0
Home  ›  Chapter  ›  My Baby Need A Daddy

Bab 45

Bab 45-1

Lama Arif menunggu Nana antri di bank bersama Alif. Alif duduk manis sambil menikmati tayangan nat geo yang di putar tanpa suara di ruang tunggu bank. Sesekali Alif tersenyum sambil bertepuk tangan atau menunjuk ke layar TV meminta Nana juga Arif ikut melihat yang ia lihat.

"Bagus ya ikannya bisa semprot air... " ucap Alif senang sambil menunjuk layar TV.

Arif tersenyum sambil mengangguk mendengar ucapan Alif.

"Itu namanya paus... " ucap Nana menjelaskan.

"Kok mama tau? " tanya Alif dengan pandangannya yang masih saja fokus ke layar TV.

"Mama kan baca... " jawab Nana lalu mengecup kepala Alif.

Alif begitu asik menonton TV bahkan hingga Nana sudah selesai menarik semua uang Alif masih saja minta Nana menunggu sebentar lagi. Kalau saja Arif tidak membujuk untuk pergi ke taman budaya mungkin Alif masih betah di sana.

Perjalanan ke  taman budaya lumayan jauh, Alif sampai ketiduran di perjalanan. Sampai di sana Arif mengajak Alif dan Nana makan di warung makan pecel. Alif tidak begitu senang dengan pecel yang rasanya pedas, jadi sebagai gantinya Alif hanya di pesankan nasi dengan lauk telur ceplok dan kecap juga taburan bawang goreng.

Alif tampak ceria bahkan beberapa kali menggoyangkan badannya dengan senyumnya yang tak kunjung hilang. Kali ini juga Alif makan sendiri. Alif benar-benar berhati-hati saat menyuapkan makanannya. Nasi yang bercecerpun di ambili lalu di makan lagi.

"Mau kerupuk? " tanya Arif yang di angguki Alif dengan cepat.

Alif benar-benar lahap, piring bekasnyapun tampak bersih tanpa sisa.

"Adek mau tambah? " tanya Nana.

"Tidak, aku makan ini sudah banyak. Perutku sudah penuh kalo makan lagi jadi tambah-tambah penuh... " jawab Alif lalu memberikan separuh kerupuknya pada Nana.

"Buat adek aja mama kenyang sekali... " tolak Nana.

Tanpa basa-basi Alif langsung memakan kerupuk yang tadi ia berikan pada Nana.

●●●

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Pa... Mau ngomong... " ucap Aji pada Broto yang sibuk bersiap pergi.

"Nanti saja, papa mau pergi... " tolak Broto lalu masuk ke kamar menunggu Siwi bersiap.

"Papa mau kemana? " tanya Aji.

"Mamamu mau nonton teater, jadi papa temenin... " jawab Broto yang benar-benar mulai memperbaiki hubungan juga sikapnya.

Aji hanya mengangguk lalu menghela nafas. Bingung mencari momen bagaimana untuk bicara soal kehamilan Alice. Apa lagi Alice tak mau ikut menemui orang tuanya begini.

"Kamu mau ikut? " tanya Siwi sambil memakai sepatu.

Aji hanya tersenyum lalu menggeleng, orang tuanya butuh waktu berduaan.

"Yaudah... Mama pergi dulu ya... " ucap Siwi lalu berjalan keluar di ikuti suaminya.

Setelah beberapa tahun menikah ini kali pertamanya tinggal di rumah sendiri, tidak ada mertua yang mengaturnya, tidak ada pekerjaan rumah yang di timpakan padanya. Siwi bisa melakukan kegiatan yang ia sukai. Hanya perlu minta izin pada suaminya, tidak perlu persetujuan lagi dari mertuanya. Tidak ada teriakan-teriakan yang memekakkan telinga. Tidak ada makian dan celaan atas apa yang ia buat dan ia kerjakan. Damai.

"Alice gimana mas? " tanya Siwi di tengah perjalanan pada suaminya.

"Dia bilang mau kontrak rumah, susah di atur dia. Jadi kayak yang kamu bilang ku biarkan dengan pilihannya... " jawab Broto santai sambil tersenyum.

Siwi ikut tersenyum lalu mengangguk pelan. "Jujur aku khawatir sama Alice kalo sendirian... " ucap Siwi.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Aku juga, tapi dia kan sudah besar. Dah berani nyulik kamu juga kan? " goda Broto lalu menggenggam tangan Siwi.

Siwi hanya tersenyum lalu memalingkan wajahnya menatap jalanan dengan murung. Bukan karena dia tidak bahagia tapi perasaannya tidak enak sejak Alice tak mau pulang di rumahnya. Apalagi sekarang ia sudah tak tinggal bersama eyang lagi.

"Kenapa hmm... " Broto mengecup bahu istrinya dengan lembut.

"Aku pengen Alice, anak-anak semua ngumpul... " jawab Siwi lembut. "Aku kangen... " sambungnya.

"Nanti waktu lebaran juga pulang kok... Tenang aja... " jawab Broto menenangkan istrinya.

Siwi mengerutkan dahi bukan itu sebenarnya yang ia pikirkan. Tapi segera ia tersenyum lembut dan mengangguk paham dari pada harus repot memberitahukan kekhawatirannya.

●●●

Alif langsung berlarian di sekitar Nana, pendopo yang besar dan luas membuatnya begitu ceria. Arif dan Nana duduk mengawasi Alif yang asik sendiri.

"Nanti kalo aku dah besar bikin rumah kayak gini... Besar jadi aku bisa lari-lari terus... " ucap Alif yang terengah-engah pada Nana sambil memeluknya.

"Amiin... " jawab Nana lalu mengelus punggung Alif. "Jangan lari-lari nanti capek... " sambung Nana lalu memangku Alif.

Arif hanya diam memperharikan Nana dan Alif. Memang sejak awal Arif tak pernah banyak bicara dengan Nana. Selalu menunggu Nana yang cerita, tak pernah punya topik pembicaraan yang menyenangkan.

Drrrttt... Drrrttt... Getar ponsel Arif mengalihkan perhatiannya dari Nana dan Alif sejenak. Zulia , sebuah nama yang mengirim pesan pada Arif.

"...mas, besok abah mau ketemu bisa?... " bunyi pesan dari Zulia pada Arif.

"...tidak bisa, aku tidak bisa menjanjikan apapun ke kamu dek. Aku dah bilang dari awal... " balas Arif lalu beranjak dari duduknya. "Sebentar ya Na... " pamit Arif tak lama setelah balasannya terkirim dan mendapat panggilan masuk.

Nana hanya mengangguk lalu mengikuti Alif yang ingin melihat ikan di kolam batu kecil yang nyaris tertutupi teratai. Sebenarnya yang di bilang Alif sebagai ikan juga bukan ikan, itu hanya kecebong dan beberapa jentik nyamuk.

"Itu bisa semprot air juga ga ma kayak yang di TV tadi? " tanya Alif polos.

"Tidak bisa dong, kan bukan paus... " jawab Nana lalu mulai di cecar pertanyaan dari Alif. [Next]

Bab 45-2


64
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share