Bab 9 : Closure
Tak ada hal yang lebih memusingkan bagi Rangga daripada
saat ini. Menemui Cika kembali setelah ia menikah dan selesai dengan bulan
madunya. Layla tak banyak tanya memang saat ia bilang akan bekerja dan minggu
depan mereka perlu pindah ke Singapura. Rangga bisa menggunakan alasan jika ia
harus mengurus visa dan kebutuhan lainnya sebelum pindah.
Bertemu
Cika kembali di apartemennya dulu. Ini bukan hal mudah untuknya. Ia tak mau
melihat Cika menangis dan bersedih, itu kelemahannya. Rangga tak mau luluh pada
Cika, ia ingin fokus pada rumah tangganya. Tapi mau menghindar berapa lama pun
akhirnya ia tetap harus menghadapi Cika dan meluruskan segalanya.
“Cika…”
panggil Rangga seperti biasanya.
Cika hanya
diam menangis dikamar seperti kebiasaannya dulu dan Rangga hanya bisa terdiam
dengan segala rasa bersalahnya.
“Aku sudah
menyudahi hubungan kita, tapi kamu memaksakan diri…”
“Kapan?!
Kamu ga pernah bilang kalo kita putus!” bentak Cika tak dapat menahan emosinya.
Rangga
duduk di ujung tempat tidur sembari menghela nafas panjang. “Malam sebelum kamu
pergi ke Amsterdam. Aku udah bilang buat menyudahi semuanya. Kamu tau sulit
bagiku buat bilang putus atau menyudahi sesuatu. Aku juga udah menjauh dari
kamu. Ku kira sinyal itu sudah cukup jelas,” ucap Rangga yang akhirnya dengan
berat hati memperjelas segala tingkahnya selama ini.
Cika hanya
bisa diam tak menyangka jika selama ini Rangga sudah meninggalkannya.
Hubungannya kandas begitu saja, semua perubahan Rangga selama ini yang
mengabaikannya adalah penutupan dari hubungannya. Cika hanya bisa diam menatap
Rangga dengan perasaan yang campur aduk sekarang.
“Sejak aku
ga balas chatmu, ku kira kamu sudah tau kalo aku ga mungkin ga ada waktu buat
balas pesanmu atau angkat telfonmu, sejak aku pasang timer buat hapus pesanmu
selama 24 jam tapi kamu matiin. Kamu juga tau aku selalu bisa buat kasih kamu
kabar tapi aku milih buat enggak. Jujur aku juga merasa aku jadi pecundang,
pengecut yang bahkan ga berani menghadapi kamu. Aku salah, aku kebingungan buat
bilang kalo aku sudah jatuh hati pada yang lain,” ucap Rangga mengutarakan
segala perasaannya.
Cika
memalingkan wajahnya airmatanya seketika berhenti mengalir. Perasaannya memang
sesak, tapi setidaknya hatinya sudah lega mendengar pengakuan Rangga.
“Kurangku
dimana…”
“No!”
Rangga langsung menyela. “Ga ada yang kurang dari kamu! Kamu ga bermasalah,
kamu gak problematik, kamu independen, keren, cantik, kamu sempurna. Aku masih
mengagumi kamu, masih sayang kamu, masih cinta tapi dalam perasaan yang
berbeda.”
Rangga dan
Cika saling diam keduanya saling menatap dengan perasaan yang begitu campur
aduk.
“Aku yang
bermasalah, aku yang jadi masalah. Hubungan itu yang menentukan pihak
laki-laki. Aku pengecutnya,” Rangga melanjutkan.
Cika
menatap Rangga dengan kecewa, marah, sedih tentu saja. Tapi perasaannya sudah
lebih bisa ia validasi sekarang.
“Skandalmu,
itu bukan skandalmu. Kamu cuma korban dari rezim yang coba menutupi kasus
korupsinya. Jangan memandang rendah dirimu sendiri. Aku selalu berdoa biar kamu
punya kehidupan yang baik, menemukan pasangan yang tepat. Aku selalu memikirkan
itu setiap kita dapat penolakan. Aku selalu mengharapkan kehidupanmu bisa jauh
lebih baik dari aku.”
Cika
kembali memalingkan wajahnya sembari menghela nafas panjang. “Pulang Ngga, aku
mau sendirian. Istrimu nunggu,” ucap Cika mengusir Rangga setelah merasa cukup
bisa menghadapi segalanya.
“Ku
panggilkan terapismu, aku gak mau kamu sendirian,” ucap Rangga yang akhirnya
memutuskan untuk pergi setelah terapis yang biasa menangani Cika dalam
menghadapi guncangan mentalnya datang.
