Bab 29
"Om, mas Arif bentar lagi
mau pindah tempat pengabdian... Aku mau di rumah bapak... " ucap Nana saat
menelfon Bram.
"...loh
kok cepat sekali, apa jangan-jangan cuma main-main..."
"Aku ga mau su'udzon kayak gitu...
Tapiku harap ga gitu, doakan saja yang terbaik Om... "
"...apa
perlu kita antar juga waktu pulang? Om ga yakin soalnya... "
"Terserah Om aja... " jawab Nana
pasrah.
"...yaudah
nanti biar om yang ngomong sama dia..." tutup
Bram.
Nana masih saja terdiam memikirkan omongan
om Bram. Bagaimana bila Arif hanya main-main? Bagaimana kalau selama ini hanya
lelucon? Bagaimana kalau sebenarnya Arif sama dengan yang lain? Pikiran Nana
jadi kacau sendiri dan penuh dengan tanda tanya.
"Mama... Ayo TPA!" ajak Alif yang
sudah rapi.
"Oh iya adek TPA ya... " ucap
Nana lalu bersiap-siap mengantar Alif. "Adek, adek nanti jangan nakal
jangan repotin Ustadz ya... " ucap Nana mewanti-wanti Alif sambil berjalan ke
masjid.
"Iya... Aku kan tidak repotin siapa-siapa...
Aku kan baik..." jawab Alif. "Mama nanti tunggu aku di sana apa mau
jahit? " tanya Alif.
"Mama mau jahit biar cepat
jadi..." jawab Nana yang membuat Alif cemberut.
"Kalo mama ga jahit, nanti mama ga
punya uang buat sekolahin adek loh..." ucap Nana menjelaskan kondisinya
pada Alif.
Alif hanya mengangguk lesu. "Kok
mamanya temenku bisa tungguin terus Ma? " tanya Alif membandingkan.
"Soalnya uangnya sudah banyak...
" jawab Nana sesederhana mungkin.
"Tapi kan dia tidak kerja? "
tanya Alif lagi.
"Kata siapa tidak kerja? Emang adek
liat waktu dia kerja?" ucap Nana mengembalikan pertanyaan Alif.
Alif hanya tersenyum malu mendengar
pertanyaan Nana.
"Nanti kalo uang mama banyaaaaaak
banget nanti mama temenin adek terus tidak bekerja lagi... " ucap Nana
membesarkan hati Alif. "Jadi sekarang mama harus kerja dulu biar uangnya
bisa banyaaaak banget gitu... " sambung Nana yang di angguki Alif.
"Iya... Yaudah mama jahit aja nanti
ya... " ucap Alif sambil menyalimi Nana.
"Mama Alif..." sapa Arif yang
menyambut Nana. "Kalau minggu besok ku ajak ke pondok sama kerumahku bisa
tidak?" tanya Arif.
Nana mengangguk pelan sambil tersenyum
sumringah tapi langsung ia tutupi dengan menundukkan pandangannya.
"Nanti aku bilang bapak, aku mau ajak
bapak juga... " ucap Arif yang lagi-lagi hanya di angguki Nana.
Astaghfirullah...
Aku ini mikir apa dari tadi. Ternyata ga perlu su'udzon... Batin Nana yang malu sendiri dengan prasangkanya.
"Mama pulang sana jahit lagi... "
ucap Alif sambil mendorong mamanya agar tidak lama-lama mengobrol dan bisa
cepat punya uang banyak.
"Iya... Mama pulang dulu ya... "
ucap Nana lalu berjalan pulang tanpa sempat berpamitan pada Arif karena terlalu
salah tingkah.
Ih
gemes liat mama Alif... Batin Arif yang
memperhatikan Nana yang terus berjalan menjauh.
●●●
"Mamaku lagi sibuk bekerja biar
uangnya banyak nanti bisa temenin aku terus... " ucap Alif yang curhat
pada Arif sambil duduk menunggu waktu maghrib.
"Mama biasa sibuk ya? " tanya
Arif yang duduk bersandar di tembok di samping Alif.
Alif hanya mengangguk. "Aku tidak suka
mama bekerja terus, sibuk terus aku tidak suka... " ucap Alif dengan alis
yang mulai mengkerut.
"Kenapa? " tanya Arif penasaran.
