Pagi-pagi setelah sarapan Aji
mengkhususkan diri pergi kerumah Alif lagi. Aji juga membawa bekal masakan
mamanya untuk Alif nanti. Tak hanya itu Aji juga sudah menyiapkan banyak
jajanan di mobil untuk Alif. Semua untuk Alif.
"Mas... Nanti Nana sama Alif mau
kesini... " ucap Siwi memberitahu suaminya yang sudah siap berangkat
kerja.
"Alif? " saut Broto bingung.
"Anaknya... Cucu kita... " jawab
Siwi lembut dan sedikit takut bila dimarahi.
"Hmm... Yasudah jangan lama-lama...
" ucap Broto memberi izin. Kayak gimana ya cucuku nanti? Apa perlu aku
ikut nunggu dirumah? Tapi nanti di kira aku suka lagi... Gak jangan... Batin
Broto bimbang dan excited menyambut Alif. "Aku kerja dulu ya... "
pamit Broto lalu mencium kening Siwi.
Siwi hanya mengangguk sambil memamerkan
senyum sumringahnya. Rasanya senang sekali saat tau suaminya mengizinkan Nana
dan Alif datang. Meskipun kesannya tidak ikhlas, tapi bagi Siwi tak masalah
yang penting sudah ada sedikit kemajuan.
Siwi sudah langsung bersiap memasak
didapur, menyiapkan masakan terbaiknya untuk Alif. Dari makanan yang
manis-manis sampai asin, berusaha ia sajikan. Terlepas apakah Nana dan Alif
benar-benar datang atau tidak yang jelas Siwi sudah menyiapkan semaksimal yang
ia bisa.
Bahkan kemarin Siwi juga sudah membeli ice
cream spesial untuk Alif. Juga puding seperti yang Aji suka, juga manisan
pepaya. Semua disiapkan Siwi dengan serius.
Siwi terus membayangkan betapa senangnya Alif
nanti dengan semua masakannya. Siwi bahkan juga meminta pembantu dirumahnya
ikut membereskan kamar, barang kali Alif mau menginap. Kalau tidak menginap
tidur siang saja Siwi sudah senang. Ah jangan terlalu jauh hingga tidur siang,
Alif mau diajak berkeliling rumah saja Siwi sudah senang.
"Assalamualaikum...." suara Eyang
tiba-tiba terdengar mengejutkan Siwi, menyadarkannya dari khayalan barusan.
"Wa'alaikumsalam... Ibu... "
jawab Siwi yang langsung pucat dan gugup menyambut mertuanya.
"Mau ada tamu? Kok banyak makanan...
" tanya Eyang yang rasanya sudah sangat mengintimidasi menantunya itu.
"Oh iya Aji mana? " tanya Eyang lagi.
"A-anu Bu... A-Aji... Baru keluar...
" jawab Siwi gugup.
Eyang hanya mengangguk lalu memberikan
barang bawaannya. "Udang sama cumi, di goreng tepung kayak biasanya aja
ya. Oh iya, tadi beli kerang juga... " ucap Eyang yang langsung memerintah
Siwi bagai pembantu.
"Nggih Bu... " jawab Siwi lembut
lalu menuruti perintah mertuanya meskipun ia sudah rapi tinggal menunggu Aji datang
bersama Nana dan Alif saja.
●●●
Zulia yang semalam dimabuk kepayang akan
hasratnya yang menggebu. Sekarang mulai panik dan khawatir. Bukan karena keluar
di luar atau di dalam. Tapi ia tersadar saat hendak membersihkan kamar mandi.
Ada seplastik berisi pembalut bekasnya. Iya pembalut bekas.
"Astaghfirullah hal adzim.... "
ucap Zulia sambil memegangi plastik sampahnya.
Zulia tersadar ia baru saja selesai
menstruasi. Sekarang entah semalam Arif mengeluarkan benihnya dimana itu tetap
berpotensi membuatnya hamil! Sial!
Zulia panik, dipanjatkannya segala doa yang
ia ingat, dibacanya asmaul husna, dibacanya dzikir sambil berharap jangan
hamil. Jangan hamil. Jangan hamil. Matanya berkaca-kaca sebagai mahasiswi
jurusan Bimbingan Konseling jelas ia paham soal sex education. Belum lagi ia
juga penggerak dalam organisasi perempuan yang menyuarakan penolakan kawin
anak.
