0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 44

 

Bab 44-1

Alif langsung berlari setelah di bantu naik, dengan sandal yang masih di genggamnya Alif terus berlari menuju ke rumahnya dengan ketakutan dan panik. Pria itu hanya menghela nafas lalu melangkah sedikit lebih cepat untuk menangkap Alif.

"Mama!!! Tolong!!! Mama!!! " jerit Alif meminta tolong sambil memanggil-manggil mamanya.

"Adek kita cuci kaki aja... Om janji ga apa-apa in kamu... " ucap pria yang benar-benar membuat Alif ketakutan itu yang langsung menangkap Alif dan membawanya ke tempat wudhu masjid. Alif terus menangis tapi pria itu terus membersihkan kakinya bahkan juga sandalnya.

"Sudah jangan nangis... " ucap pria itu sambil menyeka air mata Alif dan mengecup keningnya.

"Astaghfirullahaladzim!!! Alif!! " pekik Nana yang melihat Aji bersama Alif di tempat wudhu masjid.

"MAMA!! " pekik Alif yang langsung berlari ke arah Nana tanpa memakai sandal.

Aji tersenyum melihat interaksi Nana dan Alif, perlahan pandangannya tertunduk ke arah sandal jepit tipis yang di tinggalkan Alif barusan. Tampak sudah lapuk, bahkan bagian yang di jepit saja sudah di sambung dengan tali rafia.

"Apa perlu ku belikan sandal yang lebih bagus? " tanya Aji pada Nana dan Alif.

"Aku punya sandal bagus sendiri, itu buat main! " tolak Alif lalu mengambil sendalnya. "Ayo pulang Ma... " ajak Alif setelah memakai sandalnya.

Nana mengangguk lalu berjongkok untuk menggendong Alif di punggungnya.

"Alice hamil... " ucap Aji tak mau kehilangan kesempatan bicara dengan Nana.

Nana terdiam lalu menatap Aji. "Wah, selamat ya..." ucap Nana tulus yang terdengar begitu sarkas bagi Aji.

"Ga ada suaminya... " ucap Aji sebelum Nana melangkah.

"Mama sudah ayo pulang!! " rengek Alif sambil menggerak-gerakkan kakinya.

Nana mengabaikan Aji lalu kembali melangkah. "Terus kenapa? " tanya Nana cukup sinis.

"Na... Aku minta maaf... " ucap Aji penuh sesal sambil mengikuti Nana yang terus melangkah pulang.

"Adek tadi kenapa? Kok bisa nangis? " tanya Nana pada Alif, sengaja agar bisa mengabaikan Aji.

"Aku tadi di suruh pulang sama bapaknya Doni, terus aku pulang sambil mainan sandal terus sandalku jatuh seselokan... " Alif mulai bercerita sementara Aji terus saja mengikutinya pulang. "Om, pulang aja. Kan mama ga suka sama om, aku juga... Makasih ya dah bantu aku, om pergi aja sana hus! " usir Alif sambil menoleh kebelakang.

Aji menggelengkan kepala dan kekeh mengikuti Alif yang di gendong Nana pulang. Alif memelototi Aji, kesal karena terus mengganggunya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Om ini udah aneh di kasih tau neyel! " omel Alif yang bingung harus mengusir Aji bagaimana lagi. "Om pulang aja, bekerja biar uangnya banyak, biar ga ganggu aku sama mama! " sambung Alif yang masih usaha mengusir Aji.

"Uangnya udah banyak... " jawab Aji menanggapi Alif.

"Duh neyel sekali... " Alif bingung cara mengusir Aji yang terus mengikutinya.

Aji hanya tersenyum sambil menahan tawanya mendengar putranya yang terus saja ingin mengusirnya. Ingin sekali Aji menggantikan Nana untuk menggendong Alif pulang. Ah tapi sudahlah Aji cukup bersyukur kali ini tidak ada penolakan secara kasar dari Nana.

"Na, gimana keputusanmu? " tanya Aji pelan dan rasanya cukup malu untuk mendesak Nana.

"Belum pengumuman aku tidak tau... " jawab Nana acuh tak acuh.

"Udah sana pergi... Kan mamaku udah jawab tidak tau... " usir Alif lagi kali ini di ikuti tangannya yang di kibas-kibaskan mengusir Aji.

Aji tertawa kecil melihat cara Alif yang mengusirnya. "Aku menunggumu Na... Aku terus menunggu... " ucap Aji lalu menghentikan langkahnya. "Rekeningmu masih sama? " tanya Aji. "Aku rutin transfer ke sana sejak kamu hamil... Di pakai ya... Buat Alif... " sambung Aji  tanpa menunggu jawaban Nana lalu melangkah pergi.

Nana terdiam lalu menoleh ke arah Aji yang berjalan ke arah mobilnya.

"Nah gitu tidak neyel... " gumam Alif senang akhirnya Aji tidak mengikutinya lagi.