"Kan mama cewek... " jawab Alif
lalu menatap Arif. "Yang harusnya kerja kan cowok. Kayak papanya
temen-temenku... " sambung Alif.
"Kalo aku jadi papanya Alif mau ga?
" tanya Arif yang di jawab dengan tawa dari Alif.
"Ya tidak bisa..." jawab Alif.
"Loh kenapa? " tanya Arif syok.
"Nanti yang jadi ustadz siapa?"
Alif dan Arif tertawa bersamaan.
Ternyata memang pikiran Alif begitu
sederhana dan polos. Belum paham adanya banyak peran yang bisa di lakukan
seseorang.
"Nanti kalo ustadz jadi papaku, bapak
jadi apa? Masak jadi ustadz? Ya aneh dong... " ucap Alif lalu tertawa
kecil.
"Ya nanti papanya Alif jadi dua...
" ucap Arif memberikan penjelasan.
Sayup terdengar suara mangkuk yang di pukul
dengan sendok hingga suaranya nyaring terdengar. Seorang penjual bakso berhenti
di depan masjid dengan gerobak usangnya.
"Adek mau ga? " tanya Arif
menawari.
Alif langsung menggelengkan kepalanya
teringat ucapan mamanya yang melarangnya merepotkan orang lain. "Tidak aku
tidak bawa uang... " jawab Alif.
"Ustadz yang beliin... " ucap
Arif yang langsung memesan dua porsi bakso.
Alif hanya diam meskipun tak bisa
menyembunyikan ekspresi senangnya saat di traktir. Tapi begitu mangkuk bakso
yang lengkap dengan pangsit tersaji di depannya Alif hanya memakan pangsitnya.
"Masih panas ya? " tanya Arif.
"Tidak, aku mau di bungkus aja nanti
makannya sama mama..." jawab Alif.
Arif yang semula ingin langsung makan
mengurungkan niatnya. "Di bungkus semua ya bang, sama pesen dua bungkus
lagi... " ucap Arif.
●●●
"Dasar cewek gila! Nana itu dah banyak
susah gara-gara aku. Aku mau tanggung jawab. Tapi aku ga mau sama idemu
itu!" kesal Aji saat melihat pie
chart pembagian harta yang di buat Wulan.
"Gila apanya? Dari pada hartamu
kesedot habis sama eyangmu yang kayak mak lampir itu... " sanggah Wulan.
"Setengah jatahku akan langsung ku
berikan pada Nana dan Alif, terserah aku nanti akan bagaimana... Langsung ambil
saja setengah hartamu... Jangan memperumit yang mudah... " ucap Aji.
"Kamu tau ga, kalo dulu aku bukan pengecut dan sedikit saja lebih berani.
Pasti aku sudah menikahi Nana, membantunya membesarkan anakku... Mungkin juga
kamu ga perlu selingkuh, kamu bisa menikah dengan Hari... Kalau saja waktu bisa
di ulang kembali, aku tidak akan meminta Nana menggugurkan kandungannya, tidak
akan pergi dari rumah kontrakan kami waktu itu, tidak memfitnahnya... Tapi waktu
itu juga kalau aku tidak patuh, mamaku yang bakal di tekan. Aku bodoh dan serba
salah. Sekarang aku tidak begitu lagi... " sambung Aji menceritakan masa
lalunya sekilas.
"Mama? Maksudmu di tekan? " tanya
Wulan tak percaya.
"Papaku kasar ke Mama, Eyang juga
gitu... Kalo ada ulah pasti Mama di tampar, di pukul, di cambuk... Mamaku bukan
dari golongan terpandang, mamaku cuma anak guru honorer yang ga pernah di
angkat jadi PNS sampai masa pensiun. Tapi mamaku dapet beasiswa, itu yang bikin
papa jatuh cinta sampe nikah... Eh malah KDRT... Aku cuma mau lindungi mama,
lindungi Nana juga biar ga di tekan atau di teror... " jelas Aji.
"Huft... Kenapa kamu ini menyedihkan
sekali? Nelangsa sekali kamu ini...
Dasar payah... " komentar Wulan. "Kalau mama butuh tempat buat kabur,
datanglah padaku... Aku terbuka dan siap bantu... " sambung Wulan tulus. [Next]