Bab 58
2 tahun berlalu sejak pernikahan Nana dan Arif.
Banyak yang berubah baik Nana, Arif maupun
Aji. Mungkin hanya Alif yang tidak... Entahlah anak itu juga rasanya terus
tumbuh dan berkembang mungkin tetap ada perubahan dalam dirinya.
Aji juga sudah berkenalan dengan Arif
dengan cukup baik. Bahkan Aji juga bertukar nomor telpon dan kerap berkabar
menanyakan soal Alif pada ayah sambungnya itu. Hubungan Aji dan Arif cukup baik
sejauh ini apa lagi Aji tengah berada di luar negeri.
"Ma... Temanku bilang di TK seru...
" ucap Alif sambil makan siang bersama Nana.
"Adek umurnya baru empat, nanti kalo
dah lima ya sekolah... " jawab Nana yang tau kemana arah pembicaraan Alif.
"Tapi kata temanku dia umurnya empat
juga... " ucap Alif penuh harap agar bisa masuk TK seperti teman-teman
sepantarannya.
"Bilang papa ya... " ucap Nana
yang akhirnya mau menuruti kemauan Alif meskipun dengan berat hati.
Nana mulai menghitung berapa pengeluarannya
untuk kuliah, tugas, print ini itu, makan, listrik, air, internet, bahkan buku
pegangan juga. Nana mulai menghitung kembali seberapa biaya yang bisa di
pressnya agar cukup untuk Alif nantinya.
●●●
Aji hampir selalu membeli mainan atau memesan makanan dengan bonus
mainan. Dikumpulkannya satu persatu sambil mengingat Alif. Mengingat anaknya
yang akan menerima dengan wajah polos yang sumringah, betapa menyenangkannya.
"Aku mau balik ke Indonesia... "
ucap Aji tiba-tiba pada Alice yang sedang menikmati makanannya.
Alice hanya menaikkan alisnya sebelah
menanggapi ucapan kakaknya itu.
"Kamu nikah aja sama siapa pilihan
eyang... Aku mau ngejar Nana buat Alif... " Aji melanjutkan ucapannya.
"Lama? " tanya Alice setelah
menelan nasinya.
"Seminggu aja ini, tapi kamu tetep
harus nurut dek... Setidaknya martabatmu terjaga... " jawab Aji lalu masuk
kamarnya untuk berkemas.
"Aku ga mau... "
"Apa kamu punya pilihan lain yang
lebih baik dan rasional?" potong Aji yang sudah tak mau berdebat.
Bentar lagi aku ketemu Alif... Batin Aji
senang sambil mengemasi mainan yang sudah di kumpulkannya.
●●●
"Kapan kamu cerai? " tanya Zulia
terang-terangan pada Arif yang kembali mengapelinya dipagi hari.
"Sabar butuh waktu... Istriku belum
berbuat salah... " jawab Arif apa adanya.
Zulia mendengus kesal sambil memalingkan
wajahnya. "Aku ga suka kayak gini terus... " ungkapnya penuh emosi
dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Arif menghela nafas panjang lalu tersenyum.
"Aku dapet banyak duit dari bapaknya Alif, kalo aku cerai mau dari mana
duitku nanti? Kamu kan tau ngisi pengajian duitnya ga seberapa... Jual peci
sama minyak wangi juga ga seberapa..." Arif berusaha menjelaskan realitas
kondisinya.
"Terus gimana ? Mau sampai kapan?
" desak Zulia.
"Belum tau, tapi secepatnya kita bakal
sama-sama... " jawab Arif meyakinkan Zulia untuk kesekian kalinya..
●●●
Aji melihat jam memberangkatannya, pesawat
terlambat seperti biasa. Aji tak sabar untuk bisa segera bertemu Alif, tak
sabar untuk bisa mengunjungi rumah Alif yang sekarang lengkap orang tuanya.
Meskipun hanya ayah sambung.
Terbayang betapa layaknya kehidupan Alif
sekarang. Apa lagi Aji sudah rajin mengiriminya uang. Pasti Alif begitu bahagia
dan bisa tinggal dengan sangat layak.
