega. Harapannya untuk menyanding Arif dan lepas dari Arman makin dekat dan nyata.

"Na... " panggil Arif lirih.

"Sebentar..." jawab Nana lalu berjalan masuk kedalam sementara Alif duduk manis menunggu bersama Sarah.

●●●

Sudah semalaman Broto tidak bisa tidur. Matanya terus saja terjaga apalagi saat ia tau istrinya tak membawa ponsel begitupun dengan putrinya. Ucapan Siwi kala itu yang di kira hanya gertak sambel seperti biasa, tapi benar-benar di lakukan.

Kekhawatiran Broto makin memuncak saat tau istrinya tak membawa kartu debit maupun kredit darinya. Benar-benar kabur seadanya. Broto benar-benar tak bisa membayangkan wanita lemah itu pergi tanpa persiapan matang begini.

"Apa ibu perlu carikan istri lagi buat kamu? " tanya Eyang yang menghampiri Broto dengan secangkir teh di tangan.

"Bu! " bentak Broto. "Ini Siwi, istriku! Ibunya anak-anak... Gimana bisa ibu malah mikir cariin aku istri baru? Aku dah hampir tiga puluh lima tahun sama dia!"

"Cukup! Nyatanya dia pergi!" potong Eyang tak terima di bantah.

"Kalo gitu aku juga cukup, aku ga mau tinggal sama ibu lagi!" jawab Broto lalu pergi meninggalkan rumah.

Aji yang dari tadi memperhatikan Eyang dan ayahnya tengah berdebat hanya diam. Ia tak menyangka ayahnya akan membantah dan melawan sampai meninggalkan rumah.

Eyang hanya diam terkejut menerima perlawanan dari semua anggota keluarganya. Seumur hidupnya baru kali ini ia mengalami perlawanan, pembantahan dan pemberontak dari keluarganya. Wanita tua itu hanya bisa terduduk dengan air mata yang mulai menggenang.

"Eyang, berhentilah menyetir semuanya... " ucap Aji sambil menepuk bahu Eyang dengan lembut sebelum akhirnya ikut pergi.

●●●

"Sarah... Kenalin ini Nana calon istriku... " ucap Arif di perjalanan pulang. "Na, ini Sarah, anaknya pak Umar yang pernah ku tunjukin fotonya itu loh... " Arif kembali memperkenalkan.

"Oh... Hai... " sapa Nana canggung pada Sarah yang langsung membuang muka enggan menatapnya.

Ternyata... Batin Sarah kecewa dan langsung patah hati. Harapannya untuk bersanding dan pergi jauh-jauh dari Arman langsung pupus begitu saja.

Alif terus memperhatikan Sarah, memperhatikan perubahan mimik wajahnya dari pantulan kaca mobil. "Ini... " Alif memberikan permen susu yang ada di kantong jaketnya pada Sarah lalu kembali diam menatap jalan. [Next]

Bab 35-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share