***
“Mas…”
sambut Layla sembari melebarkan tangannya untuk memeluk suaminya yang baru
pulang setelah hampir ia memutuskan untuk makan malam sendirian. “Aku kira Mas
masih lama, aku tadi masak ayam goreng sama lalapan. Aku belum bisa masak yang
banyak yang keren, tapi itu aku masak sendiri loh…” Layla mulai bercerita
dengan ceria pada Rangga.
Rangga
menyemak tiap ucapan yang keluar dari mulut istrinya dengan perasaan yang lebih
tenang. Memperhatikan istrinya yang menyiapkan piamanya, menyiapkan makanannya,
menyiapkan segala yang ia butuhkan dipenghujung hari ini. Sampai ia merasa
terganggu karena teringat tadi menemui Cika.
“Adek,
Sayang. Mas tadi ketemu Cika sebentar…”
Keceriaan
perlahan memudar dari wajah Layla.
“Mas kasih
tau dia kalo hubunganku sama dia udah selesai dan ga bisa kembali lagi. Aku
jelasin semuanya kedia biar dia mengerti. Adek kalo mau marah sama Mas boleh.
Tapi tadi Mas pikir sebaiknya ga kasih tau Adek, Mas tadi waktu ketemu Cika
juga mikirnya sebatas ini harus clear sebelum kita pindah,” ucap Rangga
mengakui kesalahannya.
Layla
mengangguk lalu tersenyum lembut sembari menggenggam tangan Rangga. “Makasih
Mas udah jujur, gapapa Mas ketemu Kak Cika. Dia juga berhak dapat penjelasan
dari Mas. Sekarang semuanya sudah selesai, yasudah gapapa aku ga marah.”
Rangga
mengangguk lalu mendekap istrinya sembari mengecup keningnya. Tak ada hal yang
membuat Rangga lebih tenang dan lega daripada hari ini. Menyudahi hubungannya
dengan Cika secara jelas dan mengakui perbuatannya pada Layla. Ia benar-benar
siap menempuh hidup baru sekarang.
“Minggu
depan mulai pindahin barang-barang, selama ngurus itu mau umroh gak?” tawar
Rangga yang merasa perlu memberi hadiah pada Layla dan menebus kesalahannya.
Layla
mengangguk pelan lalu mengecup pipi Rangga dengan lembut.
***
Pemberitaan
soal Cika terus beredar semakin panas tanpa ada tanda-tanda akan adanya
klarifikasi. Cika tak merasa perlu mengklarifikasi soal hubungannya yang
kandas. Rangga juga tampaknya enggan membahasnya, selain karena ia bukan artis
Rangga juga enggan jika kehidupan pribadinya akan tersorot. Cukup acara
pernikahannya saja yang terganggu dulu, kehidupannya yang lain jangan.
“Menurutmu
aku perlu klarifikasi?” tanya Cika pada Hans yang datang ke apartemennya.
Hans diam
memikirkan jawaban terbaiknya. “Klarifikasi ke siapa? Buat apa? Biar apa?
Lagian mereka ga berhak tau dan ikut campur terlalu dalam sama urusan
pribadimu,” jawab Hans.
Cika
kembali menyandarkan kepalanya di sofa sembari menghela nafas dengan berat.
Kehidupan sebagai artis yang selalu disorot tak seindah yang terlihat.
“Ayo
jalan…” ajak Hans mendadak yang membuat Cika kaget.
“Jalan?
Nanti kamu di gosipin…”
“Kalo gitu
ayo kita jadian, biar gosipnya jadi beneran.”
Cika
kembali melotot kaget dengan tawaran ngawur dari Hans. “Dah gila lo!”
“Aku
serius! Aku buktiin ya!” ucap Hans yang kini tampak lebih serius lalu bangkit
dari duduknya dan buru-buru berlari keluar dari apartemen Cika.
Jika Cika
mengira Hans akan pergi ia salah besar. Tak berselang lama Hans kembali datang
membawa buket bunga besar yang sudah ia siapkan di mobil dan sekotak coklat.
Juga sebuah gelang yang sudah ia siapkan.
“Hans…”
Cika
benar-benar dibuat salah tingkah karena Hans yang tiba-tiba datang dengan
persiapannya. Usianya saat ini terlalu matang untuk sesuatu yang berbau remaja
seperti yang Hans berikan.
“Hans gue
gak nyari pelampiasan…”
“Mau
nikah?” tanya Hans tiba-tiba. “Lampiasin ke aku, kesepianmu, kekosonganmu, biar
aku yang isi. Nanti lama-lama juga kamu bisa sayang aku, cinta aku.” Hans
begitu memaksa.
“Hans…”
Cika menangis dalam pelukan Hans ia luluh begitu saja. Entah ini keputusan yang
tepat atau salah, semua pria selalu begitu padanya. Tapi apa salahnya untuk
mencoba.