Sepanjang penerbangan juga Aji terus
membayangkan Alif. Aji yakin kedatangannya nanti akan menjadi surprise hebat
untuk Alif.
"Langsung ke pondok.... " pinta
Aji pada sopirnya yang menjemput.
Alif pasti gemuk, berpakaian trendi. Aji
sempat berfikir kalau sia-sia ia membelikan mainan, pasti Alif punya yang lebih
baru dan canggih dari apa yang di bawanya.
Tapi semua brubah. Pikirannya dan
angan-angannya pupus. Hancur semua, tak satupun yang sesuai ekspektasi begitu
sampai didepan rumah Alif.
Nana masih berjualan cilok dan es. Alif
masih kurus dan berpakaian seadanya. Kemana perginya uang kiriman Aji selama
ini langsung menjadi tanda tanya besar.
"Assalamualaikum... Alif... "
sapa Aji.
Alif yang tengah asik bermain pasir dan
truk mainan menatap ke arah Aji, sejenak ia menatap berusaha mengingat siapa
pria yang menyapanya. "Om anehku! " pekik Alif sambil berlari
menghampiri Aji.
●●●
"Apa kita nabung dulu? Biar Abah
setuju ?" tawar Arif pada Zulia.
"Apa maksudmu nabung dulu? "
tanya Zulia bingung dengan ambiguitas Arif.
"Ya nabung, kalo kamu hamil pasti kan
boleh nikah. Lagian kalo sama kamu kita punya anak jelas anakku, ga kayak dari
Nana... " jawab Arif.
"No!..." belum Zulia melanjutkan
ucapannya pesan masuk ke ponsel Arif yang mengabarkan kedatangan Aji sudah
membuatnya panik bukan main bahkan tanpa pamit Arif langsung tancap gas pulang.
Arif panik bukan main, bisa hilang sumber
uangnya kalau sampai Aji curiga dan bertanya macam-macam pada Nana. Bisa batal
niatnya untuk menikahi Zulia kalau sampai terjadi.
Sesampainya Arif dirumah benar saja, Alif
sudah berada digendongan Aji yang memberikan banyak oleh-oleh. Entah beruntung
entah sial begitu ia menatap wajah istrinya yang sudah tampak begitu marah dan
kesal.
"Ayah... " sapa Alif sambil
melambaikan tangannya pada Arif.
"Aku dah minta buat pergi tapi ga mau
Mas... " lapor Nana panik yang membuat Arif lega.
Arif langsung tersenyum. "Gapapa
Dek... " jawab Arif lembut agar Nana tenang.
Aji menatap Arif penuh curiga. Bagaimana
bisa ia dan keluarganya bentuknya tak karuan begini, separah apa inflasi
diIndonesia? Atau seboros apa pengeluaran hanya untuk mengasuh Alif? Banyak
pertanyaan terlintas dipikiran Aji. Sampai ia heran sendiri, sepuluh juta
perbulan kenapa bisa kurang.
Aji yang berniat hanya seminggu tinggal
kini berubah. Terlalu banyak kejanggalan yang perlu ia luruskan. Meskipun ia
pernah menolak kehadiran Alif dulu, ia tetap tak terima bila Alifnya hidup tak
layak.
Apa aku ditipu? Batin Aji akhirnya.
"Mau beli ayam tepung sama om ga?
" tawar Aji pada Alif yang jelas membuat Alif senang.
"Ga usah! " tolak Nana sengit
yang membuat Alif sedih.
"Ustadz boleh gak? " tanya Aji
meminta ijin pada Arif yang jelas membuatnya bingung dan langsung kalang kabut.
Kalo dibiarin sendiri tanpa pengawasan Alif
bisa diculik, tapi kalo aku tolak dia curiga. Nana aja yang ikut, ah jangan
nanti di tanyain aneh-aneh... Batin Arif menimbang-nimbang.
"Ajak mama sama ayah juga aja...
" saran Alif yang kekeh ingin pergi bersama Aji.
Arif menatap Nana yang sudah tampak tak
suka dengan apa yang Alif minta. "Yaudah sama ayah aja... " putus
Arif yang akhirnya memutuskan untuk pergi bersama Alif dan Aji. [Next]