Gawat bisa gawat. Karirnya, nama, reputasi
dan semuanya bisa hancur berantakan kalau sampai ia hamil. Hamil bila bersuami
masih mending... Ini?! Tanpa suami, mending bila dengan pria bujangan. Ini?!
Dengan pria beristri. Mending bila dengan pria bujang yang begajulan. Ini?! Ia
jadi selingkuhan ustadz muda yang dielu-elukan banyak orang atas kerendahan
hati dan dedikasinya dalam mengabdi pada masyarakat.
Apa kata dunia? Apa kata masyarakat kalau
tau boroknya?!
Bahkan tetangga kanan-kirinya bahkan semua
yang ada dikompleks menjadikannya figur untuk ditiru, anak kyai juga
santriwati. Argh!! Kenapa bisa kelepasan begini?!
"…maafkan kelancanganku semalam,
apapun yang terjadi aku akan bertanggungjawab…" pesan singkat Arif pada
Zulia dipagi hari.
Sial menambah prasangka buruk saja. Zulia
makin yakin Arif lebih banyak keluar didalam dari pada di luar. Zulia makin
yakin kalau Arif tak mungkin bisa menahan diri. Apalagi kerap ia pancing, belum
lagi ada Nana yang jelas mengijinkan Arif keluar di manapun Arif mau. Jelas
sulit menahan diri untuk tidak memuntahkan di dalam. Sial! Zulia makin
kepikiran.
Zulia teringat pada semua konsekuensi yang
akan ia terima. Bagai mimpi buruk yang menjadi nyata. Zulia menyadari betul
bila apa yang ia lakukan hanya memberi nikmat beberapa menit dan tanggung jawab
seumur hidup bahkan lebih. Tapi ia tetap nekat. Bodoh sekali.
●●●
"Alif... Alif... " panggil Aji yang
sudah duduk di teras menunggu Alif keluar.
"Halo Om... " sapa Alif yang tak
berani mendekat.
"Sini, aku bawa makan. Aku punya
banyak jajan... Adek mau ga? " tawar Aji pada putranya.
Alif langsung menggeleng, Aji membuka bekal
yang ia bawa. Alif benar-benar ingin melihat makanan apa yang dibawa Aji hingga
wanginya begitu sedap. Tapi Alif langsung teringat pesan mamanya untuk menjauhi
Aji. "Kata mamaku, aku gak boleh main sama om lagi.... " ucap Alif
yang membuat Aji sedih dan marah dalam satu waktu.
Berani-beraninya Arif main api sama aku!
Batin Aji penuh amarah.
"Kemarin ayah marah, jadi aku tidak
boleh sama om lagi... " sambung Alif menjelaskan.
"Mas Aji! " sentak Nana yang
tampak baru selesai mencuci baju. "Mas pulang aja sana. Aku gak mau berantem
sama suamiku. Kita udah ya udah. Ga usah kesini lagi! " usir Nana tegas.
"Berantem kenapa? " tanya Aji
heran sambil mencomot nuget dari bekal yang ia bawa.
Alif menatap Aji yang memakan nuget
kesukaannya sambil menelan ludah.
"Udahlah kamu ga perlu tau! "
bentak Nana kesal.
Kamu di apain sih Na sampe galak gini...
Batin Aji yang jadi prihatin pada Nana. Bahkan di mata Aji, Nana tak lebih baik
daripada saat ia tinggalkan dulu.
"Adek mau? " tanya Aji pada Alif
sambil menunjukkan nuget alfabet.
Alif langsung mengangguk. "Tidak mau!
" jawabnya tak singkron yang membuat Aji tertawa kecil. Anaknya
benar-benar tak pandai berbohong.
"Na... " panggil Arif yang muncul
sambil buru-buru memasukkan ponselnya kedalam saku baju kokonya.
"Aku pengen ajak Nana sama Alif main
ke rumah mama Siwi... " ucap Aji pada Arif.
Arif langsung tersenyum dan mengangguk.
"Tidak apa-apa... Sekali-kali gapapa Na... Kamu harus bisa berdamai dengan
masalalu juga... Demi Alif... " bujuk Arif sebelum di bantah Nana.
"Biar nanti aku yang lanjutin njemur, kamu siap-siap aja... " sambung
Arif yang membuat Alif senang begitu pula dengan Aji.
Nana menatap bimbang suaminya dan Aji. Tapi
akhirnya ia mengalah. Toh ia sudah terlalu keras kepala, selain itu ia tak mau
ada cekcok lagi. "Aku siap-siap dulu... Ayo adek... " ajak Nana. [Next]
0 comments