●●●

Arif tampak sudah rapi ransel bawaanya juga sudah penuh barang bawaan. Rencananya hari ini Arif akan mengajak Nana dan Alif ke tempat berenang, kalau tidak cukup melihat air terjun atau kebun binatang rasanya juga seru, murah dan menyenangkan. Ah teringat satu tempat lagi yang jelas murah dan mungkin hanya perlu bayar tiket untuk orang dewasa saja! Musium! Em... Perpustakaan kota juga seru!

Arif sudah membayangkan kemana ia akan membawa Nana dan Alif pergi hari ini. Arif bahkan sudah bisa membayangkan betapa bahagianya Alif nanti saat bisa bepergian jauh. Tamasya pertamanya juga mungkin.

Brum....!!!

Sebuah motor gede berhenti di depan masjid. Arif sudah deg-degan bila si empunya motor akan menghajarnya seperti beberapa waktu lalu. Arman turun lalu duduk di emperan masjid dekat Arif yang tengah memakai sepatu.

"Ada apa mas? " tanya Arif takut sambil waspada menengok sekeliling.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Aku sendirian... " jawab Arman selow. "Kamu tau Sarah ternyata memang tidak suka aku. Aku yang terlalu naif memaksakan diri, memaksakan Sarah waktu itu... Maaf ya... " ucap Arman penuh sesal mengingat ia pernah merundung Arif.

"Ah itu, sudah mas ga usah di bahas... " demi Allah, ini hal yang paling Arif tak suka. Membahas wanita dan intrik yang menyertainya, ia tak mau punya urusan lagi.

"Ini... " Arman memberikan dua tiket menonton teater di taman budaya pada Arif lalu pergi tanpa berkata apapun lagi.

"Weh! Ini buat saya mas?! " tanya Arif tak percaya.

Arman hanya mengangguk lalu memakai helem sambil menaiki motornya, sebelum lanjut meninggalkan masjid.

"Makasih mas... " ucap Arif senang dengan wajahnya yang tampak begitu sumringah.

Terbayang di benak Arif betapa bahagianya Alif nanti saat di ajak mengunjungi taman budaya. Arif langsung bergegas dengan motornya ke rumah pak Janto yang tak begitu jauh sebenarnya.

Sesampainya Arif di rumah pak Janto tampak Nana dan Alif tampak rapi menggunakan jaket dan membawa tas kecil. Alif sudah mandi dan bersih kembali, bahkan rambutnya juga sudah klimis rapi selesai keramas.

"Ustadz!! " pekik Alif sambil melompat-lompat senang menyambut Arif.

"Baru mau di ajak pergi udah pada rapi... " ucap Arif lalu turun untuk menyalimi Alif dan menggendongnya.

"Aku sama mama juga mau pergi ini... " jawab Alif ceria sambil menunjuk Nana.

"Loh ada ustadz... " ucap pak Janto. "Yaudah sekalian minta di anter ustadz aja... " sambung pak Janto.

Nana mengangguk lalu menyalimi pak Janto. "Mas aku mau ke bank, tolong anterin ya... " pinta Nana pada Arif.

Arif langsung naik ke motor di ikuti Alif yang di bonceng di depan. "Aku punya tiket ke teater, nanti kita nonton ya... Di taman budaya... " ucap Arif pada Nana juga Alif.

"Taman budaya itu dimana sih? Jauh tidak? " tanya Alif.

"Lumayan, tapi tempatnya bagus kok, Alif suka nanti... " jawab Arif. "Nanti kita kesana sama-sama... " sambung Arif yang di angguki Alif.

●●●

Aji cukup terkejut begitu sampai di alamat kontrakan yang Alice. Rumah sederhana yang dulu pernah ia tempati bersama Nana dulu. Persis, ya memang itu tempatnya. Meskipun pagarnya sudah di ganti dan beberapa renovasi, Aji tetap saja sangat mengenali bangunan itu.

"Ahaha... Aku pulang Na... " gumam Aji sambil memarkirkan mobilnya.

"Mas... " Alice menyambut Aji.

Alice yang mengenakan daster batik ungu sebatas lutut dengan lengan yang berbentuk seperti renda mengingatkan Aji pada Nana yang selalu menyambutnya. Rambut Alice mungkin lebih pendek dari pada Nana tapi tetap saja tak bisa di pungkiri saat ini seperti Aji sedang menyaksikan Nana.

"Aku bawa ayam kremes, sama rujak... Ada nasi ga kamu? " tanya Aji berusaha tenang dan sadar bila apa yang ia alami bukan mimpi bukan pula de javu.

"Ada... " jawab Alice singkat lalu masuk ke rumah bersama dengan Aji.

Aku tidak bisa menutupi ini terus-terusan, perut Alice bakal besar beberapa minggu lagi, papa, mama, eyang juga pasti tau... Duh... Bagaimana cara bilangnya ini... Batin Aji bingung. [Next]

Bab 44-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share